8.8 C
New York
Thursday, March 28, 2024

Temu Rempah ‘Warisan Leluhur’ Obat Herbal yang Mendunia di Tengah Pandemi

Oleh: Suhartini S.Sos

Liburan yang paling menyenangkan di masa pandemi ini adalah pulang kampung, menikmati suasana desa yang segar dan asri. Berbekal surat Polymerase Chain Reaction (PCR) dengan hasil negatif, aku menuju kampung halaman nenek moyangku di Desa Karangsari Kecamatan Kebasen Kabupaten Banyumas Purwokerto Jawa Tengah.

Masuk ke gerbang Desa mata dimanjakan dengan hamparan sawah dengan padi yang sedang menuggu masa panen, kemudian memasuki perkampungan dengan rumah-rumah yang berjarak dengan pepopohan rindang, tidak seperti di kota yang penuh sesak dengan rumah-rumah yang padat.

Pandangan mataku tertuju pada halaman rumah yang rata-rata menjemur rempah, semula aku menduga itu rempah kunyit yang dikeringkan, ternyata aku salah. Itu adalah Rempah Temu yang sedang panen raya.

“Itu rempah temu Bulek, sekarang sedang panen di sini, petani menjualnya ke tengkulak, kemudian tengkulak menjualnya ke pasar dan ke pabrik jamu yang ada di kota,” kata Selvi, mahasiswi UIN Prof.KH.Saifuddin Zuhri Purwokerto, menjelaskan rasa penasaranku.

Baca juga: Di Tengah Pandemi, Peminat Rempah-rempah Meningkat

Jenis Rempah Temu

Banyak yang tidak tahu tentang macam-macam Rempah Temu, aku sendiri hanya memahami tentang Temu Lawak, ternyata ada 9 Rempah Temu di Purwokerto; yaitu

Temu giring

Temu giring disebut juga sebagai kuning gajah. Tumbuhan ini memiliki nama Latin Curcuma heyneana. Sehari-hari, temu giring digunakan sebagai bahan obat tradisional dan jamu. Temu giring mengandung piperin sitrat sehingga berkhasiat sebagai obat cacing dan menangkal serangan cacing gelang.

Temu hitam

Temu hitam memiliki nama ilmiah Curcuma aregurinosa Roxb. Tanaman ini biasa digunakan sebagai campuran obat atau jamu. Nama lain temu hitam antara lain temu erang, temu ireng, dan temu lotong.

Temu kunci

Bentuk temu kunci tidak mirip jenis rempah temu yang lain. Tumbuh temu kunci vertikal ke bawah. Rimpang tanaman Boesenbergia rotunda berkhasiat mengatasi gangguan pencernaan. Daun temu kunci memiliki efek antiracun. Di Thailand, tanaman ini dikenal dengan nama krachai. Sementara dalam bahasa Inggris, temu kunci disebut fingerroot atau chinese ginger.

Temu lawak

Nama latin temu lawak adalah Curcuma xanthorrhiza ini berasal dari daerah Indonesia, khususnya Pulau Jawa. Saat ini, temu lawak dapat ditemui di Asia Tenggara, Cina, Indochina, India, Jepang, Amerika Serikat, hingga Eropa. Rimpang temu lawak dimanfaatkan sebagai bahan pembuat jamu godog. Temu lawak juga digunakan sebagai obat jerawat hingga kolesterol.

Temu manga

Temu ini memiliki nama Latin Curcuma mangga Var van Zip., tanaman ini asli Indomalesian. Temu mangga dikenal juga sebagai kunyit putih, kunir putih, temu bayangan, temu poh, temu pao, koneng joho, koneng bodas, dan temu pauh. Dinamakan temu mangga karena rimpang ini punya aroma mirip mangga. Pemanfaatannya adalah mengatasi gangguan pada perut, kanker, dan menambah nafsu makan.

