9.1 C
New York
Saturday, April 20, 2024

Buah dari Sanksi Etik ke Pimpinan KPK, Dewan Pengawas pun Tuai Kecaman

Jakarta, MISTAR.ID

Sanksi etik yang dijatuhkan kepada Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dinilai terlalu ringan. Tak heran bila sejumlah kecaman dialamatkan ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Sanksi tersebut dianggap memperburuk citra KPK.

Dewas KPK sebelumnya menyatakan Wakil Ketua KPK Lili Pantauli Siregar melanggar kode etik dalam kasus Wali Kota Tanjung Balai M Syahrial. Dalam penilaian Dewas, Lili melakukan kepentingan pribadi dan berhubungan langsung dengan pihak berperkara.

“Mengadili satu menyatakan terperiksa Lili Pintauli Siregar bersalah melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku berupa menyalahgunakan pengaruh selaku pimpinan KPK untuk kepentingan pribadi dan berhubungan langsung dengan pihak yang perkaranya sedang ditangani KPK yang diatur dalam Pasal 4 ayat 2 huruf b dan a, Peraturan Dewan Pengawas Nomor 2 tahun 2020 tentang penegakan kode etik dan pedoman perilaku KPK,” kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean saat konferensi pers, Senin (30/8).

Baca juga: Terbukti Langgar Etik, MAKI Minta Pimpinan KPK Lili Pintauli Mundur

Perbuatan Lili bertemu dengan pihak berstatus terperiksa mencederai integritas KPK. Sebab KPK dikenal sebagai lembaga berintegritas tinggi.

“Perlu kami sampaikan kepada rekan-rekan pers bahwa perbuatan berhubungan dengan seseorang yang sedang diperiksa perkaranya oleh KPK itu adalah nilai-nilai integritas yang betul-betul esensial bagi KPK sejak KPK berdiri dulu,” tegas Tumpak.

“Oleh karena itu, itu tetap harus kita pertahankan dalam rangka menjaga marwah KPK yang selama ini dikenal punya integritas yang tinggi,” imbuhnya.

Lili dinyatakan melanggar Pasal 4 ayat 2 huruf a dan b Peraturan Dewan Pengawas Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK. Lili juga disanksi berat berupa pemotongan gaji pokok 40 persen selama 12 bulan.

“Menghukum terperiksa dengan sanksi berat berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan,” ujarnya.

PPP Nilai Sanksi Harus Lebih Berat
Wakil Ketua Umum PPP Arsul Sani menilai putusan Dewas KPK terhadap Lili tidak serius. Dia menyebut putusan potong gaji untuk pelanggaran berat yang dilakukan Pimpinan KPK merupakan hal yang aneh.

“Intinya sejumlah pihak menyampaikan ada kontradiksi antara cara pandang Dewas yang menilai perbuatan Lili tersebut dianggap sebagai pelanggaran berat, namun sanksi yang dijatuhkan hanya memotong gaji pokok 40%. Padahal gaji pokok Komisioner KPK itu tidak seberapa dibanding dengan total tunjangan atau take-home pay-nya,” kata Arsul kepada wartawan, Senin (30/8/21).

“Ini berarti kategorinya pelanggaran etik serius tetapi sanksi yang dijatuhkannya tidak serius,” sambung Arsul.

Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera pun menyindir KPK karena ulah komisionernya. Mardani menilai semestinya pimpinan KPK memiliki standar integritas yang tinggi.

“Ini sesuatu yang serius, KPK kian buat sedih,” kata Mardani kepada wartawan, Senin (30/8/2021).

Mardani pun memberikan catatan untuk Dewas KPK. Menurutnya, putusan terhadap Lili merupakan kesalahan kecil yang bisa berakibat fatal karena hukuman yang diberikan tidak sesuai dengan apa yang diperbuat.

“Catatan untuk Dewas kesalahan kecil yang tidak dihukum dengan pantas bisa berujung pada kesalahan besar. Ayo semua jaga KPK kita, awasi dan puji yang baik dan kritisi yang salah,” ujarnya.

