14.7 C
New York
Saturday, April 27, 2024

Poldasu Toba Lake Fiesta Memantik Pemerintah

Parapat | Mistar
Kapoldasu Irjen Pol Agus Andrianto, Sabtu (12/10/19), membuka event Poldasu Toba Lake Fiesta 2019 di Parapat, Simalungun. Kepolisian Daerah Sumatera Utara terpanggil melakukan kegiatan ini untuk mempromosikan pariwisata Danau Toba.

“Kita harap ini sebagai pemantik kepada pemerintah kabupaten dan kota untuk melakukan kegiatan yang sama, sebagai salah satu cara menarik wisatawan berkunjung ke Danau Toba. Harapan kedepannya, event ini dapat menjadi agenda tahunan pemerintah di kawasan Danau Toba,” kata Ketua Panitia Poldasu Toba Lake, Heribertus Ompusunggu, yang juga menjabat sebagai Kapolres Simalungun.

Heribertus mengatakan, persiapan pagelaran itu memakan waktu 18 hari dan bisa terlaksana berkat kerja tim panitia. Poldasu Toba Lake Fiesta 2019, memperlombakan renang, sampan tunggal (solu parsada-sadaan) dan kapal naga (dragon boat).

Walau belum resmi dibuka, Poldasu Toba Lake Fiesta telah melakukan babak penyisihan perlombaan solu parsada-sadaan dan dragon boat, Jumat (11/10/19). Di kelas solu parsada-sa­daan, diikuti 63 peserta dan kelas dragon boat diilkuti 14 tim. Dari babak penyisihan solu parsada-sadaan, 13 peserta lolos ke babak semi final, sedangkan di kelas dragon boat menyisakan 6 tim melaju ke babak semi final. Enam tim kuat itu antara lain, tim Ambarita, CNN Sport, Porhut Lottung, Humbahas, Barjona dan Lobster Dragon.

Panitia perlombaan dragon boat, Gempar Purbamenjelaskan, jenis dragon boat yang diperlombakan tipe R10 de­ngan 10 orang pendayung, 1 orang pengemudi dan 1 orang penabuh gendang pemacu semangat.

Selain tipe 10, dragon boat memiliki kelas R20 dengan 20 pendayung, 1 orang pengemudi dan 1 orang penabuh gendang.

“Kalau kapalnya empat unit dipinjam dari Asahan dan satu dari Humbahas, karena di sini tidak ada yang memiliki dra­gon boat jenis fiber ini. Kalau dari kayu memang sudah lama tidak ada lagi. Sudah langka itu,” ujarnya. Walau terlihat antusias mengikuti perlombaan, tapi peserta tetap menyampaikan pendapat kritis. Salah satunya dari tim Tobasa, Mangiring Matondang. Pria ini mengatakan, jika panitia ingin mengembalikan olah raga tradisional, harusnya perahu juga asli dari kayu.

“Secara tradisi, tidak ada jenis perahu di Danau Toba dengan ornamen kepala naga. Biasanya di ujung perahu itu ornamen yang berhubungan dengan kebatakan atau ada juga bentuk tungkot tunggal panaluan dan dari kayu, bukan dari fiber. Walau memang kayu untuk kapal itu sudah langka, kalau diusahakan masih adalah,” ujarnya.

Ada satu tim yang mencuri perhatian dalam babak penyisihan itu, tim putri yang terdiri dari ibu-ibu asal pantai Ajibata. Walau satu-satunya tim putri tapi mereka terlihat semangat menyelesaikan lintasan sampai finis. “Sejak kecil aku dan kawan-kawan ini sudah biasa pakai solu parsada-sadaan. Tapi ternyata lebih mudah pakai dragon boat. Mungkin karena ringan ya, dari fiber.

Kalau dari kayu, agar berat. Mungkin karena menyerap air. Begitupun kami tetap senang dan gembira jadi satu-satunya tim putri,” ujar seorang pen­dayung, Posma boru Manurung (36) kepada Mistar.

Penulis: Mahadi Sitanggang

Editor Luhut Simanjuntak

Related Articles

Latest Articles