6.5 C
New York
Friday, April 26, 2024

Mendikbud Akui Beban Guru Berlebihan

Jakarta | MISTAR.ID – Naskah pidato peringatan Hari Guru Nasional yang disusun Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim ramai dibahas warganet. Isi pidato itu lugas. Membeberkan masalah yang dihadapi guru di Indonesia. Mulai beban tugas guru hingga kemerdekaan untuk belajar.

Akun Twitter @Kemdikbud_RI mengunggah dua halaman naskah pidato tersebut pukul 09.00. Unggahan itu sukses memancing reaksi warganet. Hingga pukul 21.53 tadi malam, cuitan tersebut sudah mendapat 3.444 like, 2.238 retweet, dan 177 komentar.

Komentar pun beragam. Namun, sebagian besar menyambut positif. ”Suka banget dan appreciate banget pidato yang dibuat. Sangat jelas visi dan pemahaman Nadiem terhadap kondisi guru di Indonesia,” tulis akun artis Dian Sastrowardoyo @therealDiSastr di kolom komentar.

Ada pula yang mendukung dengan komentar, ”Pidato terbaik yang pernah saya liat…salut pak Menteri, singkat tapi bermakna banget..semoga pendidikan Indonesia lebih baik,” tulis akun @enienie.

Staf Khusus Mendikbud Muh.Haekal menyatakan, naskah pidato tersebut ditulis sendiri oleh Nadiem. Rencananya, naskah itu dibacakan Nadiem pada peringatan Hari Guru Nasional di kantor Kemendikbud Senin pagi (25/11/19).

Sejak ditunjuk sebagai Mendikbud oleh Presiden Joko Widodo, Nadiem menyatakan, tidak ada gebrakan apa pun pada seratus hari awal masa jabatannya. Dia memilih akan mendengarkan berbagai masukan. Baik dari guru, pejabat eselon I Kemendikbud, maupun Mendikbud periode sebelumnya Muhadjir Effendy. Tujuannya ialah memahami persoalan pendidikan di tanah air.

Pada 26 Oktober lalu Nadiem menghadiri acara Temu Pendidik Nusantara di Sekolah Cikal Cilandak, Jakarta Selatan. Dia datang tanpa pengawalan ketat. Berbusana santai, mengenakan polo shirt hitam, celana jins, dan sepatu kets. Di sana menteri termuda Kabinet Indonesia Maju itu bertemu para pendidik dari Komunitas Guru Belajar seluruh Indonesia.

Dengan bertemu para guru, Nadiem berkesempatan mendengarkan kebutuhan guru yang mengajar di lapangan. Mendengarkan keluh kesah, masukan, hingga harapan para guru kepada pemerintah ke depan. Tidak melulu soal dana. Malah para guru menyuarakan kemerdekaan untuk belajar. Ada pula yang menyampaikan banyaknya tuntutan tugas di luar mengajar (administrasi) sehingga membuat guru sulit mengeksplorasi diri untuk berkarya.

Kemudian, pada 4 November, mantan bos Gojek itu menerima 22 organisasi dan komunitas guru di kantornya. Ikatan Guru Indonesia (IGI) salah satunya. Pada kesempatan tersebut, IGI mengajukan sepuluh usul kepada Nadiem. Lima di antaranya menyuarakan masalah yang dihadapi guru. IGI meminta urusan administrasi guru dibuat dalam jaringan (online) dan disederhanakan. Termasuk di dalamnya ketentuan membuat rancangan program pembelajaran (RPP) cukup dua halaman, tapi jelas.

Masalah pengangkatan guru harus berdasar kebutuhan kurikulum. Uji kompetensi guru wajib dilakukan minimal sekali dalam tiga tahun. Dengan begitu, sistem honorer dihapuskan. Sehingga guru yang mengisi di kelas memiliki status yang jelas. Gaji guru disesuaikan dengan upah minimum dari pemerintah berdasar kelayakan.

