10.1 C
New York
Wednesday, April 24, 2024

Virus Korona Senjata Biologi China Yang Bocor?

Seorang pakar biologi Israel menduga wabah virus korona mematikan yang menyebar secara global akibat bocornya senjata biologis China. Kebocoran itu berasal dari laboratorium Wuhan yang terkait dengan program senjata biologi rahasia milik negeri panda itu.

Laboratorium itu merupakan satu-satunya obyek yang dinilai mampu beroperasi mengembangbiakkan virus mematikan.

Dugaan ini disampaikan mantan perwira intelijen militer Israel, Dany Shoham, yang telah mempelajari senjata perang biologis China. Ia mengatakan, Institut Biologi Wuhan ini terkait dengan senjata biologis rahasia milik Beijing.

“Laboratorium tertentu di institut ini mungkin telah terlibat, dalam hal penelitian dan pengembangan, (senjata biologis) China, setidaknya sebagai fasilitas utama penyelarasan senjata biologi Cina,” ujar Shoham mengutip The Washington Times, Sabtu (25/1/20).
“Pengerjaan senjata rahasia ini dilakukan sebagai bagian dari penelitian ganda sipil-militer dan pastinya sangat rahasia,” katanya lagi.

Shoham meraih gelar doktor dalam bidang mikrobiologi medis. Dari tahun 1970 hingga 1991 ia adalah analis senior intelijen militer Israel untuk perang biologi dan kimia di Timur Tengah dan di seluruh dunia, dengan pangkat terakhir letnan kolonel.

China di masa lalu telah membantah memiliki senjata biologis ofensif. Namun, Departemen Luar Negeri AS, dalam sebuah laporan tahun lalu, mengatakan mereka mencurigai China telah terlibat dalam pekerjaan perang biologis terselubung.

Pihak berwenang China sejauh ini mengatakan bahwa asal-usul coronavirus yang telah membunuh banyak orang dan menginfeksi ratusan di pusat Provinsi Hubei, tidak diketahui. Gao Fu, Direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Tiongkok, mengatakan kepada media pemerintah pada hari Kamis dengan menyebutkan virus tersebut berasal dari hewan liar yang dijual di pasar makanan laut di Wuhan.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut coronavirus dengan kode 2019-nCoV. Pada sebuah pertemuan di Jenewa, Kamis, organisasi tersebut belum menyatakan kondisi darurat. Wabah virus menyebabkan gejala seperti pneumonia dan mendorong China untuk mengerahkan pasukan militer ke Wuhan minggu ini dalam upaya untuk menghentikan penyebaran. Semua perjalanan keluar dari kota berpenduduk 11 juta orang dihentikan.

Shoham menambahkan “Pada prinsipnya, infiltrasi virus keluar mungkin terjadi baik sebagai kebocoran atau sebagai infeksi tanpa disadari dalam ruangan dari seseorang yang biasanya keluar dari fasilitas yang bersangkutan. Ini bisa merupakan kasus di Institut Virologi Wuhan, tetapi sejauh ini tidak ada bukti atau indikasi terkait kejadian tersebut.”

Mantan dokter intelijen militer Israel itu juga mencurigai keterlibatan Institut Virologi Wuhan ketika sekelompok virologis China yang bekerja di Kanada mengirim sampel yang tidak semestinya ke China terkait beberapa virus paling mematikan di bumi, termasuk virus Ebola. Seorang juru bicara Kedutaan Besar China tidak membalas email saat dimintai

Kebal Antibiotik

Virus korona yang mendera China dan beberapa negara hingga saat ini para ahli memastikan belum ada antivirusnya. Bahkan antibiotik apapun tak akan mampu menghalau infeksi virus korona.

Para peneliti mengatakan hal itu berdasarkan fakta Lebih dari 90.000 orang dirawat di rumah sakit yang terkena virus korona kebal terhadap antibiotik tahun lalu. Angka-angka digital NHS menunjukkan angka-angka berada pada titik tertinggi sepanjang masa, dan para ahli memperingatkan bahwa korona menimbulkan ancaman terhadap kemanusiaan yang sama seriusnya dengan perubahan iklim.

Dan mereka mengatakan angka sebenarnya cenderung jauh lebih tinggi karena tes rumah sakit hanya mengambil sekitar setengah dari semua kasus. Angka-angka menunjukkan bahwa antara 2014 dan 2015 ada 64.293 kasus pasien yang didiagnosis dengan bug resisten. Ini telah meningkat dari tahun ke tahun, mencapai rekor 90.173 tahun lalu.

