12.5 C
New York
Saturday, April 20, 2024

Tolak Omnibus Law, Ribuan Buruh Akan Demo Besar-besaran

Medan | MISTAR.ID – Ribuan buruh dari sejumlah elemen serikat buruh yang tergabung dalam Aliansi Pekerja Buruh Daerah Sumatera Utara (APBD-SU) akan menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran di Medan pada Kamis (23/1/20) mendatang. Sebagai ‘pemanasan’ ratusan buruh menggeruduk kantor Gubernur Sumut pada Senin (20/1/20).

Aksi mereka ini sebagai bentuk penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Kebijakan ini dinilai hanya berpihak kepada kepentingan investor serta merugikan kelompok pekerja khususnya para buruh.
“Buruh sangat dirugikan dengan adanya aturan itu nanti,” kata Koordinator APBD-SU, Natal Sidabutar saat berunjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sumut di Jalan Diponegoro Medan.
Dia merinci, aturan itu memgungkinkan pengusaha melakukan perubahan waktu kerja, status dan penghapusan pesangon bagi pekerja yang terkena PHK.

“Karena itu kami menolaknya. Kamis besok akan ada aksi besar-besaran untuk meminta RUU Omnibus Law itu ditinjau kembali,” tegasnya.

Mereka menilai, aturan itu mengelabui pekerja. Hal ini terlihat dari hilangnya sanksi pidana kepada para pengusaha yang melanggar aturan. Ada sejumlah poin yang menjadi perhatian utama APBD-SU. Pertama menyangkut penerapan upah. Yakni skema upah per jam pada jenis pekerjaan tertentu dan paruh waktu.

Dalam hal ini, memberi peluang pengusaha menerapkan pekerjaan paruh waktu pada semua bidang kerja yang ada dalam satu perusahaan. Sebagaimana halnya penerapan jenis pekerjaan yang dapat dibuat dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) selama ini.

Kedua, penjelasan mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK) belum merinci atau belum ada penetapan besaran pesangon yang akan diberikan bagi pekerja. Sementara besaran nilai pesangon sesungguhnya menjadi hal krusial yang dipersoalkan pekerja. Besar kemungkinan, nilai besaran pesangon akan turun dari yang sebelumnya, jika melihat dari jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) yang didengungkan pemerintah, berupa cash benefit (imbalan tunai), vocational training (pelatihan kejuruan) dan job placement access (akses penempatan kerja).

Ketiga dalam hal waktu kerja. Disebutkan waktu kerja paling lama 8 jam dalam 1 hari. Artinya pemerintah memberi ruang bagi pengusaha untuk mempekerjakan buruh kurang dari 8 jam dalam 1 hari. Hal ini tentu akan berdampak pada besaran upah yang akan diterima pekerja setiap bulannya dan juga berdampak pada status kerjanya dalam perusahaan.

“Kami datang kemari, meminta Pemerintah Sumatera Utara untuk bersuara ke Pusat untuk menolak undang-undang itu,” pungkasnya.

Reporter: Daniel Pekuwali
Editor: Edrinsyah

Related Articles

Latest Articles