9.1 C
New York
Saturday, April 20, 2024

Upah Dibawah Rp8 Juta Tidak Terdampak

Medan | MISTAR.ID – Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dipastikan naik mulai Januari 2020 mendatang. Hal itu tertuang dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan pada 24 Oktober 2019.

Kepala Bidang SDM Umum dan Komunikasi Publik BPJS Kesehatan Cabang Medan Rahman Cahyo mengungkapkan, melihat ketentuan penyesuaian iuran dalam Perpres tersebut, pemerintah masih mendapatkan andil sebagai pembayar iuran terbesar.

Ia menjelaskan, pemerintah menanggung 73,63 persen dari total besaran penyesuaian iuran yang akan ditanggung oleh pemerintah melalui peserta PBI APBN, penduduk yang didaftarkan pemerintah daerah, pegawai pemerintah pusat/daerah, TNI, dan Polri. Kontribusi pemerintah tersebut sangat membantu peserta mandiri sehingga penyesuaian iuran peserta mandiri tidak sebesar seharusnya.

“Besaran iuran yang akan disesuaikan tidaklah besar apabila dibandingkan dengan besarnya manfaat yang diberikan Program JKN-KIS ketika ada peserta yang sakit atau membutuhkan layanan kesehatan,” ungkapnya kepada wartawan, Rabu (30/10/19).

Cahyo menambahkan, untuk buruh dan pemberi kerja, penyesuaian iuran hanya berdampak pada pekerja dengan upah di atas Rp8 juta sampai dengan Rp12 juta saja. Artinya, pekerja dengan upah di bawah nominal tersebut, tidak terkena dampak.

“Untuk peserta buruh dan pemberi kerja, yang terdampak yaitu yang berpenghasilan Rp8 juta sampai dengan Rp12 juta, penyesuian iuran hanya menambah sebesar rata-rata Rp27.078 per bulan per buruh, angka ini sudah termasuk untuk 5 orang, yaitu pekerja, 1 orang pasangan (suami/istri) dan 3 orang anak. Artinya beban buruh adalah Rp5.400 per jiwa per bulan. Ini sama sekali tidak menurunkan daya beli buruh seperti yang dikabarkan,” terangnya.

Cahyo memaparkan, yang perlu diketahui, dari 221 juta peserta JKN-KIS, hampir separuhnya dibiayai oleh pemerintah. Tepatnya, ada 96,8 juta penduduk miskin dan tidak mampu yang iuran JKN-KIS-nya ditanggung negara lewat APBN dan 37,3 juta penduduk yang ditanggung oleh APBD.

Hal ini menurutnya, menunjukkan komitmen pemerintah yang luar biasa agar Program JKN-KIS yang telah memberikan manfaat bagi orang banyak ini dapat terus diakses oleh seluruh lapisan masyarakat.

“Untuk itu, melalui penyesuaian iuran, Program JKN-KIS akan mengalami perbaikan secara sistemik. Pekerjaan rumah lain untuk perbaikan program ini akan terus dilakukan, misalnya perbaikan dari aspek pemanfaatan dan kualitas layanan kesehatan serta manajemen kepesertaan,” pungkasnya.

Ia mengaku, pihaknya akan segera melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan. “Sosialisasi pasti akan dilaksanakan. Melalui media massa. Turun langsung ke masyarakat melalui program mobile customer service,” ujar dia.

Pengusaha Khawatir

Sebelumnya, menanggapi kenaikan ini, Sekretaris Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumut, Laksamana Adiyaksa mengkhawatirkan, kenaikan iuran BPJS itu akan menambah beban pengusaha dan pekerja.

Dalam formula selama ini, iuran BPJS Kesehatan untuk pekerja diambil 5% dari upah, terutama UMK dan UMP dengan rincian 4% ditanggung perusahaan, 1% ditanggung pekerja.

“Nanti kita akan lihat, batasnya sampai mana. Polanya seperti apa. Tapi pasti naik,” katanya, Rabu (30/10/19).

Dia mengatakan, kenaikan iuran itu dikhawatirkan akan membebani pengusaha, terutama mereka yang berbasis industri padat karya. Pengeluaran perusahaan tentu akan naik. Sementara saat ini kondisi ekonomi di Indonesia belum terlalu pulih. Begitu juga dengan ekonomi global.

Dia juga menyorot beban yang akan ditanggung oleh pekerja dalam pembayaran iuran ini. Sebelumnya, terkait perlindungan kesehatan pekerja, perusahaan dibebani 6% dari upah bulanan. Waktu itu program ini masih dikerjakan oleh Jamsostek (BPJS Ketenagakerjaan) dengan tajuk Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK).

“Saat itu, pekerja memang tak mengeluarkan biaya apa pun untuk asuransi kesehatan. Semua ditanggung perusahaan,” ucapnya.

Setelah keluar regulasi baru, dan program JPK dialihkan ke BPJS Kesehatan, gaji pekerja dipotong 1% untuk iuran, dan pengusaha menanggung 4% dari gaji pekerja. Item ini dikhawatirkan akan menambah beban pengeluaran pekerja. “Tapi nanti kita hitung dulu,” katanya.

Begitupun, Laks masih enggan berkomentar banyak terkait sikap Apindo Sumut mengenai perubahan iuran itu. Menurut dia, keputusan Presiden itu akan dikaji. “Nanti kalau ada masukan, keberatan dan lainnya, akan kami sampaikan,” tutupnya.

Reporter: Saut/Daniel/Yetty
Editor: Luhut Simanjuntak

Related Articles

Latest Articles