7.8 C
New York
Friday, April 19, 2024

Guru Profesional dan Profesionalisme Guru

MISTAR.ID – Kita baru saja merayakan hari ulang tahun (HUT) guru yang ke-74 di Negara yang kita cintai, Indonesia. Jika merujuk kepada angka 74 yang disebutkan, maka kita pasti mengetahui bahwa sudah cukup tua usia guru di negara kita ini. Bahkan usia guru sama dengan usia negara kita sejak merdeka sampai sekarang.

Dengan usia yang telah memasuki kepala tujuh, sewajarnya kita berharap bahwa guru-guru kita sudah seharusnya menjadi seorang guru yang profesional. Dengan lahirnya guru profesional, maka akan lahir juga generasi penerus bangsa yang mampu memajukan negara kita di zaman milenium ini.

Oleh sebab itu, pemerintah telah berupaya melahirkan guru yang profesional dengan melihat bahwa dari sektor pendidikanlah, ke3majuan Indonesia bisa tercapai.

Kita bisa melihat dari perbandingan bahwa APBD untuk sektor pendidikan telah bertambah, khususnya dengan adanya bantuan tunjangan sertifikasi guru kepada guru-guru agar menjadi lebih profesional.

Sertifikasi ini muncul karena berbagai problematika terhadap kesejahteraan guru yang tidak memadai sejak dulu. Sehingga selalu ada istilah “Guru Tanpa Tanda Jasa” dimana selalu menitik beratkan kepada jasa guru.

Jika kita melirik kembali kepada judul di atas, maka muncul juga pertanyaan: Apa itu yang disebut profesional? Dan siapa saja guru yang pantas disebut sebagai guru profesional? Dan bagaimana cara agar menjadi seorang guru yang profesional?

Makna Profesional

Ketiga pertanyaan di atas dapat dijawab dengan beragam macam jawaban dengan sudut pandang yang berbeda-beda dan tergantung kepada siapa yang menjawab.

Saya akan mencoba membahas ketiga pertanyaan tersebut diatas. Jika kita mencoba untuk memahami apa itu pengertian dari professional, tentunya bisa banyak jenis pemahaman.

Ada yang mengatakan bahwa guru yang profesional itu adalah guru yang mampu mengajarkan materi pembelajaran dari yang paling sulit kepada siswa untuk dicerna dengan mudah.

Ada juga yang mengatakan bahwa profesional itu adalah mampu bertanggungjawab terhadap segala tugas yang dibebankan kepada dia.

Sebenarnya kalau jika mencoba memahami kata professional, maka profesional itu maknanya adalah ahli atau berprofesi. Semua definisi yang telah disebutkan sebelumnya, sebenarnya mempunyai makna dan pengertian yang mendasar dan sama mengenai apa itu profesional.

Sebagai contoh, seorang guru. Kita tahu bahwa guru bertugas mengajar murid/siswa di sekolah. Tugasnya bukan hanya mengajar, tetapi juga mendidik, memotivasi, mengayomi dan juga membimbing.

Selain tugas tersebut, guru juga sebenarnya harus mengerjakan tugas administrasi di sekolah seperti menyusun rencana perangkat pengajaran (RPP), membuat program semester (prosem), membuat program tahunan (prota), mengisi laporan bulanan, mengisi rapor, membuat jurnal, dan tugas lainnya.

Guru tidak bisa hanya berdalih mengatakan bahwa tugas seorang guru hanya mengajar dan tugas administrasi merupakan tugas dari seorang tenaga kependidikan atau yang lebih dikenal sebagai pegawai tata usaha.

Kedua tugas yaitu pengajaran dan administrasi merupakan kedua hal yang tak terpisahkan dari posisi dari seorang guru.

Contoh lain adalah dengan mendahulukan tugas atau kepentingan umum daripada mementingkan kepentingan pribadi juga merupakan simbol dari sifat professional.

Singkatnya jika tugas yang diberikan dapat dilaksanakan dengan baik dan mempunyai sifat yang mendahulukan kepentingan umum, maka seseorang akan disebut dengan istilah profesional.

Bukti Seorang Guru Profesional

Untuk pertanyaan kedua, saya akan mengatakan bahwa guru yang pantas disebut professional adalah guru yang telah mendapatkan tunjangan sertifikasi.

Pastinya jawaban sederhana ini akan mendapatkan perdebatan dari berbagai kalangan atau pembaca di seluruh Indonesia. Mengapa saya menjawab dengan tunjangan sertifikasi?