Temu putih

Temu ini sering digunakan sebagai obat dan perisa masakan. Rimpang ini juga dikenal dengan nama temu kuning. Curcuma zedoaria (Christm.) Roscoe ini juga sering digunakan pada industri parfum. Khasiat kesehatannya antara lain bisa mengobati masalah pencernaan.

Temu putri

Rimpang temu putri memiliki aroma yang mirip dengan peppermint oil dan hampir tidak berbau. Khasiat Curcuma petiolata Roxb. ini adalah membantu masalah pencernaan, meredakan nyeri dan mulas, menambah nafsu makan, dan membersihkan daerah kewanitaan perempuan yang baru melahirkan.

Temu rapet

Tanaman ini masih berkerabat dengan kencur. Sering juga temu rapet disebut dengan kunci rapet. Nama ilmiahnya adalah Kaempferia rotunda L. Temu rapet digunakan sebagai tanaman hias karena daunnya yang indah. Rimpang dan umbinya mengandung sineol, zat yang memiliki bau kamper dan ada Temu tis, tumbuhan ini memiliki nama ilmiah Curcuma purparascens dan merupakan suku temu-temuan. Dikenal di Jawa Barat sebagai koneng. Sementara di Yogyakarta, temu tis disebut temu blenyeh, temu glenyeh, dan temu bayi.

Temu Rempah di Tengah Pandemi

Di tengah pandemi Covid-19 ini, Rempah Temu dengan berbagai khasiatnya menjadi obat herbal andalan masyarakat di Pulau Jawa khususnya, harganya pun lumayan bagus menurut petani. Tengkulak membeli Rempah Temu yang sudah dikeringkan dengan harga kisaran RP.7000,00 perkilonya, sebelum pandemi harga Rempah Temu di tingkat petani hanya Rp.3.500,00 sampai Rp.5.000,00 perkilonya. Cek harga di penjualan online, ternyata harganya sangat fantastic hingga mencapai RP.39.000,00 perkilogramnya. Begitupun petani sudah merasa puas dengan hasil yang mereka peroleh karena menanam Rempah Temu tidak butuh pupuk mahal seperti menanam cabai.

Penjemuran Temu Rempah di di Desa Karangsari Kecamatan Kebasen Kabupaten Banyumas Purwokerto Jawa Tengah. (f:ist/mistar)

Di tengah pandemi Covid-19 ini , Kementerian Perdagangan (Kemendag) memandang ekspor komoditas rempah berpeluang meningkat karena rempah diyakini mampu menjaga imunitas tubuh. Kementerian Perdagangan mencatat sepanjang Januari-April 2020, ekspor komoditas rempah Indonesia mencapai US$ 218,69 juta atau meningkat 19,28% dibandingkan periode sama tahun 2019 yang sebesar US$ 183,34 juta. Padahal, sepanjang 2015-2019, tren ekspor rempah mengalami penurunan rata-rata 7,90% per tahun.

“Saya percaya rempah, apapun jenisnya, masih sangat dibutuhkan di pasar dunia sampai saat ini, karena rempah bisa memberikan kekuatan imunitas bagi konsumen atau masyarakat, terutama di masa pandemi ini. Jadi dengan pandemi ini kita bersyukur karena masyarakat dunia melihat natural resources seperti rempah itu sangat dibutuhkan,” ucap Direktur Pengembangan Produk Ekspor Kementerian Perdagangan, Olvy Andrianita, dalam webinar “Strategis Diversifikasi dan Adaptasi Produk Ekspor Rempah-Rempah di Masa dan Setelah Pandemi Covid-19”, Kamis (25/6). ((Kompas, Kemendag Dorong Ekspor Rempah di Tengah Pandemi Covid-19, Kamis 25 Juni 2020).

Peluang Pasar

Direktur Pengembangan Produk Ekspor, Kementerian Perdagangan Olvy Andrianita mengatakan, komoditas Rempah Temu memiliki potensi pasar yang besar dan sangat mudah dibudidayakan di dalam negeri. Apalagi manfaatnya tak kalah dengan rempah lainnya.

