19.5 C
New York
Thursday, April 25, 2024

Di tengah pandemi Covid-19, Formasi Menteri Bidang Ekonomi Tak Perlu Dirombak

Jakarta, MISTAR.ID

Di tengah pandemi Covid-19, menteri-menteri bidang ekonomi harus kerja cepat untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi. Karena itu, Ekonom Center of Reform on Economics Indonesia (Core) Yusuf Rendy Manilet menilai tidak perlu ada perombakan (reshuffle) Kabinet Indonesia Maju, khususnya untuk menteri-menteri bidang ekonomi.

“Saat dilakukan reshuffle, ada potensi perubahan kebijakan yang akan ditempuh menteri yang baru. Ini yang perlu penyesuaian kembali, padahal sekarang kan sebenarnya sudah ada kerangka kerja yang disepakati, sehingga ini bisa mengubah ritmenya,” kata Yusuf Rendy kepada Beritasatu.com, Sabtu (17/4/21).

Diakui Rendy, kondisi pemulihan ekonomi saat ini memang masih berjalan lambat. Namun, menurutnya tidak fair apabila kemudian tanggung jawab pemulihan ekonomi tersebut hanya dibebankan kepada beberapa kementerian di bidang ekonomi saja, mengingat saat ini masih dalam kondisi pandemi Covid-19.

Baca Juga: Jokowi Ajak Pemimpin Negara Lain Tolak Nasionalisme Vaksin

“Kalau bicara pemulihan ekonomi, apalagi konteksnya di tengah pandemi, ini sangat bergantung pada penyebaran Covid-19, sehingga juga melibatkan banyak kementerian/lembaga untuk penyelesaiannya. Jadi, meskipun tren pemulihan ekonomi masih berjalan lambat, saya rasa kurang fair kalau kemudian dilakukan reshuffle untuk menteri yang berkaitan dengan bidang ekonomi. Tentu kita menghormati keputusan reshuffle tersebut karena merupakan prerogatif presiden. Namun, saya lihat urgensinya belum terlalu tampak, apalagi kalau berbicara soal pemulihan ekonomi,” kata Rendy.

Meski begitu, beberapa menteri di bidang ekonomi memang masih harus meningkatkan kinerja. Misalnya saja Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam menyusun anggaran pemulihan ekonomi nasional (PEN).

“Untuk PEN bidang perlindungan sosial pada 2021 ini ada beberapa program yang dihilangkan. Misalnya subsidi gaji, dan juga bantuan subsidi tunai (BST) yang akan berakhir April ini. Pemerintah beralasan, beberapa pos dalam program perlindungan sosial sudah tidak dibutuhkan lagi karena pemulihan ekonomi sudah terjadi. Padahal kalau kita lihat beberapa indikator, misalnya indeks penjualan riil, masih berada pada level pertumbuhan negatif. Jadi sebetulnya masih ada beberapa indikator yang menggambarkan pemulihan ekonominya belum optimal, sehingga bantuan-bantuan tersebut harusnya tetap diberikan,” kata Rendy.(BeritaSatu/hm13)

Related Articles

Latest Articles