12.9 C
New York
Sunday, April 21, 2024

Bubarkan Kementerian ATR atau BPN?

Oleh: Dr. Henry Sinaga, SH,SpN,MKn

Di Indonesia saat ini, ada dualisme kelembagaan yang mengurusi soal tanah atau pertanahan. Kedua lembaga itu yakni: pertama, Kementerian Agraria Dan Tata Ruang (Kementerian ATR), sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2015 (Perpres 17/2015) Tentang Kementerian Agraria Dan Tata Ruang.

Kedua, adalah Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang diatur oleh Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015 (Perpres 20/2015) Tentang Badan Pertanahan Nasional.

Dualisme kelembagaan ini ditemukan pada tugas dan fungsi kedua lembaga itu yakni tugas Kementerian ATR menurut Perpres 17/2015 adalah menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.

Salah satu fungsi Kementerian ATR menurut Perpres 17/2015 adalah menyelenggarakan: perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang tata ruang, infrastruktur keagrariaan/pertanahan, hubungan hukum keagrariaan/pertanahan, penataan agraria/pertanahan, pengadaan tanah, pengendalian pemanfaatan ruang dan penguasaan tanah, serta penanganan masalah agraria/pertanahan, pemanfaatan ruang, dan tanah.

Sementara itu tugas BPN menurut Perpres 20/2015 adalah melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Tidak diketahui secara jelas apa dasar pertimbangan Presiden membentuk dua lembaga yang berbeda untuk mengurusi persoalan yang sama, namun apapun pertimbangannya, sebaiknya salah satu dari kedua lembaga tersebut dibubarkan.

Lalu pertanyaan muncul, yang mana yang harus dibubarkan, Kementerian ATR atau BPN ?

Untuk menjawab pertanyaan ini, ada 2 (dua) opsi yang terlebih dahulu harus dipilih yaitu: Apakah UUPA (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau Undang-Undang Pokok Agraria disingkat UUPA) tetap dipertahankan atau dicabut ?

Pilihan atas kedua opsi inilah yang menentukan jawaban atas pertanyaan di atas, karena eksistensi UUPA sangat mempengaruhi eksistensi Kementerian ATR dan BPN, atau dengan perkataan lain sesungguhnya penyebab terjadinya dualisme kelembagaan itu adalah UUPA.

Pengertian dan ruang lingkup agraria menurut UUPA yang terlalu luas adalah pemicu dan pemacu terjadinya dualisme kelembagaan tersebut. Menurut UUPA pengertian dan ruang lingkup agraria adalah meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

Selanjutnya menurut UUPA ruang lingkup bumi dan kekayaan alam yang terkandung di bumi antara lain meliputi beberapa sektor yaitu pertanahan, kehutanan, pertambangan, termasuk minyak dan gas bumi (energi dan sumber daya mineral).

Sedangkan pengertian air dan ruang lingkup air beserta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya menurut UUPA juga meliputi beberapa sektor yaitu antara lain sumber daya air, kelautan/maritim, dan perikanan.

Lebih lanjut menurut UUPA pengertian ruang angkasa adalah ruang di atas bumi dan di atas air yang meliputi sektor tata ruang (pengertian dan ruang lingkup agraria menurut UUPA ini sesungguhnya sama dengan pengertian dan ruang lingkup sumber daya alam).

Saat ini, hampir semua sektor-sektor agraria/sumber daya alam tersebut telah memiliki undang-undang tersendiri dan kementerian tersendiri (contoh sektor kehutanan, sudah ada undang-undang kehutanan dan kementerian kehutanan, sektor lingkungan hidup sudah ada undang-undang lingkungan hidup dan kementerian lingkungan hidup, dan lain-lain), dan mungkin hanya sektor pertanahan yang belum memiliki undang-undang pertanahan tersendiri dan kementerian pertanahan tersendiri.

Jika mengacu kepada pengertian dan ruang lingkup agraria menurut UUPA maka Kementerian ATR sebenarnya tidak dapat disamakan/disetarakan/disejajarkan dengan BPN, karena pertanahan itu adalah sebagian kecil dari ruang lingkup agraria menurut UUPA.

Demikian halnya dengan tata ruang, tidak dapat disamakan/disetarakan/disejajarkan dengan kementerian agraria, karena tata ruang adalah sebagian kecil dari agraria menurut UUPA. Sebaiknya kementerian tata ruang dibuat tersendiri karena undang-undangnya juga sudah ada tersendiri, sama seperti undang-undang dan kementerian sektoral agraria/sumber daya alam lainnya.

Mudah-mudahan dalam waktu tidak terlalu lama lagi akan lahir undang-undang tersendiri untuk sektor pertanahan dan mudah-mudahan kementeriannyapun tersendiri yaitu kementerian pertanahan supaya sama/sejajar/setara dengan kementerian sektor-sektor agraria/sumber daya alam lainnya, karena saat ini Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan sedang dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).

1.Opsi Pertama, jika UUPA tetap dipertahankan

Jika UUPA tetap dipertahankan atau tidak dicabut dan RUU Pertanahan belum atau tidak disetujui menjadi Undang-Undang, maka untuk menghindari dualisme kelembagaan sebaiknya BPN dibubarkan.

Selanjutnya agar sinkron dengan pengertian dan ruang lingkup agraria menurut UUPA, Kementerian ATR seharusnya dirubah menjadi Kementerian Agraria (kementerian tata ruang dibuat tersendiri) dan Kementerian Agraria posisi atau kedudukannya sebagai kementerian koordinator (Menko) yang bertugas mengkoordinir kementerian-kementerian sektoral agraria/sumber daya alam lainnya yaitu kementerian kehutanan, kementerian energi dan sumber daya mineral, kementerian kelautan, kementerian lingkungan hidup dan lain-lain, dan sehubungan karena sektor pertanahan belum memiliki undang-undang dan kementerian tersendiri, sebaiknya tugas dan fungsi pemerintahan di sektor pertanahan dijalankan oleh Kementerian Koordinator (Menko) Agraria.

2.Opsi Kedua, jika UUPA Dicabut

Jika UUPA dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi (pencabutannya tentu melalui RUU Pertanahan yang sedang dibahas di DPR RI), maka sebaiknya Kementerian ATR yang pantas untuk dibubarkan.

Selanjutnya agar sinkron dengan RUU Pertanahan maka BPN harus dirubah menjadi Kementerian Pertanahan, karena jika RUU Pertanahan disahkan menjadi Undang-Undang maka tugas dan fungsi pemerintahan di sektor pertanahan idealnya dijalankan oleh Kementerian Pertanahan bukan Badan Pertanahan Nasional, supaya sama, seragam, sejajar dan setara dengan kementerian-kementerian sektoral agraria/sumber daya alam lainnya (menteri kehutanan, menteri kelautan, menteri lingkungan hidup, menteri energi dan sumber daya mineral dan lain-lain).

Dengan demikan lengkaplah kementerian-kementerian sektoral agraria/sumber daya alam, yang bertugas dan berfungsi di sektor masing-masing dan tidak ada lagi dualisme kelembagaan.

Penulis adalah Notaris/PPAT dan Dosen Program Studi Magister Kenotariatan USU–Medan

Related Articles

Latest Articles