5.3 C
New York
Wednesday, March 27, 2024

Media Massa Harus Ikut New Equilibrium dan Jangan Terpancing Berita Hoaks

Medan, MISTAR.ID

Hingga saat ini krisis ekonomi akibat Covid-19 belum selesai. Media massa masih disibukkan masalah perampingan manajemen, PHK karyawan dan lainnya. Bahkan semakin menipisnya daya hidup pers nasional menghadapi krisis pandemi Covid-19.

“Kondisi ini juga membuat semakin menipisnya daya hidup pers nasional,” ucap Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga dan Internasional Dewan Pers, Agus Sudibyo dalam Webinar Peran Media di tengah kontroversi vaksin Covid-19 di masyarakat, Rabu (31/3/21).

Dijelaskannya, disrupsi digital yang dihadapi media massa, antara lain terkait iklan. Dimana Google, Facebook menguasai 75-80 persen dari total belanja iklan digital nasional. Sedangkan media massa hanya mendapatkan 20% saja. “Selain itu, readership dan oplah media terus menurun,” imbuhnya.

Baca Juga:Media Massa Diingatkan Terapkan ‘Framing’ Positif Pada Pilkada 2010

Karena itu, media massa harus mengikuti new equilibrium (keseimbangan baru, red). Yaitu dengan melakukan diferensiasi (pembedaan, red) produk antara media lama dan media baru. Menurut dia, masyarakat membutuhkan media lama dan media baru sesuai dengan karakter dan fungsi masing-masing. “Makanya jangan lagi menggarap berita-berita yang sudah digarap oleh media sosial. Masyarakat yang ingin mengetahui berita yang terverifikasi akan melihat media massa,” terangnya.

Agus kemudian meminta agar semua media jangan terpancing untuk menyebarkan hoaks. “Biarkan media sosial, media massa jangan ikut-ikutan. Media massa harus bisa menyajikan sesuatu yang lebih bermartabat. Karena masyarakat nantinya akan jenuh dengan media sosial,” terangnya.

Dalam webinar yang diikuti puluhan media dari Sumut, Sumsel dan Sumbar ini juga menghadirkan, Andreas Harsono sebagai pembicara. Wartawan yang meliput Indonesia buat Human Rights Watch sejak 2008 ini menegaskan, wartawan diimbau untuk bertanya terbuka dan pendek. “Wartawan tidak dianjurkan bertanya lebih dari 16 kata. Makanya buat pertanyaan terbuka dan pendek,” terangnya.

Baca Juga:Hari Pers Nasional, Gubsu: Tanpa Media Bangsa Ini Tidak akan Maju

Ia juga memaparkan 10 tips wawancara yang baik. Yang pertama harus menyiapkan bahan, kedua buat aturan wawancara on the record serta off the record. Ketiga jangan terlambat, dan keempat perhatikan detail. Lalu kelima sopan. “Keenam, dengarkan pembicaraan. Ketujuh silence is golden, kita bisa menghadirkan pertanyaan yang baik saat diam mendengar. Kedelapan tetap menjaga eye contact,” tuturnya.

Lalu yang kesembilan sebelum selesai wawancara, tanya apa ada hal lain yang ingin disampaikan narasumber. Dan terakhir review hasil wawancara. Dia juga menyampaikan kriteria sumber-sumber yang bisa anonim. Termasuk sejumlah tips baru jurnalisme. Yaitu bagaimana mewawancarai perempuan yang hamil karena diperkosa. Juga bagaimana meliput trauma orang yang kebakaran.

Yang utama, untuk meliput kekerasan seksual, harus menugaskan wartawan perempuan. “Memang tidak semua wartawan perempuan peka, tapi minimal kita tidak menambah trauma narasumber. Setiap wawancara harus ingat aturan utama. Tidak ada satupun wawancara yang layak dilakukan wartawan kalau menambah beban narasumber,” pungkasnya. (anita/hm12)

Related Articles

Latest Articles