ICW Kritik Dewas
ICW mengkritik Dewas KPK yang hanya menjatuhkan sanksi potongan gaji terhadap Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar meskipun melanggar kode etik berat terkait kasus Wali Kota Tanjung Balai M Syahrial. ICW menilai dewas memperburuk citra KPK di mata publik.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyebut perbuatan Lili Pintauli dapat disebut sebagai perbuatan koruptif. Menurutnya, semestinya Dewas KPK tidak hanya mengurangi gaji pokok Lili, tetapi juga meminta yang bersangkutan untuk segera mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Komisioner KPK.

Baca juga: Imbas Kasus Pencurian Barang Bukti, Direktur KPK Kena Sanksi Ringan

“Desakan agar Lili Pintauli segera hengkang dari KPK bukan tidak berdasar. Ada sejumlah alasan, baik secara yuridis maupun moral, yang melandasinya,” kata Kurnia kepada wartawan, Selasa (31/8/21).

Alasan pertama, tindakan Lili sudah memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019. Regulasi itu menyebutkan bahwa Komisioner KPK berhenti karena terbukti melakukan perbuatan tercela.

“Tidak hanya dua perbuatan yang disampaikan oleh Dewan Pengawas saja, Ombudsman RI dan Komnas HAM RI juga menemukan adanya maladministrasi dan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Komisioner KPK–salah satunya Lili–dalam penyelenggaraan Tes Wawasan Kebangsaan bagi pegawai KPK,” ucapnya.

Dalam regulasi lain, tepatnya Bab II Angka 2 Etika Politik dan Pemerintahan TAP MPR Nomor VI Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa, sudah menegaskan pula bahwa pejabat publik harus siap untuk menanggalkan jabatannya jika terbukti melakukan pelanggaran dan tidak mampu memenuhi amanah yang diberikan kepadanya.

“Kedua, putusan etik yang dikenakan kepada Lili semakin memperburuk citra KPK di tengah masyarakat. Sebagaimana diketahui, tingkat kepercayaan masyarakat kepada lembaga antirasuah itu terus menurun sejak beberapa waktu terakhir,” ujarnya.

Pakar komunikasi Universitas Padjadjaran (Unpad) Aceng Abdullah menyoroti soal aturan sanksi dalam peraturan Dewas KPK.

“Ini sebetulnya kesalahan ada di peraturan dewan pengawas,” ucap Aceng saat berbincang dengan detikcom via sambungan telepon, Selasa (31/8/21).

Baca juga: Novel dkk Laporkan Pimpinan KPK ke Ombudsman RI

Aceng menyoroti peraturan yang diterbitkan tahun 2020. Sanksi di peraturan Dewas KPK tersebut dinilai Aceng sangat rendah ketimbang pelanggaran yang dilakukan. Adapun dalam peraturan Dewas KPK ini disebutkan bila sanksi ringan hanya teguran, sanksi sedang pemotongan gaji yakni 10-20 persen gaji pokok dan sanksi berat 40 persen gaji pokok.

Menurut Aceng, bila dibandingkan dengan kesalahan yang dibuat Lili, sanksi yang diberikan cenderung lebih ringan. Hal ini pun dikhawatirkan tak ada efek jera bagi para anggota KPK bila melakukan kesalahan di lain hari.

“Yang jadi persoalan gaji pokok kecil. Jadi gaji pokok pejabat negara itu kan kalau KPK, itu anggota KPK apalagi pengurus KPK, dia wakil KPK itu gaji pokok Rp 4,6 juta dipotong jadi sekitar sebulan Rp 1,8 juta. Sementara yang gede kan tunjangannya. Tunjangan segala macem Lili itu bisa dapat Rp 100 jutaan. Jadi, Rp 1,8 juta nggak ada apa-apanya,” tutur dia. (detik/hm06)

Related Articles

Latest Articles