12.3 C
New York
Saturday, April 20, 2024

Mengurai Benang Kusut Hasil Pilkada Kota Siantar 2020: Menjadi Komunikator Politik Yang Cakap

Pematangsiantar, MISTAR.ID

Komunikasi memiliki peran sentral dalam aktivitas politik di berbagai tingkatan, dari pemerintah pusat hingga ke daerah. Komunikasi politik itu sendiri tidak mudah dilaksanakan dalam arti untuk mencapai tingkat efektivitas yang optimal. Butuh kecakapan, ketulusan dan empati untuk menjadi komunikator politik yang cakap. Untuk itu, para politikus di Tanah Air harus mampu menerapkan komunikasi politik yang sehat demi membangun atmosfer dunia politik yang baik, sesuai dengan konsep trias politika.

Komunikasi politik wajib dilakukan dengan cara yang benar demi menghindari tindak komunikasi politik yang kurang elok. Masalah komunikasi politik di Tanah Air sering timbul karena politik pada dirinya sendiri memiliki tiga aspek besar, yaitu usaha mendapatkan kekuasaan, mendistribusikan kekuasaan dan melaksanakan kekuasaan, yang meliputi mempertahankan dan mentransfer kekuasaan. Karena aspek kekuasaan yang menggiurkan inilah sebagian politikus lupa menggunakan prinsip komunikasi politik yang baik

Menurut pengamat politik Universitas Muhammadyah Sumatera Utara (UMSU), Dr Arifin Saleh Siregar SSos.MSP, untuk mempercepat pelantikan Wali Kota/Wakil Wali Kota Pematangsiantar selaku pemenang Pilkada 2020, sebenarnya bukan hal yang sulit, sepanjang komunikasi politik dibangun dan dijalankan secara intens.

“Komunikasi politik siapa? Yah, tentu komunikasi politik semua orang, semua pihak, semua lembaga terkait dengan persoalan ini,” kata Arifin Saleh, Minggu (29/8/21) menjawab Mistar menanggapi soal pelantikan pemenang Pilkada 2020 yang sampai sekarang belum juga terlaksana.

Baca juga: Mengurai Benang Kusut Hasil Pilkada Kota Siantar 2020

Komunikasi politik yang paling intens harus dilakukan, lanjutnya, tentu dimulai dari Wakil Wali Kota Pematangsiantar yang sekarang ini, yaitu dr Susanti Dewayani, karena nantinya dia bakal jadi wali kota untuk memimpin Kota Pematangsiantar.

“Dengan siapa berkomunikasi? Tentu dengan partai politik pengusung dan partai-partai lainnya. Juga dengan stakeholder terkait yang ada di Siantar. Tentu juga dengan Pemerintah Kota Pematangsiantar, dengan Forkopimda dan juga pemerintah pusat,” ujarnya.

Kalau komunikasi politik tidak segera dilakukan, dikhawatirkan masalahnya akan berlarut-larut. Arifin Saleh juga berharap jangan sampai masalahnya sampai ke persoalan hukum, karena masalahnya akan semakin berlarut-larut.

Komunikasi politik juga harus dilakukan pihak lain, dan komunikasi politik itu katanya jangan sepihak.

“Persoalan hukum akan makin panjang jalannya, tapi dengan komunikasi politik persoalan bisa diselesaikan hanya dengan hitungan jam. Komunikasi politik ini termasuk dalam rangka edukasi bagi masyarakat,” ujarnya.

Memudahkan komunikasi politik ini, sambung Arifin Saleh Siregar, pertama kita harus mengesampingkan rasa ego, mengesampingkan kepentingan pribadi.

“Kita harus ingat, tujuannya adalah untuk kepentingan bersama, yaitu kepentingan pembangunan Kota Siantar, kepentingan masyarakat Kota Siantar. Dan ini adalah amanah masyarakat yang harus dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan. Karena kalau berlarut-larut yang rugi masyarakat Siantar,” tegas Arifin sembari mengingatkan agar kita lebih mengedepankan gerak pembangunan demi kesejahteraan masyarakat Kota Siantar.

Baca juga: Mengurai Benang Kusut Hasil Pilkada Siantar 2020, KPUD Siantar:Tugas Kami Sudah Selesai!

“Tidak ada persoalan yang tidak selesai dengan komunikasi politik. Dan tanpa komunikasi politik yang baik, Trias Politika juga akan terganggu dan tidak sinergis,” imbuhnya.

Untuk mempermudah komunikasi politik, saran dia, tidak harus dilakukan sendiri-sendiri. Agar lebih mudah harus berinteraksi dan bila perlu melibatkan rekan-rekan yang satu visi dengan harapan agar amanah rakyat dapat dijalankan.

