8.4 C
New York
Friday, March 29, 2024

Kisah Pengrajin Tempe Bertahan di Tengah Pandemi

Pematangsiantar, MISTAR.ID

Tidak dipungkiri, kenaikan demi kenaikan terhadap kebutuhan hidup sandang maupun pangan terus dialami selama masa pandemi Covid-19. Termasuk salah satunya kacang kedelai.

Tentu saja, kenaikan kacang kedelai ini sangat berpengaruh bagi para pengrajin tempe, karena kacang kedelai ini merupakan bahan dasar pembuatan tempe. Tidak hanya itu, mereka juga digempur oleh turunnya minat beli masyarakat yang sangat drastis.

“Kami mengalami penurunan omset sebanyak 80 persen,” ujar Rahmayani, pengrajin tempe di Jalan Kyai Seram Kota Pematangsiantar. Kondisi ini membuat Rahmayani menghentikan dua orang pekerjanya.

“Miris memang, tapi mau bagaimana,” ujar Ramayani yang saat itu tidak punya pilihan. Ia pun terpaksa mengerjakan olahan tempe bersama suaminya karena sudah tidak bisa membayar pekerja. Apalagi mereka pun harus mengurangi produksi.

Baca Juga:Kemenhub dan Dekranas Gelar Pelatihan Wirausaha Digital Kepada Pengrajin di Toba

Sebelum pandemi Covid-19, para pengrajin tempe bisa memproduksi hampir 90 Kg setiap harinya, namun anjlok menjadi 20-30 Kg. Selain tak bisa lagi membayar pekerja, untuk menutupi biaya produksi mereka pun harus berani mengurangi bahan dari setiap ukuran yang diproduksi.

Mereka sendiri sempat terhempas, karena ada kredit setiap bulannya yang harus dibayar. Walaupun katanya ada kelonggaran namun faktanya dealer sepeda motor tetap menagih cicilan.

“Jadi, kami tidak berani menaikan harga tempe, tapi pelan-pelan ukurannya kami kurangi, makanya kalau pembeli yang jeli akan melihat perbedaan ukuran tempe dari sebelumnya,” jelas Rahmayani.

Baca Juga:Tak Ada Pesta Adat, Pengrajin Ulos Terpuruk Akibat Covid-19

Kenaikan kacang kedelai juga terjadi perlahan. Dalam pembelian kacang kedelai, pergoninya naik seribu, bisa dalam tiga hari sekali mengalami kenaikan saat awal awal pandemi Covid. Sehingga sekarang harga mencapai Rp8 ribu/Kg.

Kini meski pandemi Covid-19 masih ada, namun tidak seketat sebelumnya. Aktivitas masyarakat mulai bergerak membuat ekonomi kembali berputar, dan ini kembali meningkatkan daya beli masyarakat.

“Yah, beberapa bulan ini kami sudah mulai menaikan produksi. Saya sudah kembali mempekerjakan orang, tetapi gaji pun belum berani seperti semula. Yah, karena ada saling pengertian, dia pun mau bekerja yang terpenting masih bisa menyambung hidup,” ujarnya.

Baca Juga:Pembuat Kue Kering Tahun Baru Berharap Peruntungan di Tengah Pademi

Kalau sebelumnya mereka bisa membayar gaji pekerja Rp50 ribu per hari, ini hanya membayar Rp30 ribu per hari. Sekarang problem lain bagi pengrajin tempe adalah musim penghujan.

Khawatir jika hujan terus menerus berlangsung, sering sekali produksi tempe mereka harus kembali atau tidak laku. Pernah produksinya harus pulang separoh karena tidak laku terjual saat hujan deras seharian.

Sebab, produksi tempe tidak tahan lama, makanya dia harus bisa meprediksi keadaan. Rahmayani berharap, bencana Covid-19 cepat berlalu. Sehingga kehidupan bisa kembali berjalan dengan stabil.(rika/hm10)

Related Articles

Latest Articles