19.1 C
New York
Monday, April 29, 2024

Polri Keluarkan Telegram Menyikapi Fenomena Jemput Paksa Jenazah

Jakarta, MISTAR.ID
Satu pekan terakhir ini, upaya penanganan dan penangulangan Covid-19 di Indonesia diramaikan fenomena jemput paksa jenazah terkait virus tersebut di sejumlah daerah. Menyikapi fenomena tersebut, Kapolri Jenderal Pol Idham Azis mengeluarkan catatan lewat surat telegram kepada jajarannya di seluruh Indonesia.

Surat Telegram Kapolri Nomor ST/1618/VI/Ops.2/2020 tanggal 5 Juni 2020 itu ditandatangani atas nama Kapolri oleh Kabaharkam Polri sekaligus Kepala Operasi Terpusat Kontijensi Aman Nusa II-Penanganan COVID-19 Tahun 2020, Komjen Agus Andrianto.

Isi telegram itu meminta aparat kepolisian untuk dapat bekerja sama dan berkoordinasi dengan rumah sakit yang menjadi rujukan penanganan pasien Covid-19 sehingga dapat memastikan status dari pasien yang dirawat ataupun meninggal.

Baca juga: Tak Atur New Normal Secara Detail, Mendagri Dikritik Warga

“Mendorong pihak rumah sakit rujukan Covid-19 untuk segera melaksanakan tes swab terhadap pasien yang dirujuk, terutama pasien yang sudah menunjukkan gejala Covid-19, memiliki riwayat penyakit kronis, atau dalam keadaan kritis,” kata Agus dalam keterangannya, Selasa (9/6/20).

Dalam hal ini, kata dia, ketika status positif atau negatif Covid-19 seorang pasien jelas, maka tidak akan timbul keraguan dari pihak keluarga kepada rumah sakit dalam proses penanganannya.

Jika merujuk pada keterangan resmi Agus itu, kepolisian melalui telegram itu juga diperintahkan untuk berkoordinasi dengan pihak rumah sakit rujukan agar memastikan penyebab kematian pasien.

Dia menjelaskan, jenazah pasien yang telah dipastikan positif Covid-19 harus mengikuti proses pemakaman sesuai prosedur kesehatan. Namun, jika jenazah terbukti negatif Covid-19, proses pemakamannya dapat dilakukan sesuai dengan syariat atau ketentuan agama masing-masing.

Kendati demikian, Agus menegaskan kepada pihak keluarga agar proses persemayaman dan pemakamannya tetap menerapkan protokol kesehatan, mulai dari pakai masker hingga jaga jarak.

“Terus berikan edukasi dan sosialisasi secara masif kepada masyarakat terkait proses pemakaman jenazah Covid-19 sehingga tidak terulang kembali kejadian seperti dalam video yang viral kemarin, termasuk jangan sampai ada lagi penolakan pemakaman pasien Covid-19 oleh masyarakat,” tutur Agus.

Untuk diketahui, belakangan terjadi sejumlah kasus penjemputan paksa jenazah PDP corona oleh pihak keluarga di beberapa daerah dan telah viral di media sosial. Hal itu kemudian berperkara oleh kepolisian dan ditindak pidana seperti yang terjadi di Makassar, Sulawesi Selatan.

Polisi setidaknya telah menetapkan 12 orang tersangka karena berkaitan dengan kasus pengambilan jenazah pasien dalam pengawasan (PDP) terkait virus corona di rumah sakit yang terdapat di Sulawesi Selatan pada Selasa (8/6/20).

Mereka dijerat dengan pasal 214 KUHP Jo pasal 335 KUHP Jo pasal 336 KUHP Jo pasal 93 KUHP UU No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Penetapan tersangka itu, merupakan hasil dari gelar perkara terhadap 31 orang yang telah diamankan oleh aparat kepolisian. Oleh sebab itu, hingga saat ini jumlah tersangka pun masih dapat bertambah.

Kasus itu bermula dari rekaman gambar yang viral dan beredar di media sosial misalnya di RS Dadi Makassar pada 3 Juni lalu. Polisi pun membuka menyelidikan karena menggangap peristiwa tersebut dapat menjadi kasus pidana.

Kemudian, kasus jemput paksa jenazah terkait Covid-19 juga terjadi di salah satu RS rujukan corona di Bekasi Timur, kota Bekasi. Jenazah tersebut diketahui berasal dari Tambun Utara, Kabupaten Bekasi.

Lalu, di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Sumatera Selatan terjadi peristiwa jatuhnya jenazah hingga keluar dari peti pada proses pemakaman menggunakan protokol Covid-19.

Di Surabaya, Jawa Timur, pun sempat terjadi kejadian serupa. Pasien kecelakaan lalu lintas dalam pemeriksaannya dilabeli status PDP dan kemudian jenazahnya dibawa rekannya dari RSUD Dr Soetomo untuk dimakamkan tanpa protokol Covid-19 di lahan keluarga.

Pihak RSUD Dr Soetomo menyatakan memiliki pertimbangan medis dalam menetapkan PDP pada pasien itu saat masih dalam perawatan.

Humas RSUD dr Soetomo, Pesta Parulian, mengatakan dalam penanganan medis diketahui pasien mengalami gejala Covid-19 sehingga dilakukan tes swab PCR. Namun karena antrean di laboratorium, hasilnya pemeriksaan belum keluar saat pasien meninggal.

“Memang dalam perjalanannya swab itu butuh waktu 1-2 hari, karena dengan load [antrean] yang banyak yang mau diperiksa, mungkin rombongan sampelnya si pasien ini tidak masuk dalam rombongan pertama, karena pemeriksaan ada 100 dalam sekali jalan 8 jam pemutaran,” katanya, Senin (8/6)

Terkait jemput paksa jenazah PDP tersebut, Pesta pun menegaskan dari pihaknya sudah menerapkan protokol yang berlaku dari mulai perawatan hingga penanganan jasad sebelum dibawa pihak keluarga. (cnn/hm06)

Related Articles

Latest Articles