9.5 C
New York
Thursday, April 18, 2024

Awan Anvil Penyebab Badai Sumatera, Begini Hasil Foto Astronot NASA

Jakarta, MISTAR.ID

Awan Anvil masih bagian dari awan cumulonimbus. Potret gambar dari astronaut Badan Antariksa dan Penerbangan Amerika Serikat (NASA) ini menunjukkan, awan itu membentang dari Pulau Bangka, melintasi Sumatera hingga Samudera Hindia dengan bentangan sekitar 200 kilometer.

Awan Anvil merupakan sumber awan badai yang menyelimuti wilayah Sumatera, berhasil direkam kamera seorang astronot NASA yang sedang bertugas di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS).

Potret gambar memperlihatkan wilayah Pulau Bangka dan Belitung, Laut Jawa, dan kawasan pantai barat Kalimantan. Namun keberadaan awan Anvil dengan bentangan cukup panjang pada gambar tersebut sangat menarik perhatian.

Baca Juga: Badai Matahari Diprediksi Picu Kiamat Internet

Pada gambar yang difoto pada 18 Juli 2021 lalu, hasilnya menunjukkan awan berbentuk seperti landasan panjang dan dan berwarna cerah. Awan dengan bentuk seperti ini biasanya menyebabkan badai petir. Sehingga, tampak bayangan gelap di dataran dan laut di bawah awan.

Saat gambar tersebut dipotret, angin bertiup dari arah timur laut. Sehingga skenario yang mungkin terjadi adalah udara lembab bergerak melintasi Laut Jawa, lalu kemudian akan naik karena proses pemanasan. Kemudian pemanasan ini yang kemungkinan besar membentuk awan badai di setiap pulau.

Bentuk puncak awan badai yang menyelimuti Sumatera pada gambar terkena hembusan angin dan membuat beberapa bagian rata seperti landasan.

Baca Juga: Badai Ida di New York dan New Jersey Tewaskan 9 Orang

Dilansir dari NASA, awan anvil yang merupakan bagian dari awan cumulonimbus terbentuk dari proses konveksi (naik turun) dari udara hangat, lembab, dan tidak stabil.

Udara permukaan dihangatkan oleh permukaan tanah yang terpapar Matahari dan membuat udara ini naik. Lalu jika ada kelembaban atmosfer yang cukup, tetesan air pada udara tersebut akan mengembun saat massa udara bertemu dengan udara yang lebih dingin di ketinggian yang lebih tinggi.

Kemudian massa udara tersebut akan mengembang dan mendingin saat naik karena penurunan tekanan atmosfer, sebuah proses yang dikenal sebagai pendinginan adiabatik.

Baca Juga: Ingin Tahu Bagaimana Aroma Ruang Angkasa? Perusahaan Ini Telah Membotolkannya

Proses konveksi semacam ini umum di garis lintang tropis dan dapat berlangsung sepanjang tahun, sedangkan pada garis lintang yang lebih tinggi proses ini dapat terjadi selama musim panas.

Lebih lanjut, saat kandungan air di udara yang naik mengembun dan berubah dari gas menjadi cair, ia melepaskan energi ke sekitarnya yang memanaskan udara. Proses ini kemudian menyebabkan lebih banyak konveksi, dan massa awan akan naik ke ketinggian yang lebih tinggi.

Proses ini kemudian memberi bentuk “menara” vertikal yang merupakan karakteristik dari awan cumulonimbus..

Selanjutnya jika ada cukup uap air untuk memadatkan dan memanaskan massa awan melalui beberapa siklus konvektif, menara tersebut dapat naik ke ketinggian sekitar 10 kilometer di garis lintang tinggi dan hingga 20 kilometer di daerah tropis sebelum bertemu dengan wilayah atmosfer yang dikenal sebagai tropopause – batas antara troposfer dan stratosfer.(CNN/hm02)

Related Articles

Latest Articles