3.7 C
New York
Tuesday, March 26, 2024

Komik, Bertahan di Tengah Gempuran Teknologi

Pematangsiantar | MISTAR.ID Ribuan buku tersusun rapi di rak kayu yang menjulang. Dibagian paling atas tampak susunan ikatan buku yang mulai menguning.

“Itu buku-buku lama yang sudah jarang peminatnya,” kata S.Siregar, pemilik TB Pelangi Jalan Ade Irma Suryani, Pematangsiantar.

Salah satunya adalah kumpulan buku cerita silat Kho Ping Hoo. Kios berukuran 3 X 4 meter yang berhimpitan dengan kios-kios penjualan aksesoris handphone ini memang tampak selalu sepi. Tak banyak lagi yang datang menyewa novel atau komik.

“Di Siantar, memang cuma kita satu-satunya yang masih bertahan,”kata pria berusia 68 tahun ini.

Ia pun kemudian bercerita masa kejayaan usaha penyewaan komik. Tahun 2004 hingga 2015 adalah masa dimana penyewa komik dan novel ramai mendatangi kiosnya.

Siregar pun setiap minggu harus berburu novel dan komik baru untuk memenuhi permintaan penyewa. “Hasil sewa buku sangat lumayan ketika itu. Saat itu harga sewa buku Rp 500/hari,” ujarnya.

Siregar mengaku, awalnya ia membuka usaha penjualan koran dan majalah setelah pensiun dari ASN di tahun 2003. Kemudian atas masukan seorang pelanggannya, ia juga diminta untuk menjual komik dan novel.

Ternyata peminatnya banyak. Apalagi saat itu mulai booming komik Jepang. Stok komiknya seringkali habis disikat pelanggannya yang sebagian besar adalah para pelajar.

Hingga seorang pelanggannya mengusulkan agar Siregar menyewakan komik dan novel. Alasannya lebih menguntungkan. Setelah hitung-hitungan, Siregar pun tertarik.

“Satu buku bisa berulangkali dipinjam, kalau hilang wajib diganti, jelas lebih menguntungkan,” kata Siregar yang saat ditemui Mistar ditemani Astri, putrinya.

Ia pun kembali berburu buku hingga ke Jakarta. Informasi soal komik atau novel baru selain didapat dari agen, juga seringkali diperoleh dari pelanggan.

Di Medan ia berlangganan beli komik dan novel di sebuah toko buku Jalan Aceh dan Titi Gantung. Walau saat itu muncul banyak kios penyewaan buku di Pematangsiantar, namun TB Pelangi tetap ramai.

“Awalnya dulu kios ini lokasinya di Jalan Mojopahit, sekaligus tempat berjualan koran dan majalah,” kata Siregar pensiunan pegawai negeri ini.

Ketika itu komik andalan yang disewakan kebanyakan komik-komik dan novel dalam negeri. Mulai dari Kho Ping Hoo, Wiro Sableng, dan berbagai novel karangan penulis dalam negeri.

Kemudian komik dan cerita silat lokal mulai tergerus dengan serbuan komik dari China/Hongkong seperti: Tiger Wong, Tapak Sakti dan lain sebagainya, serta komik dari Jepang yang disebut manga oleh generasi sekarang, seperti: Dragon Ball, Shoot atau Kungfu Boy.

Pelanggan setia TB Pelangi sebagian besar adalah kalangan anak sekolahan. Ketika itu memang belum ada telepon pintar. Sehingga hiburan paling banyak adalah film dan membaca komik atau novel.

Namun ketika muncul teknologi telepon genggam, persewaan komik perlahan mengalami kemunduran. Penulis komik pun mengeluh, karena semakin sulit menjual produknya. Bersamaan dengan itu masuk komik-komik asal Jepang.
Persewaan komik dan novel benar-benar ditinggalkan. Generasi selanjutnya lebih asik dengan gawainya masing-masing. Sebenarnya, Siregar ingin beralih ke usaha lain.

“Tapi saya tidak tahu mau usaha apa,”kata Siregar beralasan. Ia pun masih menyewakan ribuan buku koleksinya. Satu buku dikenakan tarif Rp1.000/hari. Kalau dulu sebagai jaminan penyewa adalah kartu identitas, bisa KTP atau Kartu Pelajar. Namun kini jaminannya berupa uang senilai harga buku yang dipinjam.

“Pernah ada penyewa yang menjaminkan KTP-nya, setelah sebulan tidak kembalikan buku. Kita ke alamat yang tertera namun ternyata orangnya sudah pindah. Ia kontrak rumah disitu,”kenang Siregar.

Sejak itu, ia menerapkan jaminan berupa uang. Saat ini peminjam buku di kios Siregar adalah pelanggan-pelanggan lama. Mereka ada yang ingin bernostalgia, kembali menemui Siregar dan mencari bacaan favorit mereka.

“Satu-dua masih ada pembaca Kho Ping Hoo, umumnya orang-orang tua. Mungkin mau bernostalgia,” ujarnya.

Untuk menutupi usahanya, kini Siregar juga menjual minyak eceran di kiosnya. Selain itu kalau ada yang ingin mengkoleksi buku-buku lamanya, ia juga menjualnya.

“Kalau dibotot, sayang sekali karena sangat murah. Lebih baik kita simpan saja, mana tahu masih ada peminatnya,” tambah Siregar.

Namun, Siregar tetap berusaha meng-update novel-novelnya. Novel terbaru selalu ada di kiosnya. Ia masih rajin menjelajah judul-judul novel yang baru dikeluarkan. Sekarang ia tidak perlu berburu ke Medan atau Jakarta untuk mendapatkannya. Cukup membuka internet, ia bisa memesan buku yang diinginkan.

“Saya tidak tahu sampai kapan usaha ini akan bertahan karena kemajuan teknologi memang tidak bisa dihempang,” katanya lirih.

Reporter: Edrinsyah
Redaktur: Luhut Simanjuntak

Related Articles

Latest Articles