Orientasi DPRD

Terpisah, Pengamat Politik Faisal Riza menilai, ada dua hal yang menyebabkan kenapa belum diparipurnakan masalah pelantikan dr Susanti di DPRD. Pertama, kata dia, orientasi DPRD Kota Pemtangsiantar tidak berbasis kebutuhan politik masyarakat.

“Maksudnya, jika lembaga dewan menganggap penting dan mendesak eksistensi defenitif walikota untuk masyarakat, maka proses ini harus segera dilaksanakan,” ujar Faisal saat dimintai tanggapannya, Jumat (27/8/21).

Permasalahan yang kedua, kata Faisal, negosiasi politik antar partai pendukung belum selesai. Menurut Faisal, itu terjadi diantara kelompok Wali Kota terpilih, partai pendukung pasangan Wali Kota dan wakil Wali Kota terpilih, serta calon-calon pengganti Wali Kota.

“Kita khawatir kalau kepentingan eliti ini merugikan masyarakat. Karena ada banyak keputusan strategis yang mengharuskan kehadiran walikota, apalagi keadaan sekarang yang sulit akibat pandemi,” ungkapnya.

Faisal berpendapat, partai pengusung masih berebut untuk mengisi kekosongan Wakil Wali Kota, sebab Wakil Wali Kota akan diangkat menjadi Wali Kota karena pasanganngay Ir Asner Silalahi, meninggal dunia sebelum pelantikan.

“Ya memang stand point atau titik berdiri masalahnya di situ. Mungkin alot negonya, jadi berlama lama begini. Harusnya negosiasi politiknya mengutamakan kepentingan masyarakat,” pungkasnya.

Baca juga: Mengurai Benang Kusut Hasil Pilkada Siantar 2020, Pakar:Persoalan Ini Bukan Polemik Hukum

Serahkan Kepada Rakyat

Sementara itu, pengamat politik lainnya Shohibul Anshor Siregar mengatakan, pelantikan pasangan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Siantar terpilih sebenarnya sepenuhnya diserahkan kepada mekanisme di DPRD.

“Kan DPRD akan bersidang dulu untuk memparipurnakan pelantikan Wali Kota, sehubungan dengan peristiwa Wali Kota terpilih meninggal sebelum dilantik. Sebenarnya gak ada masalah di sini. Karena gak ada orang lain yang bisa menggantikan dia. Undang undang sudah sangat jelas,” ujarnya.

Shohibul menilai, mestinya harus ada semacam dari Jakarta (Menteri Dalam Negeri) untuk menegur entah melalui pimpinan partai di atas bagaimana caranya untuk mensegerakan itu.

“Kalau mereka tidak mampu, serahkan kepada rakyat. Rakyat bisa melakukan unjuk rasa, karena hak rakyat untuk memiliki sebuah pemerintahan. Mereka (rakyat) sudah mengorbankan waktu untuk mengikuti pilkada. Lalu sudah tercipta, kenapa ada kendala seperti itu? Jadi DPRD harus melihat itu, perasaan-perasaan publik, yang ingin memiliki sebuah sistem pemerintahan yang normal,” katanya.

Dalam persoalan ini, menurut Shohibul, Wali Kota terpilih Asner Silalahi meninggal dunia sebelum dilantik. Sudah jelas seharusnya wakilnya dr Susanti Dewayani dilantik pada hari yang sama untuk mengisi jabatan-jabatan itu.

“Lalu 15 menit kemudian lantik Wakil menjadi Wali Kota. Itu sudah ada klausulnya dari pemerintah. Kan gak benar pemerintah mendiamkan itu. Mendagri harus memilik inisiatif untuk mengintruksikan ke bawah,” pungkasnya.

Baca juga: Mengurai Benang Kusut Hasil Pilkada Siantar 2020, Bappilu:Trias Politika Maunya Dijalankan

Menyimak keterangan di atas, komunikasi politik menjadi salah satu fungsi yang selalu ada dalam setiap sistem politik. Di masa lalu ada pemimpin daerah yang sangat bagus dan terkenal bersih, tapi terjungkal karena komunikasi politiknya yang buruk. Jika memang komunikasi politik ini yang jadi pangkal persoalan, apakah para elit politik di Kota Pematangsiantar mau membuka diri, saling mengalah atau justru mempertahankan ego demi kepentingan kelompok masing-masing? Simak ulasan Mistar di edisi berikutnya. (maris/ial/hm01)

Related Articles

Latest Articles