Kalau kita membicarakan mengenai sertifikasi, tentu saja tunjangan yang menjadi topik utama. Namun kita sedikit lupa bahwa syarat mendapatkan tunjangan sertifikasi adalah dengan memperoleh sertifikat pendidik bagi guru-guru.

Dalam sertifikat pendidik, tertulis bahwa guru yang namanya dituliskan dalam sertifikat pendidik telah menjadi GURU PROFESIONAL dalam bidang studi yang diampu.

Maka dari itu GURU PROFESIONAL adalah GURU SERTIFIKASI yang sudah disertifikasi oleh instansi yang dihunjuk oleh pemerintah. Tetapi realita di lapangan, masih banyak guru yang telah diberikan pelatihan berupa PLPG yang hasilnya guru sertifikasi, tetapi profesionalisme mereka masih dipertanyakan.

Dipertanyakan dalam arti dimana cara pengajaran para guru di sekolah masih didominasi oleh teacher-centered yang seharusnya menjadi student-centered dengan menggunakan kurikulum terbaru, yakni Revisi Kurikulum 2013.

Pelatihan yang telah diberikan sewaktu di PLPG tampak tidak terimplikasi dengan baik yang disebabkan oleh para guru sudah merasa nyaman dengan metode pengajaran mereka sendiri yang telah berlangsung selama ini.

Namun diluar dari semua masalah tersebut yang disebutkan diatas, mereka tetaplah guru professional yang telah diakui oleh instansi pemerintah dari sudut pandang sertifikat pendidik walaupun kenyataannya belum profesional.

Menjadi Guru Profesional

Setelah dua pertanyaan diparagraf sebelumnya telah dijawab, maka sekarang kita akan membahas mengenai bagaimana cara guru menjadi guru yang lebih professional?

Sebelumnya telah dijelaskan sebelumnya bahwa guru professional adalah guru yang telah sertifikasi. Dalam hal ini, saya akan membahas cara menjadi seorang guru professional.

Ada aspek penting yang perlu diperhatikan untuk menjadi seorang guru yang professional yaitu kesempatan belajar. Banyak kita melihat bahwa guru telah berhenti belajar setelah mereka selesai dari masa pelatihan formal mereka.

Guru sering merasa cukup dengan apa yang telah mereka dapatkan sejak di perkuliahan sampai lulus dan pelatihan formal yang diwajibkan kepada mereka dari pihak sekolah.

Padahal kita sering mendengar istilah yaitu “Long life education” yang bermakna belajar sepanjang hayat atau belajar selama kita masih hidup. Pengetahuan dari zaman ke zaman terus berkembang dan berubah.

Apalagi sejak zaman millennium, masuk awal tahun 2000-an, dimana teknologi mulai berkembang dan sampai sekarang sudah menjadi bagian dari hidup manusia.

Malah kita melihat bahwa teknologi sekarang menjadi alat bantu yang sangat krusial dalam hidup manusia. Tapi kemajuan teknologi sekarang ini tidak dibarengi dengan kesempatan bagi kita sebagai manusia untuk belajar lebih dan lebih lagi.

Malah sekarang ini kita melihat begitu banyak e-book (electronic book) yang dapat kita dapatkan lebih mudah daripada membeli cetakannya. Oleh sebab itu, saya akan katakan bahwa kesempatan belajar merupakan aspek yang sangat penting bagi guru untuk mempertahankan profesionalisme mereka sebagai guru profesional.

Kesempatan belajar terbagi dua yaitu kesempatan belajar formal (resmi) dan kesempatan belajar tidak formal (tidak resmi).

Kesempatan Belajar Resmi (Formal Learning Opportunities)

Kesempatan belajar formal artinya pembelajaran terstruktur yang berdasarkan kurikulum yang telah ditetapkan.

Contoh pembelajaran terstruktur yaitu seperti workshop, kursus, ataupun pelatihan (seperti PLPG yang sekarang telah berganti nama menjadi PPG, Program Profesi Guru).

Pertama-tama, mari kita bahas mengenai kesempatan yang telah disebutkan sebelumnya dengan sebuah contoh dasar dari sebuah kesempatan yang dapat dilakukan oleh seorang guru, yaitu mengikuti kursus atau yang lebih umum dikenal sebagai “les”.