Ketua Umum IGI Muhammad Ramli Rahim menilai isi pidato Nadiem tidak bertele-tele. Fokus ke fungsi pendidikan: menghadirkan pembelajaran yang baik serta meningkatkan kualitas hubungan antara guru dan siswa di kelas. ”Selama ini beban administrasi guru terlalu besar. Beban belajar siswa juga banyak. Beliau mengungkapkan itu secara gamblang,” ucapnya saat dihubungi tadi malam.

Guru harus membuat laporan pembelajaran ke pengawas sekolah, urusan sertifikasi, atau kenaikan pangkat yang ujung-ujungnya memengaruhi pendapatan. Hal tersebut tentu membuat guru tidak fokus untuk mengajar dan membimbing siswa. Akibatnya, pembelajaran berlangsung sekadarnya, tidak ada diskusi, hingga akhirnya guru tidak mampu menggali potensi anak didiknya.

Begitu juga siswa. Mempelajari satu mata pelajaran saja repot, apalagi semuanya. ”Saya pikir apa yang disampaikan Pak Nadiem ini adalah apa yang beliau dengar selama seratus hari menjabat,” terang Ramli.

Dari usul IGI tersebut, menurut Ramli, kebijakan yang paling mungkin dikerjakan dalam waktu dekat adalah menyederhanakan administrasi guru.
Di sisi lain, inisiator Kampus Guru Cikal Najelaa Shihab menilai percakapan Nadiem dengan para guru membuat Nadiem optimistis. Guru butuh contoh konkret, bukan hanya instruksi yang terkesan template. ”Sehingga konteksnya bisa diterapkan di daerah mengajar masing-masing guru di Indonesia,” kata Najelaa.

Namun, harus diakui, tantangan untuk meningkatkan kualitas dan kompetensi guru sangat berat.

Selaraskan Peraturan

Sementara itu, tokoh pendidikan Henny Supolo mengatakan pidato Hari Guru oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mesti dibarengi dengan penyelarasan kebijakan.

Menurut Ketua Yayasan Cahaya Guru itu, dorongan untuk memerdekakan guru dalam pidato itu menjadi poin yang menarik dan penting dalam pidato Mendikbud Nadiem.

“Ajakan untuk melakukan perubahan kecil sangat menyenangkan dan sangat bisa dilakukan guru. Tapi juga perlu dibarengi dengan hal-hal yang jadi kewenangan Menteri, dengan menyelaraskan seluruh peraturan dari hilir ke hulu,” kata Henny kepada Tempo pada Minggu, 24 November 2019.

Henny menjelaskan, kebijakan untuk memerdekakan guru itu mesti berangkat dari UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) nomor 20 tahun 2003 Pasal 4 ayat 1 tentang Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan.

Pasal itu mengatakan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
“Dari itu (UU) saja kita bisa tahu upaya memerdekakan diri dan lingkungan. Bahwa artinya, kita enggak bisa menyeragamkan. Dan ukuran-ukuran tidak bisa seragam. Dan adil, bukan berarti sama,” kata Henny.

Menurutnya, penerjemahan Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan sebagai peraturan pelaksanaan itu nantinya bisa mengukur seberapa jauh pendidikan telah berkeadilan, demokratis dan tidak diskriminatif. Dan formula peraturan itu mesti mengangkat kekuatan kearifan lokal yang menjadi kekuatan bangsa.

“Pertama, kita perlu memahami potensi kita dan potensi lingkungan. Kedua, menekankan penggunaannya untuk kebaikan dan perbaikan bersama. Artinya, kearifan lokal pegang peran penting,” ujarnya.

Melalui pengangkatan kearifan lokal, Dewan Pertimbangan Federasi Serikat Guru Indonesia itu berharap penekanan pendidikan berkeadilan dan tidak diskriminatif bisa dihayati oleh seluruh penyelenggara pendidikan.

“Sudah ada payungnya (UU). Tapi payung ini memang harus dibunyikan dan diselaraskan dengan peraturan lain di bawahnya. Itulah sebetulnya tugas menteri,” katanya.

Sumber: Jawapos
Editor: Luhut Simanjuntak

Related Articles

Latest Articles