6.4 C
New York
Monday, March 18, 2024

ISNU Sumut Mengecam Kekerasan Aparat Terhadap Masyarakat Gurilla Siantar

Pematang Siantar, MISTAR.ID

Konflik berkepanjangan antara masyarakat Kelurahan Gurilla dengan PTPN III semakin mendapat sorotan banyak pihak.

Salah satu sorotan kini datang dari Pengurus Wilayah Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama Sumatera Utara (PW ISNU) yang mengeluarkan pernyataan sikap, mengecam sejumlah pihak termasuk pemko dan DPRD Siantar yang secara tidak langsung dianggap jadi penyebab munculnya konflik tersebut.

Sekretaris Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama Sumut Imran Simanjuntak mensinyalir PTPN III melalui tim keamanannya melakukan tindakan kekerasan di lapangan. Sehingga masyarakat Gurilla Siantar menolak tali asih.

Baca Juga:Komnas HAM Minta PTPN III Hentikan Okupasi Lahan Tahap II di Kelurahan Gurilla

“Okupasi kedua yang dilakukan sejak 21 November 2022, menggambarkan betapa negara dalam hal ini Pemko Siantar, DPRD, PTPN III, menganggap rakyat seolah penjahat sehingga wajar diperlakukan dengan tidak manusiawi. Teori “pecah-belah”, teror, dan intimidasi, terus berkepanjangan dialami masyarakat Gurilla,” katanya, Minggu (27/11/22).

Menurutnya, pemantauan di lapangan selama ini menunjukkan bahwa keberadaan masyarakat Gurilla telah diakui oleh Negara yakni dibuktikan dengan terbitnya KTP, masuknya fasilitas listrik, adanya proyek pengaspalan jalan, pembangunan drainase, serta berdirinya rumah ibadah. Dan secara humanis telah terbangun jejaring sosial sistem kehidupan masyarakat, dan kebudayaan.

Di sisi lain, kata Imran, secara histori hukum dan perundang-undangan, memang masih ditemukan kontroversi dan apologi. Antara lain, pada Juli 2004 Walikota Pematangsiantar Kurnia Rajasyah Saragih, telah mengeluarkan Perwa untuk tidak lagi memperpanjang HGU PTPN III yang berada di Kota Pematangsiantar. Artinya, pasca berakhirnya HGU PTPN III dan Perwa pelarangan perpanjangan, pihak Pemerintahan Kota melakukan penelantaran dan pembiaran pada lahan tersebut.

“Masyarakat Gurilla yang secara histori melalui orang tua, kakek dan leluhurnya mengetahui pernah mengelola tanah tersebut pasca awal kemerdekaan dan berpegang pada Landreform 1969, memulai membangun kehidupan sosial dan ekonomi dari tanah tersebut hingga menjadi perkampungan seperti sekarang ini,” beber Imran.

Baca Juga:263 KK Di Gurilla Terima Paket Sembako

Imran menambahkan, maka sangat disayangkan sejak 2004 hingga 2022 rakyat telah menguasai tanah Gurilla tanpa ada kebijakan dari Pemko Siantar terkait RUTRW (Rencana Umum Tata Ruang Wilayah) dan aturan serta kebijakan lainnya, yang hal ini bisa jadi juga akan mengalami nasib yang sama dengan eks PTPN III seluas 573 Ha yang berada di Tanjung Pinggir.

“Lambannya penanganan Pemko Siantar merupakan penciptaan dan pemeliharaan konflik berkepanjangan. Sementara masyarakat telah melakukan percepatan pemanfaatan pengelolaan tanah tersebut karena menyangkut kebutuhan hidup dan tuntutan ekonomi. Ini adalah kebutuhan mendasar rakyat yang di lindungi Undang Undang!” tegas dia.

Lebih lanjut, ungkap Imran, menyangkut klaim PTPN III yang dikabarkan telah memegang perpanjangan HGU Gurilla seluas 124 Ha sejak Januari 2005, sangat patut untuk dipertanyakan. Sebab perusahaan pelat merah ini juga menelantarkan dan membiarkan lahan Gurilla selama 17 tahun.

Imran mengecam tegas atas tindakan kekerasan yang sudah terjadi berulang kali terhadap masyarakat. Menurutnya, hal tersebut adalah tindakan yang telah melampaui batas dan bertentangan dengan prinsip perlindungan dan keadilan. Karena itu, tindakan-tindakan tersebut harus dikutuk sekeras-kerasnya.

“Hentikan Okupasi karena legalitas HGU PTPN III syarat cacat administratif. Pemko dan DPRD harus bertanggungjawab atas seluruh kejadian yang menimpa masyarakat Gurilla. Mendesak aparat hukum TNI, Polri, netral dan tidak memihak serta melakukan pendekatan yang persuasif dan kooperatif atas konflik Gurilla,” pungkasnya. (yetty/hm12)

Related Articles

Latest Articles