7.9 C
New York
Friday, April 19, 2024

USBN Dihapus, Awasi Soal Ujian Copy Paste

Jakarta | MISTAR.ID – Penghapusan USBN tahun 2020 melalui pencabutan Prosedur Operasional Standar (POS) pelaksanaan USBN menuai respons positif, namun terselip kekhawatiran karena penghapusan USBN tersebut.

Seperti diberitakan sebelumnya, penghapusan USBN tahun 2020 ini berakibat pada pembuatan soal-soal ujian menjadi wewenang pihak sekolah. Selama ini, sebelum USBN dihapus, BNSP memiliki porsi 25 persen dalam pembuatan soal ujian, dan 75 persen lainnya dibuat oleh Dinas Pendidikan Provinsi setempat.

Pengamat Pendidikan Andreas Tambah dari Komnas Pendidikan menyebutkan, yang perlu diwaspadai adalah munculnya soal-soal ujian versi sekolah yang bersifat plagiasi dari bank-bank soal yang telah ada. Menurutnya, potensi ini muncul berkaitan dengan kompetensi seseorang guru yang berbeda-beda.

“Kalau selama ini guru hanya copy paste atau menggunakan bank soal yang ada, itu yang berbahaya,” kata Andreas saat dihubungi, Rabu (22/1/20).

Menurutnya, untuk menghindari potensi seperti itu, perlu ada semacam penyegaran kembali untuk melakukan pelatihan kepada guru-guru. “Agar menghasilkan pembuatan soal-soal yang bagus,” kata dia.

Menurutnya, kompetensi guru memang harus jadi perhatian ketika kebijakan penghapusan USBN ini diterbitkan. Menurutnya, kebijakan ini tak akan jadi masalah jika guru sudah punya kemampuan membuat soal yang baik.

Selain kompetensi guru, Andreas juga menyoroti pemerataan pendidikan yang belum optimal. Ia menyinggung jumlah guru pada setiap sekolah yang tak sama.

“Ada sekolah gurunya satu. Ada sekolah gurunya cuma dua. Bagaimana bisa membuat soal yang beraneka ragam,” ujarnya.

Andreas mendorong dinas pendidikan daerah menyinergikan hubungan antarsekolah dalam satu wilayah. Misalnya dengan membentuk gugus atau organisasi guru antarkecamatan. “Dari situ guru bisa saling membantu dan berbagi ilmu mengenai pembuatan soal yang baik,” kata dia.

Terlepas dari kekhawatiran itu, dia mengatakan peghapusan USBN bisa jadi kesempatan yang baik bagi sekolah-sekolah di daerah. Menurutnya apa yang diajarkan sekolah di daerah, umumnya berbeda kompetensinya dengan sekolah di kota-kota besar.

“Mungkin kualitas guru, kualitas buku juga yang dipakai berbeda di kota dan di daerah. Sehingga pada saat diberikan kisi-kisi (USBN) yang diterima guru di daerah, (siswa) belum terima sebelumnya di kelas,” tuturnya.

Ketika materi pada kisi-kisi USBN dan materi yang sehari-hari diajarkan guru berbeda, kata Andreas, pada akhirnya tiga tahun masa belajar siswa jadi sia-sia.

Harus Ada Standarisasi

Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) angkat bicara terkait Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) yang akan diganti Ujian Sekolah (US) tahun 2020. PGRI berharap Ujian Sekolah tersebut harus ada standardisasi yang jelas di tiap-tiap sekolah.

“Posisi PGRI adalah kita perlu standardisasi, itu USBN misalnya standardisasi, nah USBN jangan sepenuhnya, nanti di sekolah tidak ada standarnya,” ujar Ketua PGRI Unifah Rosyidi di kantor Wapres, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (22/1/20).

Unifah mengatakan standardisasi Ujian Sekolah sangat dibutuhkan. Menurutnya, setiap negara memiliki standardisasi ujian sekolah. “Standardisasi itu tetap diperlukan untuk melihat jangan sampai di daerah yang dapat nilanya 10 misalnya tiba-tiba dites tidak bisa diterima. Biar bagaimana di negara-negara mana pun perlu ada standardisasi,” ungkapnya.

Selain itu, Unifah menilai standardisasi US juga dapat memastikan posisi sumber daya manusia (SDM) siswa. Dia berharap penghapusan USBN bukan hanya dalam konteks desakan.

“Itu diperlukan untuk memastikan posisi SDM kita, karena kita mau meningkat kalau nggak ada standardisasi itu seperti apa. Jadi soal UN, kami ingin jangan hanya dalam konteks karena desakan untuk menghindar kemudian ya sudah, silakan,” tutur Unifah.

Namun demikian, Unifah menyerahkan standardisasi tersebut ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Dia mengatakan ujian diperlukan untuk melalukan evaluasi dan perbaikan sistem pendidikan.

“Tapi policy-nya adalah harus untuk menentukan standardisasi di sekolah-sekolah dilakukan kapan, itu terserah Kementerian. Tapi sekolah ada tes itu harus ada tindak lanjut untuk perbaikan pendidikan di masa yang akan datang,” jelas dia.

Sebelumnya, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) mengatakan Prosedur Operasional Standar (POS) Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) diganti mulai 2020. Ketua BSNP Abdul Mu’ti mengatakan nantinya yang berlaku adalah ujian sekolah (US).

“(Tahun) 2020 ini tidak ada lagi USBN dan karena itu, maka BSNP tidak menerbitkan POS USBN, dan yang berlaku nanti adalah ujian sekolah,” kata Abdul Mu’ti di kantor BSNP, Jalan RS Fatmawati, Jakarta Selatan, Selasa (21/1).

Selain itu, anggota BSNP Suyanto juga menegaskan USBN sudah ditiadakan. Dia mengatakan seluruh sekolah harus membuat soal ujian masing-masing.

“USBN sudah tidak ada karena begitu saya upload di Facebook saya, banyak yang bertanya ‘apa gantinya?’. Karena itu tolong ikut sosialisasikan bahwa sekolah itu harus bikin sendiri-sendiri gitu ya, karena USBN itu sudah nggak ada dan di daerah masih nunggu-nunggu. Nunggu-nunggu barang yang sudah tidak ada,” kata Suyanto.

Sumber: cnn
Editor: Luhut Simanjuntak

Related Articles

Latest Articles