“Rempah-rempah yang memiliki potensi namun belum dikembangkan adalah temu kunci. Sangat mudah dikembangkan, namun belum populer. Kemudian juga temulawak. Itu juga jagoan Indonesia,” katanya dalam konferensi video, Kamis (25/6). (sumber ;Kompas,com).
Saat ini, pemerintah pun mencoba mencari pasar baru di luar pasar utama tujuan ekspor Indonesia seperti ke Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Eropa Timur, dan Rusia. Sementara itu, negara tujuan ekspor utama rempah-rempah Indonesia pada 2019 masih didominasi oleh Amerika Serikat (AS) sebesar US$144,62 juta, India US$100 juta, dan Vietnam US$90,25 juta

Di masa pandemi ini , nilai penjualan produk herbal atau obat tradisional di Indonesia meningkat signifikan sejak 2017. Rata-rata pertumbuhan jamu 9,8 persen per tahun pada 2017-2022, menurut data dari Euromonitor 2017. “Tahun 2017 sudah Rp 10,6 triliun. Perkiraan di 2020 ini sekitar Rp 12 triliun dan 2022 Rp 13,2 triliun.
Manfaatkan Koperasi

Panen raya Rempah Temu di Kabupaten Banyumas membuat girang para tengkulak, karena penjualan ke pabrik jamu lancar jaya, bahkan mereka masih kekurangan bahan dengan tingkat produksi yang meningkat. Selvie menjelaskan tengkulak menjual hasil dari petani ke PT. Lestari Jaya Bangsa, Jalan Raya Cilacap-Banyumas Kecamatan Kebasen Kabupaten Banyumas. Pabrik memproduksi produk makanan lokan seperti emping melinjo dan produk herbal jamu. Dan hasil dari produk tersebut diekspor ke luar negeri.

Ari, tetangga sebelah rumah Silve adalah salah satu tengkulak yang mengumpulkan hasil panen dari petani di Desa Karangsari. Menurutnya, menjual ke pabrik harus partai besar karena itu petani tidak bisa langsung menjual ke pabrik. Dirinya mengaku dapat menjual dengan harga mencapai Rp.10.000,00 sampai Rp.15.000,00 perkilo di lihat dari kwalitasnya. “Tapi ya itu, harus punya modal dan berani ambil resiko jika kwalitas tidak bagus,” katanya.

Sangat miris rasanya melihat jauhnya perbandingan harga di tingkat petani dengan penjualan oleh tengkulak ke pasar dan ke-pabrik, tapi petani harus puas dengan kondisi tersebut karena tidak ada jalan lain untuk pemasaran.

Berdiskusi dengan Selvie yang kuliah di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Purwokerto jurusan Manajemen Perbankan Syariah, masyarakat desa perlu menggagas terbentuknya Koperasi Unit Desa (KUD) yang belum ada di Desa Karangsari. KUD-KUD yang ada di Desa-Desa dan Kabupaten yang ada di Indonesia, selama ini banyak yang sukses dan membawa perekonomian yang lebih baik di Desa.

Selvie dan teman-teman kampusnya diharapkan mampu menjadi motor penggerak terbentuknya koperasi petani ‘Rempah Temu’ yang ada di Desanya. Koperasi nantinya dapat menampung hasil panen petani untuk dipasarkan ke pabrik bahkan mungkin ekspor ke luar negeri yang harganya akan mengikuti pasar dunia.

Rempah Temu dengan berbagai macam khasiatnya merupakan rempah herbal yang telah diakui dunia untuk meningkatkan imun, pasarnya juga sudah jelas, petaninya ada, barangnya ada, maka yang perlu dikembangkan adalah semangat petani untuk hasil yang lebih baik. Di sini banyak pihak harus terlibat, aparatur desa, pemerintah kabupaten dan pemerintah pusat. (hm06)

Related Articles

Latest Articles