8.8 C
New York
Thursday, March 28, 2024

Kapan Covid-19 Ini Akan Berakhir?  

Oleh: Herman, S.Pd., M.Pd.

Pertanyaan di atas yang menjadi judul dari tulisan ini pastinya menjadi pertanyaan yang sungguh amat ditunggu jawabannya oleh semua orang baik di Indonesia maupun di seluruh dunia. Jika kita melihat data update terakhir yang dirilis oleh World Health Organization (Organisasi Kesehatan Dunia) secara global per 25 Mei 2020, maka terdapat 216 negara yang ikut menjadi penyebaran virus corona, dengan kasus terkonfirmasi positif sebanyak 5.307.298 orang, orang yang meninggal akibat virus corona sebanyak 342.070 orang. Sementara khusus di negara kita, Indonesia seperti yang dirilis di www.covid19.go.id  per update terakhir 25 Mei 2020, jumlah orang yang positif virus corona sebanyak 22.750 orang, orang yang sembuh sebanyak 5.6.42 orang dan orang yang meninggal sebanyak 1.391 orang. Di ASEAN, Indonesia menjadi negara kedua terbanyak kasus covid-19 setelah negara Singapura.

Jumlah orang yang positif covid-19 bertambah dari sebelumnya dan bahkan jumlah yang positif sempat naik hampir 1.000 orang per hari yang merupakan rekor kenaikan jumlah dari yang biasanya, tepatnya pada hari Kamis, 21 Mei 2020 yaitu sebanyak 973 orang. Tentunya hal ini menjadi sangat runyam sekali mengingat pertama sekali Indonesia melaporkan kasus covid-19 di bulan Maret 2020 sedangkan negara-negara lain sudah berjibaku untuk melawan covid-19 sejak bulan Januari 2020. Dari keseluruhan negara ASEAN, grafik penurunan kasus positif covid-19 tidak Nampak menurun, namun semakin meningkat. Grafik tersebut dapat dilihat pada grafik berikut yang dirilis sampai dengan 22 Mei 2020 (sumber: liputan6.com)

Penulis : Herman, S.Pd., M.Pd.

Semua negara lain di ASEAN cenderung mengalami penurunan penyebaran covid-19 yang ditandai dengan penerapan lockdown secara tegas. Di Singapura, kasus baru per hari sebanyak 614 per 22 Mei 2020 yang terjadi penurunan dari sebelumnya sebanyak 1.500 kasus baru per hari di bulan April 2020 lalu. Filipina juga menujukkan penurunan kasus covid-19 dari puncaknya pada bulan Maret 2020 lalu menjadi ratusan kasus per hari. Vietnam menjadi negara yang paling sedikit kasus dengan keberhasilan mereka melakukan lockdown di negara mereka.

Pemerintah Indonesia sendiri tidak melakukan kebijakan lockdown, namun tetap  berupaya untuk menekan penyebaran covid-19. Pemerintah telah melakukan upaya untuk dengan menerbitkan sebuah kebijakan yaitu Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Berdasarkan PP Nomor 21 Tahun 2020 Pasal 1, dijelaskan bahwa Pembatasan Sosial Berskala Besar merupakan pembatasan kegiatan tertentu dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Kebijakan pemerintah tersebut juga tertuang dalam aturan PMK Nomor 9 Tahun 2020 pasal 2 yang tertulis bahwa untuk dapat ditetapkan sebagai PSBB, maka suatu wilayah provinsi/kabupaten/kota harus memenuhi dua kriteria. Pertama, yaitu jumlah kasus atau kematian akibat penyakit meningkat dan menyebar secara signifikan secara cepat ke beberapa wilayah. Singkatnya PSBB ini lebih ketat peraturannya daripada himbauan physical distancing (yang dikenal sebelumnya dengan social distancing) kepada masyarakat.