Sering kali kita merasa malu untuk belajar yang disebabkan guru merasa janggal bahwa akan diajari oleh orang lain, yang juga disebut sebagai guru.

Keengganan untuk belajar karena perasaan malu ini harus dihilangkan. Sebagai contoh kesempatan untuk kursus disini dapat kita gambarkan dengan kursus menggunakan computer.

Banyak guru di Negara kita yang sudah rata-rata mengajar lebih dari 20 atau 30 tahun ke atas. Beberapa usia dari guru-guru yang telah lama mengajar, kita sebutlah guru senior, berkisar 50 tahunan atau ada juga yang sudah 60 tahunan.

Disaat yang sama, perubahan kurikulum juga menuntut perubahan dari cara mengajar dan cara administrasi. Kurikulum yang telah kita lihat berubah yaitu dari CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) yang sangat popular di tahun 90-an berubah menjadi KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pembelajaran) yang dimulai dari sejak tahun 2006 dan berubah menjadi K-13 (Kurikulum 2013) yang kemudian diperbaharui menjadi Revisi Kurikulum 2013.

Khususnya di Kurikulum 2013 yang menitikberatkan kepada penilaian siswa menggunakan Aplikasi computer, maka dari itu guru-guru senior yang disebutkan diatas, harus mengambil kesempatan untuk belajar dengan kursus komputer untuk mengikuti perkembangan zaman dan tuntutan kurikulum yang dibebankan oleh pemerintah kepada setiap tenaga pendidik di Indonesia.

Kursus komputer tersebut juga dapat dilakukan di sekolah (kebijakan sekolah), dimana guru komputer diminta untuk mengajar dan memfasilitasi guru-guru senior.

Hal ini disebabkan motivasi dari guru-guru tersebut pastilah sudah menurun dalam belajar yang disebabkan oleh usia dan masa produktif.

Kesempatan Belajar Tidak Resmi (Informal Learning Opportunities)

Kesempatan belajar tidak resmi ini berbanding terbalik dengan kesempatan belajar resmi seperti yang dibahas di point sebelumnya.

Informal learning ini tidak mengacu kepada kurikulum yang tersedia namun lebih condong mengacu kepada aktivitas secara individu yang dilakukan oleh guru itu sendiri seperti membaca buku, pengamatan kelas serta aktivitas kolaborasi seperti percakapan dengan teman sejawat/orangtua, dan membuat kelompok belajar.

Jika kita persempit penjelasan untuk informal learning ini, maka aktivitas dalam kesempatan belajar ini adalah lebih terarah kepada inisiatif guru itu sendiri.

Guru itu bukanlah penerima ilmu pengetahuan namun merekalah yang mengatur proses pembelajaran itu dan menentukan tujuan pembelajaran serta metode dan strategi secara bebas.

Secara umum, kesempatan belajar tidak resmi ini sering tersirat dalam konteks di dalam kelas atau di sekolah yang mengizinkan para guru untuk mempunyai inisiatif sendiri dalam pengembangan diri mereka masing-masing.

Kesimpulan

Menjadi seorang guru professional itu tidak semudah yang tertera dalam sertifikat pendidik (guru sertifikasi) namun perlu juga pengembangan diri guru tersebut terhadap dirinya masing-masing.

Sudah seharusnya guru-guru menyisihkan sebagian dari tunjangan sertifikasi mereka untuk mengambil kesempatan belajar baik formal maupun informal yang berupa mengikuti seminar, workshop, dan lain sebagainya.

Untuk guru yang belum memperoleh sertifikasi, janganlah bersedih dan berdalih tidak perlu pengembangan diri namun harus tetap pada prinsip professional dalam segala hal.

Perlu diingat bahwa profesionalisme seorang guru tidak dapat hanya diukur dengan kata “sertifikasi” saja namun harus lebih dari seorang yang sudah bersertifikasi.

Selamat hari Guru Nasional ke–74 bagi guru bangsa Republik Indonesia. Pendidikan maju, maka Negara pun maju. Jayalah terus pendidik di negeri tercinta kita ini dan janganlah bosan-bosannya pemerintah dalam mencoba mendukung kemajuan dalam bidang pendidikan walaupun sangat berat tugas tersebut. Dirgahayu Guru Indonesia.

(Penulis adalah Mahasiswa S-3 Linguistik Terapan Bahasa Inggris (LTBI) Universitas Negeri Medan dan juga Dosen Universitas HKBP Nommensen)

Related Articles

Latest Articles