8.4 C
New York
Friday, March 29, 2024

Dokter Indonesia Serukan Lockdown

Jakarta, MISTAR.ID

Puluhan profesor medis Indonesia menyerukan lockdown, mengatakan bahwa kebijakan pemerintah melakukan aturan jarak fisik tidak efektif. Seruan ini muncul setelah banyaknya pekerja dan sarjana medis yang meninggal dunia di saat berjuang melawan COVID-19, dan yang lainnya masih melanjutkan bertugas dengan kondisi yang sangat darurat.

Dalam pernyataan yang disebutkan kepada The Jakarta Post pada hari Kamis, Dewan Profesor Medis di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia mengatakan bahwa Indonesia telah mencatat tingkat kematian kelima dunia yaitu sekitar 8,7 % dengan 790 kasus dan 58 kematian pada hari Rabu.

Pada hari Jumat,angkanya telah meningkat menjadi 1.046 kasus yang dikonfirmasi dari 87 kematian.

“Lebih dari 500 sarjana di dunia media menyatakan bahwa aturan jarak fisik tidak cukup unutk mengendalikan penyebaran COVID-19, jadi yang kita perlukan untuk langkah pembatasan lebih lanjut.

Diperlukan aturan ketat untuk memastikan orang-orang unutk tinggal di rumah. Pemerintah harus menerapkan denda unutk perorangan atau perusahaan yang melanggar peraturan” tulis ketua dewan,” Siti Setiati.

“fasilitas kesehatan kami belum siap. Dengan Jabodetabek dan Surabaya (Jawa Timur) menjadi pusat infeksi, fasilitas kesehatan kami masih kesulitan mendapat peralatan perlindungan,” lanjut pernyataan tersebut.
Dewan profesor tersebut mempunyai sekitar 75 anggota yang aktif yang merupakan dokter veteran.

Minggu lalu, seorang profesor dari Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, Bambang Sutrisna, seorang ahli epidemologi dan profesor farmakologi lainnya dari Universitas Gajah Mada, Iwan Dwiprahasto meninggal karena COVID-19. Keduanyya termasuk diantara 10 dokter yang menjadi anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang meningggal karena COVID-19 di tengah perang melawan penyakit tersebut, menurut akun Instagram resmi IDI. Tujuh dari mereka dikonfirmasi positif COVID-19.

Satu dari mereka, Toni Silitonga, meninggal bukan disebabkan COVID_19 tetapi meninggal di saat dia sedang sibuk membantu mempersiapkan fasilitas kesehatan unutk COVID-19 di hari terakhirnya. Pada hari Jumat, IDI melaporkan kematian dari dua anggota mereka tetapi asosiasi ini belum mengkonfirmasi penyebab kematian.
Untuk mencegah penyebaran penyakit yang lebih lagi, para dokter menyarankan agar pemerintah melakukan lockdown dengan menutup perbatasan di area atau provinsi yang menjadi titik penyebaran terbesar.

Hingga hari ini , penyakit ini dilaporkan telah ada di 28 provinsi dari keseluruhan 34 provinsi di negara ini. Provinsi Jawa mendapat angka tertinggi unutk kasus COVID-19, dengan Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Timur dan Jawa Tengah sebagai penyumbang kasus sebanyak 84 persen dari total kasus secara nasional.

Banyak kasus di luar Jakarta didapat dari paara pasien yang telah melakukan kunjungan ke Jakarta. Melakukan lockdown di sejumlah daerah pasti sangat berefek kepada para karyawan yang lebih banyak bergantung pada penghasilan harian. Dewan tersebut mengatakan, uang yang diterima dari pembayaran pajak seharusnya bisa dialokasikan kembali kepada orang-orang semisal dilakukan lockdown.
Dewan tersebut mengambil Jakarta sebagai contoh, dimana mata pencaharian 9,6 juta penduduk selama 2 minggu akan menelan biaya sekitar Rp 4 triliun dibanding dengan pemasukan dari pajak negara sebesar Rp 1.3 triliun pada bulan November.

“dengan perhitungan seperti itu, sepertinya memungkinkan untuk melakukan lockdown atau mengkarantina area sebagai upaya unutk mencegah tranmisi COVID-19 lebih lagi. Mengembalikan sebagian dari uang rakyat di saat kejadian pandemic seperti ini merupakan hal yang sangat masuk diakal”.

Dewan ini mengakhiri pernyataannya dengan menyerukan kepada pemerintah agar melakukan pengambilan keputusan berdasarkan bukti. “Pemerintah harus melibatkan para ahli, termasuk yang ahli di bidang komunikasi public, “katanya.

Sumber: The Jakarta Post

Editor: Julyana Ang

Related Articles

Latest Articles