8.2 C
New York
Thursday, March 28, 2024

Vaksin Covid-19 Sinovac Disebut Halal dan Berbahan Dasar Virus Mati

Medan, MISTAR.ID

Vaksin Covid-19 buatan Sinovac Biontech dari China itu disebut halal. Karena Vaksin tersebut salah satunya berbahan dasar virus corona yang sudah mati. Hal tersebut diungkapkan Pengamat Kesehatan Sumatera Utara (Sumut) dan Guru Besar Fakultas Kedokteran USU, Prof Delfitri Munir bersama Koordinator Uji Klinis Vaksin Covid-19, Prof Dr dr Kusnandi Rusmil membahas mengenai uji vaksin yang kini telah memasuki tahap III, dalam video streaming Youtube mereka belum lama ini.

“Vaksin itu akan didistribusikan ke Indonesia. Saya salah satunyabyabg ditunjuk oleh Unpad untuk melakukan penelitian terhadap uji klinis vaksin tersebut. Sebelum melakukan uji coba, saya sudah mempertanyakan lebih dulu terkait halal dan haram. Kandungan dari vaksin itu apa saja, adakah yang menyebabkan ketidakhalalan? Dan, Slsaya sudah ketemu dari orang-orang Sinovac yang datang ke Bandung, dan disampaikan bahan-bahan vaksin semuanya halal. Tidak ada kandungan bahan yang tidak halal. Bahkan, kemudian dari MUI (Majelis Ulama Indonesia) berangkat ke China untuk melihat prosesnya apakah memang benar halal atau tidak,” ungkap Prof Kusnandi  bersama Prof Delfitri Munir.

Lanjut Kusnandi mengatakan uji klinis vaksin corona yang sudah memasuki tahap III atau tahap akhir apabila telah selesai maka vaksin tersebut sudah bisa dipergunakan dan juga sudah bisa diperjualbelikan. “Uji klinis tahap akhir ini bukan hanya dilakukan di Indonesia saja (Bandung), tetapi juga dilakukan di negara lain yaitu China (Wuhan), Brazil, India, Uni Emirat Arab, dan Turki. Meski sama-sama melakukan uji klinis, tetapi beberapa negara tersebut duluan selesai pada Desember lalu karena lebih dulu. Sementara di Indonesia, kemungkinan pada April mendatang (dimulai pada Agustus 2020),” sebutnya.

Baca juga: Bio Farma siap produksi Vaksin Covid-19 buatan Sinovac, China

Kusnandi mengaku, sejauh ini hambatan yang dihadapi tidak ada. Hal ini karena keluhan dari peneliti masih sangat minim, misalnya tidak ada yang pingsan atau segala macam. Artinya, kalau mengalami gejala demam lalu mengonsumsi paracetamol (obat panas) dan kemudian sembuh. Selain itu, ada bengkak-bengkak pada tubuh tetapi dikompres dan besoknya sudah hilang. “Tidak ada keluhan tentang keamanan dari uji klinis vaksin fase ketiga tersebut,” katanya.

Ia juga menyampaikan, bukan hanya segi keamanan saja yang menjadi pertimbangan, tetapi juga imunogenisitas atau respons imun dari tubuh yang dilihat dari kadar antigen di dalam sel darah. Kemudian, efikasi (kemampuan vaksin tapi dalam konteks penelitian) yang dilihat dari yang diberi suntikan dibandingkan dengan yang dapat plasebo, berapa yang dapat Covid-19? “Jadi, semua yang 1.620 relawan disuntik dan nantinya dievaluasi berapa yang dapat covid dan berapa yang tidak,” paparnya.

Baca juga: Indonesia Amankan 4 Pasokan Vaksin, Vaksinasi Massal segera Dilakukan

Kusnandi menyatakan, bahan vaksin itu sendiri diimpor dari China dan telah diuji pada fase I serta fase II. Makanya, pada fase III ini yang diteliti yaitu efikasi, karena pada fase I dan II telah diteliti keamanan dari vaksin tersebut. Oleh karena itu, pada fase ketiga ini, jumlah subyeknya harus banyak atau tinggi. “Bukan hanya 1.620 subyek saja di Indonesia tetapi di negera lain juga,” ucap dia.

Disebutkannya, bahan dari vaksin tersebut adalah virus corona yang dimatikan atau virus mati. Virus yang mati tersebut tidak akan menyebabkan penyakit Covid-19 di tubuh manusia. Melainkan, diharapkan membuat kekebalan tubuh pada manusia akan tetapi dalam kondisi normal atau sehat. “Pada tubuh normal, diharapkan setelah disuntikan vaksin maka akan timbul antibodi. Begitu juga dalam kondisi tidak normal (sehat), tetapi persentasenya kecil,” sebut Kusnandi.

Terkait pada Januari ini dikabarkan vaksin tersebut sudah bisa digunakan untuk emergency, Kusnandi membenarkannya. Kata dia, karena pada WHO ada yang disebut emergency use authorization. Menurut WHO, jika dalam keadaan pandemi dan sedang outbreak, maka itu bisa digunakan apa yang disebut emergency use authorization. Artinya, kalau uji klinis belum selesai tetapi data-data sebagian sudah bisa digunakan. Jadi, apabila minimal sudah diikuti selama dua bulan setelah suntikan vaksin terakhir.

“Yang utamanya keamanannya dan kadar zat anti di dalam darah manusia. Biasanya, diefikasinya pada emergency use authorization itu akan dikaitkan dengan zat anti di dalam darah. Jadi, bukan efikasi secara menyeluruh tetapi dikaitkan dengan kadar zat antinya tadi,” terangnya.

Diutarakan Kusnandi, virus corona ini terbilang ganas karena bisa dibayangkan hampir 77 juta orang di dunia terinfeksi dan terdampak virus tersebut dalam waktu 10 bulan saja. Terlebih, korban yang meninggal jumlahnya sudah lebih dari 6 juta orang. “Makanya, kita fokus meneliti obat dan vaksinnya,” cetus dia.

Ia menambahkan, informasinya sementara waktu Biofarma akan memproduksi vaksin corona setiap bulannya 10 juta dosis. Namun demikian, tentunya akan di-upgrade dalam jumlah lebih banyak lagi. “Walau demikian, nanti kita mungkin mendatangkan vaksin dari luar. Karena kita ada vaksin mandiri dan vaksin yang disubsidi dari pemerintah,” pungkasnya. (Anita/hm06)

Related Articles

Latest Articles