 PANDEMI KEBODOHAN

Namun, tentu saja tidak ada kebijakan yang berhasil tanpa adanya kerjasama dari masyarakatnya itu sendiri. Inilah yang menjadi salah satu sumber masalah di Indonesia dimana upaya pemerintah tidak dapat berjalan dengan baik. Masalah pertama yaitu pandemi covid-19 yang sampai sekarang belum ada vaksin atau obat dan masalah kedua yaitu pandemi kebodohan yang terjadi sekarang ini. Ketidakpedulian atau acuh terhadap aturan yang dibuat oleh pemerintah merupakan bagian dari pandemi kebodohan yang sulit diperangi oleh pemerintah. Himbauan pemerintah untuk menghindari kerumunan, tidak berkumpul-kumpul atau menjaga jarak tidak dipedulikan oleh masyarakat. Seperti yang kita lihat di berita baik daring maupun cetak, masyarakat mendatangi pusat perbelanjaan untuk membeli pakaian baru. Termasuk banyak masyarakat yang tetap mendatangi tempat hiburan seperti café, mall, dan lain sebagainya tanpa mempedulikan himbauan pemerintah agar tetap di rumah untuk memutus rantai penyebaran covid-19. Masyarakat tampaknya tidak menyadari akan bahaya covid-19, bahkan sampai-sampai banyak isu-isu di masyarakat yang mengatakan bahwa covid-19 ini adalah politik pemerintah saja. Sungguh miris memang mendengar isu-isu tersebut, yang notabene pemerintah sudah sangat bekerja keras untuk melindungi masyarakat dari bahaya covid-19. Tentunya para tenaga medis yang menjadi garda terdepan sungguh sedih, kesal dan muak melihat serta mendengar ketidakpedulian masyarakat. Banyak tenaga medis baik dokter maupun perawat telah bekerja keras selama 24 jam dan bahkan waktu istirahat sangat sedikit termasuk waktu dengan keluarga tidak ada demi berjibaku menyelamatkan hidup pasien covid-19. Bahkan banyak yang wafat terkena covid-19 demi menyelamatkan masyarakat, namun mereka pun mulai angkat tangan terhadap situasi tersebut. Sampai ada tagar ‘Indonesia Terserah’ yang berarti bahwa terserah para masyarakat untuk mau melakukan apapun.

Tingkat Kematian berdasarkan Kelompok Usia

Tingkat kematian orang yang positif covid-19 terbanyak oleh para orang tua lanjut usia (lansia) dan balita. Data tingkat kematian pasien Corona berdasarkan usia ini mulanya ditampilkan oleh KawalCOVID19 melalui akun twitternya pada 24 Mei 2020. KawalCOVID19 merupakan inisiatif gerakan dari para diaspora untuk memantau data perkembangan pandemi Corona di Indonesia. Data yang ditampilkan oleh KawalCOVID19 ini merupakan hasil oleh data dari Data resmi Pemerintah via situs covid19.go.id per 23 Mei 2020. Saat itu kasus corona di Indonesia mencapai 21.745 dengan data usia 19.984. sedangkan total kematiannya mencapai 1.242.

Berikut hasil olah data pasien corona meninggal dunia berdasarkan kelompok usia:

  1. 0-5 tahun : 10 orang meninggal   (2,49% dari 399 kasus)
  2. 6-17 tahun : 7 orang meninggal     (0,68% dari 1,098 kasus)
  3. 18-30 tahun : 40 orang meninggal   (0,99% dari 4.033 kasus)
  4. 31-45 tahun : 143 orang meninggal (2,45% dari 5.289 kasus)
  5. 46-59 tahun : 501 orang meninggal (8,99% dari 5.570 kasus)
  6. >60 tahun : 541 orang meninggal (17,70% dari 3.054 kasus)

(sumber data dari Detik.com)

Belajar dari Flu Spanyol 1918

Melihat tingkat kematian di poin atas sebelumnya serta penyebaran covid-19 ini, umat manusia perlu belajar dari pengalaman sejarah yang pernah terjadi sebelumnya, sebuah pandemi terbesar yang pernah terjadi sepanjang sejarah manusia yaitu flu Spanyol pada tahun 1918. Pandemi flu spanyol ini menjangkiti lebih dari 500 juta orang di seluruh dunia, sekitar 1/3 populasi di planet ini, dan membunuh sekitar 40 sampai 50 juta orang dalam dua tahun antara tahun 1918 dan 1920. Berdasarkan data hasil riset jurnalis BBC World Service, Fernando Duarte, flu Spanyol tercatat menewaskan lebih banyak orang daripada Perang Dunia I. Pandemi Flu Spanyol berlangsung selama 2 tahun dengan 3 gelombang. Dari ketiga gelombang, gelombang kedua lah yang paling mematikan. Orang-orang pada saat itu merasa sangat tidak nyaman dengan aturan karantina dan jaga jarak (physical distancing). Setelah aturan tersebut dilonggarkan, minggu berikutnya pandemi flu tersebut datang kembali menyerang dan menginfeksi. Gelombang kedua ini bahkan menewaskan lebih dari 10.000 orang.

Berdasarkan sumber history.com, salah satu alasan mengapa flu spanyol tahun 1918 merenggut banyak nyawa adalah karena kurang tegasnya aturan/kebijakan karantina dan jaga jarak (physical distancing) dan paling utama adalah sains tidak memiliki alat untuk mengembangkan vaksin untuk virus tersebut. Bahkan World Health Organization (WHO) atau yang dikenal dengan nama Organisasi Kesehatan Dunia baru didirikan pada tahun 1948. Kini kita bisa berharap bahwa umat manusia, khususnya di Indonesia bisa berkaca, belajar, dan tidak mengulang kembali dari sejarah yang pernah terjadi sebelumnya agar mencegah penyebaran covid-19 yang lebih dahsyat lagi.