Hampir 3.000 orang terbunuh setiap tahun oleh korona, termasuk E. coli (inset) dan infeksi aliran darah Kleb-siella pneumoniae. Dr Simon Clarke, seorang ahli mikrobiologi di University of Reading, mengatakan: “Angka-angka ini menunjukkan kita melihat peningkatan yang berkelanjutan selama beberapa tahun dalam perawatan pasien rumah sakit dengan infeksi yang kebal antibiotik. Itu hanya menuju satu arah,” tuturnya seperti dilansir Daily Minggu (26/1/20).

Kepala NHS telah memperingatkan bahwa virus yang menyebabkan demam dan kesulitan bernafas, bisa mencapai Inggris ketika menyebar ke Asia. Itu terjadi ketika korban keempat dilaporkan meninggal di Provinsi Wuhan di China, virus itu dikhawatirkan telah menyebar ke Australia dan saat ini seorang turis Inggris sedang berjuang untuk hidupnya di Thailand.
Perkembangan virus korona misterius ini membuat WHO menggelar rapat darurat pada pekan ini.

WHO akan menggelar rapat Jenewa pada hari Rabu (22/1/20) untuk menentukan apakah akan menyatakan wabah virus tersebut dalam status darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional” –suatu penunjukan langka yang hanya digunakan untuk epidemi paling parah.

Menginfeksi Manusia

Terpisah, Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Prof. Amin Subandriyo mengatakan virus kcorona jenis baru yang pertama kali muncul di Wuhan, China, yakni 2019-nCov menjadi jenis virus corona ke-7 yang diidentifikasi menginfeksi manusia.

“Sampai saat ini sudah ada enam jenis virus korona yang diketahui yang menyerang manusia, dan sekarang tambah lagi 2019-nCoV,” kata Amin di Jakarta, Minggu (26/1/20).

Tujuh virus corona yang sudah diketahui dapat menginfeksi manusia adalah 229E (alpha coronavirus), NL63 (alpha coronavirus), OC43 (beta coronavirus), dan HKU1 (beta coronavirus), Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS), Middle East Respiratory Syndrome-Corona Virus (MERS-CoV), dan yang terbaru muncul adalah 2019 Novel Coronavirus atau 2019-nCoV.

Virus korona jenis baru yang muncul di China itu dapat menular dari hewan ke manusia dan antar manusia. Gejala yang dialami orang ketika terjangkit virus ini antara lain batuk, flu, demam, sesak nafas, kesulitan pernafasan, gagal nafas, gagal ginjal, hingga mengakibatkan kematian.

Sampai saat ini, kemunculan virus korona jenis baru di pusat Kota Wuhan, China, maupun laju perkembangan dan mutasi virus corona belum dikaitkan dengan dampak perubahan lingkungan seperti berkurangnya tutupan lahan dan perubahan iklim atau cuaca. Untuk itu, perlu penelitian lebih lanjut untuk melihat ada tidaknya kaitan antara perubahan iklim dengan perkembangan mutasi virus tersebut. “Virus 2019-nCoV diketahui belum bermutasi,” ujar Amin.

Virus korona dapat menular melalui sentuhan atau kontak, tidak berarti menembus kulit yang utuh, tetapi tangan atau jari yang menyentuh benda-benda tercemar misal meja, pegangan pintu, dan pegangan tangga, kemudian menyentuh mulut, hidung, atau mata. Dengan menyentuh sesuatu yang telah tercemar, orang bisa terinfeksi virus korona.

Virus korona juga dapat menular antar manusia misalnya melalui masuknya cairan terinfeksi atau sekresi dari orang terjangkit virus korona. Virus itu dapat tersebar melalui melalui batuk atau bersin.
Virus SARS atau Sindrom Pernafasan Akut Parah, yang menewaskan hampir 650 orang di seluruh daratan China dan Hong Kong pada 2002-2003. Virus korona manusia pertama kali diidentifikasi pada pertengahan 1960-an.

Virus corona banyak ditemukan di binatang. Virus MERS ditularkan dari unta ke manusia. Sementara, virus corona yang baru ditemukan di China ditengarai ditularkan oleh ular atau kalelawar. SARS diyakini ditularkan oleh musang ke manusia.

Pada 9 Januari 2020, Organisasi Kesehatan Dunia menyebutkan virus korona yang baru diidentifikasi oleh otoritas China. Kemunculan virus tersebut berkaitan dengan wabah pneumonia di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China.

SARS-CoV merupakan sindrom pernafasan akut yang parah dan pertama kali diidentifikasi di China pada November 2002. Virus corona ini mengakibatkan wabah dengan 8.098 kemungkinan kasus termasuk 774 kematian pada 2002-2003. Sejak 2004, belum ada kasus infeksi SARS-CoV dilaporkan dari segala penjuru di dunia. Sementara itu, MERS-CoV pertama kali diidentifikasi di Arab Saudi pada 2012.

Sumber: ii/wo/ant/
Editor: Luhut Simnajuntak

Related Articles

Latest Articles