9.2 C
New York
Saturday, April 20, 2024

Limbah Udang Disulap Mahasiswa Unair Jadi Masker Antivirus

Jakarta, MISTAR.ID
Pandemi tak selamanya menjadi bencana, sebahagiannya bahkan menjadikan masa sulit ini bisa memunculkan ide sebagai karya dan inovasi. Salah satunya yang dilakukan lima mahasiswa Universitas Airlangga (Unair) ini.

Mereka menghadirkan inovasi Chitomask yaitu produk masker kain filter antibakteri dan antivirus yang ramah lingkungan. Masker ini terbuat dari limbah kulit udang.

Atas ide itu, kelima mahasiswa lolos dalam Program Kreativitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan (PKM-K) dan mendapatkan pendanaan dari Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) tahun ini.

Kelima mahasiswa itu adalah Reza Istiqomatul Hidayah mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPK 2017), Muhammad Rizky Widodo dan Salsabila Farah Rafidah mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM 2018). Ada pula Ardelia Bertha Prastika mahasiswa Fakultas Kedokteran (FK 2019) dan Firman Hidayat mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi (FST 2019).

Baca juga: UNIMED DORONG MAHASISWA RAIH PRESTASI LEWAT BERBAGAI KOMPETISI

Sebelum mendapat pendanaan ini, mereka berlima kerap menjuarai ajang kompetisi hingga pernah meraih medali silver pada skala internasional. Dilansir dari laman instagram Chitomask, varian covid-19 lebih menular sehingga diperlukan proteksi lebih.

Dalam hal ini, Chitomask bisa memberikan proteksi tambahan dengan filternya yang memiliki kemampuan antivirus dan antibakteri. Terutama komposisi bahannya yang biodegradable atau mudah terurai secara alami sehingga bisa meminimalkan limbah masker saat pandemi. Tentunya dengan model yang trendi.

Senada dengan itu, Ardelia Bertha Prastika selaku CEO mengatakan bahwa produknya bisa terurai dalam kurun waktu yang pendek. “Chitomask ini tidak merusak lingkungan, untuk terurainya pun paling lama satu bulan,” ucapnya.

Dalam prosesnya, Ardelia mengaku tahap praproduksi dan produksi membutuhkan waktu lima hari. Sebelum PKM mereka didanai, kelima mahasiswa ini sudah meneliti kain apa yang compatible untuk filter.

“Jadi prosesnya kitosan (limbah kulit udang) dibuat gel terlebih dahulu hingga menunjukkan warna bening dan konsentratnya mengental. Jika dihitung dari tahapan pembuatan gel hingga coating itu tiga hari. Sedangkan produksi filter memakan waktu dua hari, hari pertama pelarutan kitosan dan hari kedua pengovenan,” imbuh Ardel dikutip dari laman Unair.

Lebih lanjut, tim Chitomask menyebut beberapa keunggulan kitosan, antara lain senyawanya tidak beracun, tidak mengandung protein pemicu alergi, sebagai bahan alami yang biokompatibilitas, bioaktivitas dan keamanan biologis yang tinggi.

Baca juga: Mahasiswa Berubah, Perubahan Mahasiswa

Tim juga turut mendukung beberapa ketercapaian SDGs, salah satunya SDGs ke-14 mengenai life below water yang mencegah segala bentuk polusi kelautan. Menurut CEO Chitomask #LindungiKamudanBumimu, dampak kesehatan dan lingkungan harus secara simultan ditangani bersama, artinya tidak dianggap satu lebih penting daripada yang lain.

“Semoga ke depannya masyarakat bisa bijak dalam bersikap, meskipun dalam fase yang menghantam seperti pandemi. Harus diingat kita hidup berdampingan dengan lingkungan. Pandemi bisa saja selesai, tetapi jangan sampai lingkungan menimbulkan persoalan baru,” ujar Ardelia.

Produk dengan tagline #LindungiKamudanBumimu memiliki kisaran harga mulai Rp15.000 hingga Rp32.000. Pada tanggal 18 hingga 25 Juli 2021 Chitomask akan melakukan soft launching dengan menawarkan harga yang jauh lebih hemat. (medcom/hm06)

Related Articles

Latest Articles