9.4 C
New York
Saturday, April 20, 2024

HIMAPSI: Turunkan Hefriansyah

Pematangsiantar | MISTAR.ID

Sebanyak 20-an orang massa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa dan Pemuda Simalungun (Himapsi) unjuk rasa ke kantor DPRD Kota Pematangsiantar, Rabu (19/2/20). Mereka mendesak, agar Panitia Angket DPRD segera memakzulkan Wali Kota Pematangsiantar, H Hefriansyah SE.MM.

Pemakzulan Wali Kota itu tegas dinyatakan koordinator aksi demo, Dedi Wibowo Damanik, di hadapan para anggota DPRD yang tergabung dalam Panitia Angket.

Saat berorasi, Dedi menegaskan, Himapsi Pematangsiantar begitu atensi terhadap setiap kebijakan-kebijakan Pemerintah Kota (Pemko) Pematangsiantar yang sudah tidak bisa diberikan toleransi. Pemko di bawah kepemimpinan Hefriansyah menunjukkan predikat buruk di tengah masyarakat, khususnya etnis Simalungun.

“Selaku masyarakat etnis Simalungun yang pertama sekali membuka (Sipukka Huta) Kota Pematangsiantar mendapatkan tindakan diskriminatif. Sekaligus telah melakukan penistaan terhadap etnis Simalungun. Poin-poin yang menurut kami telah dilakukan penistaan terhadap etnis Simalungun,” tutur Dedi melalui pengeras suara.

Poin pertama budaya etnis Simalungun di-‘pusaka’-kan oleh Wali Kota Pematangsiantar pada tahun 2018 lalu.

“Dalam kegiatan hari ulang tahun Kota Pematangsiantar yang jatuh pada tanggal 24 April tiap tahunnya. Menurut sejarah pada tanggal 24 April adalah hari penting bagi Raja Sangnaualuh Damanik Raja Siantar ke 14 atau terakhir,” tuturnya.

Selaku Wali Kota Pematangsiantar, pada tahun 2018 lalu, Hefriansyah telah mencederai dan melakukan penistaan terhadap etnis Simalungun penistaan, yaitu dalam publikasi poster kegiatan hari ulang tahun Kota Pematangsiantar, Pemko mencantumkan rumah jungga dengan dikelilingi tarian dan pakaian dari budaya etnik etnis lain.

“Menurut kami rumah jungga yang berada di Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun telah menjadi salah satu destinasi wisata kearifan lokal. Melihat poster hari ulang tahun Kota Pematangsiantar yang dipublikasi pada tahun 2018, bahwa kami menilai kebijakan Pemko telah melakukan penistaan terhadap etnis Simalungun,” ujarnya.

Poin kedua, penistaan terhadap etnis Simalungun di Kota Pematangsiantar berlanjut. Pembangunan Tugu Sanganaualu batal. Melihat perjalanan proses pembangunan Tugu Sanganaualu dalam hal penentuan posisi tempat terakhir di lokasi lapangan Haji Adam Malik terkesan direncanakan agar gagal terjadi pembangunan tugu tersebut.

Sebelumnya, lokasi pembangunan Tugu Sanganaualuh telah berulang kali dilakukan pemindahan. Yang pertama, pembangunan lokasi Tugu Sanganaualuh direncanakan di lokasi persimpangan segitiga depan Taman Makam Pahlawan, namun lokasi tersebut dibatalkan karena dianggap kurang tepat.

Lalu yang kedua, lokasi pembangunan Tugu Sanganaualuh direncanakan didirikan di Lapangan Merdeka Atau taman bunga.

Akan tetapi terjadi kebijakan oleh wali kota untuk melaksanakan peletakan batu pertama di lokasi lapangan Haji Adam Malik Jalan Jendral Sudirman, Kelurahan Proklamasi, Kecamatan Siantar Barat. Namun pada Desember 2019 pembangunan tugu Sangnaualuh yang sudah rampung berkisar 35 persen dibatalkan dengan alasan akan terjadi bencana sosial.

Dalam pembatalan itu, wali kota kembali melecehkan atau menistakan menyakiti etnis Simalungun.

“Dan hal ini menurut kami sudah terencana untuk kembali melakukan penistaan terhadap etnis Simalungun dengan dibatalkannya tugu Sangnaualuh yang menghabiskan anggaran. Telah terjadi kerugian keuangan Negara, hal ini harus segera ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum,” cecarnya.

Poin ketiga, lanjut Dedi, penistaan semakin berlanjut dilakukan oleh wali kota. Dalam melestarikan kearifan lokal seperti kebudayaan daerah dilihat dari Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 45 tahun 2018, bahwa Pemerintah Kota Pematangsiantar di bawah kepemimpinan Hefriansyah telah gagal total.

Selain Permendikbud terkait penyusunan pokok-pokok pikiran budaya daerah, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo juga mengeluarkan Peraturan Presiden nomor 65 tahun 2018 tentang Cara Penyusunan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah dan strategis Kebudayaan.

Namun semangat Presiden Republik Indonesia Joko Widodo untuk melestarikan kebudayaan daerah, berbanding terbalik dengan semangat Wali Kota Pematangsiantar.

“Kami menilai kuat, bahwa selaku Wali Kota Pematangsiantar, Hefriansyah ingin menghapus kebudayaan daerah kota Pematangsiantar,” ucap Dedi kemudian meminta agar DPRD kota Pematangsiantar terkusus Panitia Angket berkenan menerima kedatangan mereka untuk duduk bersama atau berdiskusi. Permintaan sang orator dituruti Ketua Panitia Angket, Hj Rini A Silalahi.

Dalam diskusi itu, Himapsi mengungkit kembali hasil Panitia Angket DPRD tentang dugaan penistaan etnis Simalungun oleh Hefriansyah pada tahun 2018 lalu. Mereka meminta agar hal itu dimasukkan dalam poin pembahasan Angket DPRD saat ini. Menurut Chandra Malau, Wakil Ketua DPC Himapsi Pematangsiantar, dengan memasukkan hasil Panitia Angket DPRD tahun 2018 lalu, dapat mengarah ke Pemakzulan wali kota.

Mendengar permintaan itu, Ketua Panitia Hak Angket Hj Rini A Silalahi menjelaskan, 8 poin dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan wali kota. Salah satunya adalah pemindahan tugu Sangnaualuh secara sepihak oleh Hefriansyah.

“Tidak boleh lagi 8 poin ini ujuk-ujuk kita ganti. Mungkin  dengan poin tentang pemindahan tugu secara sepihak bisa kita kembangkan nanti, soal tuntutan kawan-kawan Himapsi,” tandasnya.

Penulis: Ferry

Editor: Herman

 

 

 

Related Articles

Latest Articles