Syarat untuk Normal Life kembali

Jika merujuk terhadap tingkat kematian dan sejarah di tahun 1918 diatas, ada beberapa syarat untuk kita semua agar mendapatkan normal life (kehidupan normal) kembali. Syarat-syrat ini sudah sangat familiar (akrab) di tengah masyarakat, namun terkesan masih tidak dihiraukan. Seperti penjelasan diatas sebelumnya, tidak ada kebijakan yang berhasil tanpa adanya kerjasama dari masyarakatnya itu sendiri. Berikut beberapa syarat seperti yang dirangkum dari berbagai sumber serta pandangan pribadi:

  1. Rajin cuci tangan

Hampir semua tempat di kota telah menyediakan tempat untuk mencuci tangan dengan sabun atau sabun cair. Namun tidak semua masyarakat yang hendak memasuki tempat tersebut sadar akan mencuci tangan sebelum masuk. Kalau di Bank, maka satpam lah yang sering mengingatkan masyarakat untuk mencuci tangan sebelum masuk ke dalam bangunan. Singkatnya masyarakat harus punya kesadaran sendiri untuk rajin mencuci tangan tanpa disuruh.

  1. Selalu mengenakan masker

Pemerintah telah menghimbau kepada masyarakat agar menghindari keluar rumah jika tidak diperlukan. Jika memang harus keluar rumah, maka dianjurkan untuk memakai masker. Kita baru-baru saja melihat berita di televisi atau media ada kasus seorang polisi yang marah ditegur oleh TNI atau petugas yang sedang bertugas untuk menertibkan masyarakat yang tidak taat aturan dengan harapan untuk memutus rantai covid-19. Dan masih banyak masyarakat yang tidak memakai masker jika keluar rumah. Tentunya harus ada kesadaran sendiri juga untuk membiasakan diri memakai masker.

  1. Tetap memberlakukan jaga jarak (physical distancing)

Pemberlakuan jaga jarak ini tentunya sangat amat penting dalam kehidupan bersama covid-19 yang belum tentu akan berakhir dalam waktu dekat ini. Di beberapa tempat di kota saya sendiri, menjelang hari raya, banyak sekali masyarakat yang datang ke pusat perbelanjaan pakaian dan tidak melakukan aturan jaga jarak. Banyak restoran maupun café yang telah mulai ramai dikunjungi oleh masyarakat dan bergerombolan. Tentunya baik TNI ataupun polisi mulai sibuk untuk datang memeriksa. Jumlah petugas yang memeriksa pastinya sangat terbatas dengan begitu banyaknya jumlah masyarakat di suatu tempat. Oleh sebab itu, harus dari diri sendiri yang sadar untuk menerapkan physical distancing agar kita dan keluarga terhindar dari penyebaran covid-19.

  1. Menghindari kerumuman banyak orang atau berkumpul-kumpul.

Menghindari kerumuman banyak orang ini tentunya wajib kita lakukan di beberapa tempat yang biasanya ramai orang kunjungi seperti transportasi umum (seperti commuter line, MRT, LRT, taksi, angkot, ojek, dan sebagainya di mana banyak orang secara bergantian berada di dalam atau bersama-sama berdiam diri di dalam kendaraan), tempat umum (halte, stasiun, dan mall yang biasa menjadi tempat yang ramai dikunjungi orang), dan tempat perbelanjaan (Supermarket dan pasar) yang tidak ditutup karena menjual kebutuhan utama semua orang. Tentunya kembali kepada kesadaran sendiri masyarakat untuk menghindari tempat-tempat tersebut.

Dari keempat syarat untuk mendapatkan hidup normal kembali serta merujuk kepada judul tulisan diatas, hanya ada satu kata kunci agar covid-19 ini segera berakhir, yaitu ‘kesadaran’. Kesadaran diri terhadap kebijakan atau aturan yang telah diterapkan pemerintah sangat berperan penting dalam memutus rantai penyebaran covid-19 serta melindungi kita dan keluarga kita dari bahaya covid-19. Keberhasilan suatu kebijakan atau aturan itu tergantung kepada kesadaran dan kerjasama dari masyarakat itu sendiri. Janganlah kita selalu menyalahkan pemerintah terhadap situasi pandemi sekarang ini. Pemerintah tentunya berupaya keras agar situasi menjadi normal kembali seperti semula, dengan catatan kita sebagai masyarakat juga harus bisa saling kerjasama sehingga covid-19 ini akan cepat menunjukkan grafik penurunan dan covid-19 ini juga akan berlalu dan berakhir.

(Penulis adalah Mahasiswa S-3 Linguistik Terapan Bahasa Inggris (LTBI) Universitas Negeri Medan dan juga Dosen Universitas HKBP Nommensen)

 

 

Related Articles

Latest Articles