8.5 C
New York
Thursday, April 18, 2024

Majelis Nasional Perhimpunan Pergerakan 98 Ingatkan Oligarki dan Neo Orba Musuh Bersama

Medan, MISTAR.ID

Memperingati 23 tahun lengsernya Soeharto sebagai Presiden, Majelis Nasional Perhimpunan Pergerakan 98 menilai reformasi telah jauh semakin melenceng dari cita-cita semula memberikan perubahan kepada bangsa.

Mereka menegaskan, lonceng kematian reformasi kini juga sudah terdengar karena ancaman oligarki dan neo orba (orde baru). Gagasan reformasi yang diinginkan dahulu juga bukanlah yang terlihat sekarang, dimana partai politik dikuasai oleh oligarki dengan sekelompok orang yang punya akses modal.

“Kekuasaan dan ekonomi untuk mengendalikan partai dan kemudian partai politik mengendalikan negara. Alhasil, hak-hak rakyat tentunya akan diambil oleh oligarki,” ujar Ketua Majelis Nasional Perhimpunan Pergerakan 98 Sahat Simatupang kepada sejumlah wartawan, Kamis (20/5/21).

Baca Juga:Enam Mahasiswa yang Diamankan Saat Demo di Rumdis Gubernur Sumut Dibebaskan

Sahat mengatakan, selama 22 tahun sejak reformasi, pihaknya memang tidak lagi muncul dalam pergerakan. Karena itu, mereka saat ini kembali berkumpul untuk bersama-sama melawan oligarki dan neo orba tersebut.

Sahat menilai, mahasiswa saat ini juga perlu memiliki musuh bersama supaya bisa membangun bangsa. Namun, dia menyayangkan kampus yang merupakan simbol perlawanan mahasiswa sekarang malah sering dijadikan alat pragmatis. “Mahasiswa tidak boleh begitu, kita harus memiliki musuh bersama. Siapa musuh bersama itu, adalah watak ingin menguasai, oligarki, dan neo orba,” pesannya.

Atas latarbelakang itu, kata Sahat, Majelis Nasional Perhimpunan Pergerakan 98 mengeluarkan 6 pernyataan sikap. Pertama adalah Presiden Jokowi harus menepati janji politiknya menuntaskan penembakan mahasiswa Trisakti dan mahasiswa lainnya secara hukum.

Kedua reformasi ekonomi dengan kembali ke Pasal 33 UUD 1945. Ketiga adalah penegakkan hukum yang adil. Kemudian yang keempat menghentikan dan melawan politik transaksional yang melahirkan oligarki.

Baca Juga:Mahasiswa UINSU Medan Laporkan Dugaan Plagiasi Rektor ke Menteri Agama

“Sebab parpol sebagai lembaga politik formal yang berkompetisi merebut suara rakyat sejatinya dapat melahirkan pemimpin reformis. Namun faktanya menjadi oligarki dan genk politik atau berkoalisi taktis demi kekuasaan sehingga mengubur sikap pembaharuan,” katanya.

Yang kelima, timpal Sahat, memperkuat pemberantasan korupsi dan melawan setiap upaya pelemahan pemberantasan korupsi dan keenam mendukung masa jabatan presiden 2 periode sesuai semangat reformasi.

Terakhir, sebut Sahat, kampus yang seharusnya menjadi tempat ilmu pengetahuan dan menghormati keberagaman ternyata menjadi tempat bibit radikalisme dan intoleransi. Bahkan, kata dia, Menristekdikti M Nasir pernah menyebut ada 10 Perguruan Tinggi terpapar radikalisme.

“Kawan-kawan di sini sudah bersepakat, kita akan terus melakukan pendidikan politik kepada adek-adek di kampus. Kami hanya ingin menjaga arah perjuangan agar tidak melenceng, dan arah gerakan moral 98 itu harus kami titipkan ke yang muda-muda,” pungkas Sahat yang juga wartawan senior Tempo tersebut. (ial/hm12)

Related Articles

Latest Articles