3.7 C
New York
Tuesday, March 26, 2024

Potensi Energi Terbarukan Di Bengkulu Capai 7.297 MW

Bengkulu, MISTAR.ID

Potensi energi terbarukan di Provinsi Bengkulu menurut peneliti Program Manager Energy Transformation Institute for Esential Service Reform (IESR) Jannata Giwangkara mencapai 7.297 megawatt (MW) atau 7,2 gigawatt (GW)

“Namun potensi energi terbarukan itu baru dimanfaatkan sebesar 259 MW dan penggunaannya didominasi pembangkit listrik tenaga air,” kata dia dalam diskusi virtual yang diadakan Yayasan Kanopi Hijau Indonesia Bengkulu, Sabtu (20/6/20).

Ia menjelaskan berdasarkan studi yang dilakukan pada 2018 potensi energi terbarukan di Indonesia mencapai 431.745 MW, namun kapasitas terpasang atau yang baru dimanfaatkan untuk listrik hanya 6.830 MW.

Baca juga : EKSOSISTEM RISET MAKIN BAIK, PENDIDIKAN TINGGI MAKIN BERDAYA SAING

Menurutnya, potensi energi terbarukan di Indonesia belum dikembangkan dengan optimal bila dibanding negara ASEAN lainnya terutama Vietnam yang dalam dua hingga tiga tahun terakhir telah membangun 3 GW energi terbarukan.

Sementara secara global di seluruh dunia pada 2009 hingga 2019, rata-rata pembangkit yang ditambahkan lebih besar energi terbarukan khususnya tenaga surya, angin dan air, seperti yang dilakukan China, India, Amerika, dan Jerman.

“China mampu membangun 65 GW dalam setahun, kapasitas ini setara dengan seluruh pembangkit di Indonesia,” ucapnya.

Sementara itu Dosen Fakultas Teknik Universitas Bengkulu Khairul Amri mengatakan pengembangan energi listrik di Bengkulu harus diarahkan ke energi terbarukan karena potensinya tinggi sekaligus pertimbangan pelestarian lingkungan hidup.

Baca juga : Terinspirasi Anatomi Tulang, Ilmuwan Kembangkan Membran untuk Tuai Energi dari Air Laut

Namun, kata dia, yang menjadi tantangan adalah teknologi di Indonesia tertinggal dari negara lain seperti China dan India.

“Di sini pemerintah perlu berperan untuk mendukung pengembangan teknologi yang fokus pada pengembangan energi terbarukan,” katanya.

Ia menjelaskan berdasarkan proyeksi dari Kementerian ESDM untuk periode 2019 hingga 2023, Indonesia akan membutuhkan listrik sebesar 173 GW di mana sumber listrik fosil PLTU batu bara mencapai 51 GW, dan PLTGU 61 GW, sementara tenaga air sebesar 34 GW, panas bumi 9 GW maka total EBT baru 50 GW.

“Artinya dalam 10 hingga 15 tahun ke depan, bauran energi terbarukan hanya 30 persen dari total pembangkit secara nasional,” katanya.

Sementara itu Ketua Komisi III DPRD Provinsi Bengkulu Sumardi mengatakan kebijakan pembangunan energi yang tersentralisasi di pemerintah pusat membuat legislatif sulit mengontrol kebijakan pengembangan energi di daerah.

“Kebijakan secara nasional harusnya menutup pintu untuk pembangkit yang merusak lingkungan seperti PLTU batubara dan mengembangkan energi yang dampak lingkungannya tidak terlalu besar,” ujarnya.

Politisi Partai Golkar ini menilai pembangunan energi seharusnya bersandar pada potensi daerah, seperti Bengkulu yang kaya potensi energi surya, air dan gelombang laut.

Sedangkan proyek energi fosil seperti PLTU batu bara seharusnya tidak lagi dikembangkan karena fakta di lapangan meninggalkan kerusakan yang masif seperti bekas pertambangan di wilayah hulu-hulu sungai.

“Kami di DPRD sepakat proyek PLTU batu bara baru tidak perlu ditambah lagi di Bengkulu, kalau pun menambah pembangkit arahkan seluruh investor ke energi terbarukan,” tegasnya.

Sementara itu Ketua Yayasan Kanopi Bengkulu Ali Akbar mengatakan perlu kemauan politik yang kuat dari pemerintah untuk mengembangkan energi terbarukan.

Hal ini, menurut Ali, ditunjukkan dengan semangatnya anggota DPR-RI mengesahkan UU Mineral dan Batu Bara (Minerba) yang memberikan karpet merah pada pengusaha energi fosil, khususnya batu bara.

“Dukungan politik untuk energi terbarukan ini perlu diperkuat sehingga pengembangannya bisa masif, tapi melihat kondisi saat ini politisi negeri ini adalah para pendukung energi fosil,” demikian Ali.(ant/hm09)

Related Articles

Latest Articles