18.6 C
New York
Tuesday, April 30, 2024

Penerapan New Normal di Indonesia Tergantung Data Penularan Covid-19

Jakarta, MISTAR.ID

Penerapan new normal, tergantung data penularan Covid-19 di Indonesia. Untuk itu, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di tingkat pusat dan daerah tengah melakukan kajian data epidemiologi di bidang kesehatan.

Juru Bicara Pemerintah RI untuk Covid-19 Achmad Yurianto mengatakan, hasil dari kajian epidemiologi yang didapatkan, pemerintah bisa menentukan kebijakan untuk kembali produktif.

“Kalau bisa mendapatkan data epidiomolgi maka kebijakan terkait bagaimana kita produktif bisa ditentukan. Kami melihat ada daerah yang dalam waktu dekat bisa melaksanakan kembali produktif, dan beberapa daerah yang masih perlu waktu,” kata Yurianto, Jumat (29/5/20).

Menurut Yurianto, Indonesia harus hidup normal dan produktif kembali dengan tetap menjalankan protokol kesehatan. Salah satunya adalah menggunakan masker untuk mencegah penularan Covid-19 dari orang yang sakit, menjaga imunitas, dan rajin cuci tangan dengan sabun.

“Kita harus produktif kembali yang sekolah tetap bisa sekolah, yang bekerja bisa bekerja. Namun sesuatu yang mutlak adalah kita aman dari Covid-19” katanya.

Baca Juga:Tarif Bus AKAP Dinaikkan Saat New Normal

Pada hari Jumat, (29/5/20) Gugus Tugas mencatat penambahan kasus positif sebanyak 678 orang sehingga total kasus menjadi 25.216. Sementara untuk pasien sembuh bertambah 252 menjadi 6.492 dan untuk jumlah pasien meninggal dunia menjadi 24 atau bertambah 1.520 dari sehari sebelumnya.

Untuk menentukan daerah tertentu siap melakukan kegiatan sosial ekonomi dengan normal yang baru, WHO merekomendasikan untuk membuat indikator kesehatan masyarakat. Hal ini juga diterapkan di Indonesia, Tim Pakar Gugus Tugas Penanganan Covid-19 menghimpun data dan membuat indikator kesehatan masyarakat berbasis data.

“Indikator kesehatan masyarakat ini berlaku untuk semua daerah, tetapi gambarannya untuk setiap daerah bisa berbeda-beda,” kata Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito, Selasa (26/5/20).

Indikator kesehatan ini menurutnya bukan hanya sebagai dasar mencabut Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di daerah tertentu. Indikator ini bisa saja membuat daerah yang belum menerapkan PSBB menjadi menerapkan jika terjadi peningkatan kasus positif.

Baca Juga:New Normal: Siapkan Helm Sebelum Pesan Ojol

Wiku menegaskan ada tiga aspek yang dinilai pada indikator kesehatan masyarakat yakni gambaran epidemiologi, surveilans kesehatan masyarakat, dan pelayanan kesehatan. Untuk gambaran epidemiologi, harus ada penurunan jumlah kasus selama dua minggu sejak puncak terakhir.

“Setiap daerah bisa berbeda-beda, mereka akan dinilai bagus jika sejak 2 minggu penurunannya 50%. Kalau penurunannya tidak 50% selama dua minggu maka belum bisa dianggap baik,” katanya.

Bukan hanya penurunan kasus positif, melainkan juga Orang Dalam Pemantauan (ODP) dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP) harus turun lebih besar atau sama dengan 50% dalam kurun 2 minggu sejak puncak terakhir.

“Harus konsisten penurunannya, dan harus dilihat prestasi selama 2 minggu. Tidak bisa per hari, karena nanti naik turun. Selain itu, jumlah yang meninggal dari kasus positif harus turun, tidak ada target tapi harus turun,” ujarnya.(cnbcindonesia/hm01)

Related Articles

Latest Articles