15.9 C
New York
Wednesday, May 15, 2024

Kisah Pilu Husor dan Delina, Orang Tua Dengan Empat Anak Penderita Tumor Mata

Medan | MISTAR.ID – Siang itu, Rabu, 27 November 2019, kira-kira pukul 11.45 Wib, suasana di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara sudah ramai. Di salah satu ruangan, tempat para pasien BPJS mengantre, puluhan orang terlihat duduk menunggu. Beberapa dari mereka memegang sepotong kertas bertuliskan angka.

Tepat di depan mereka ada satu monitor besar yang dipajang di dinding bagian atas. Dari monitor itu, mereka mendapat informasi nomor mereka sudah dipanggil atau belum. Angka di monitor kala itu sudah tertera 531.

Suasana berbeda justru terjadi di lantai 5 rumah sakit itu. Masih banyak ruang rawat inap yang kosong. Hanya tampak beberapa perawat berseragam biru yang duduk di pusat layanan medis. Kira-kira lima meter dari tempat itu, berjejer kamar-kamar dalam barisan Bangsal Cendana.

Seorang bocah laki-laki, tiba-tiba mengintip dari celah pintu Kamar Cendana 10. Sorot matanya masih sangat lugu. Tangan kanannya menggenggam mobil-mobilan warna putih.

Di dalam kamar itu, ada sepasang suami-istri. Pasangan suami-istri itu bernama Husor Rumanto Gultom (32) dan Delina Hutagaol (33), warga Desa Huta Suka Dame, Nagori Tiga Bolon, Kabupaten Simalungun. Mereka baru tiba di rumah sakit yang berada di Jalan DR Mansyur itu pada Selasa petang kemarin, sekitar pukul 18.55 WIB.

Delina terlihat menggendong satu bocah lagi. Mata kiri anak itu diperban. Kaki kanannya diberi jarum infus. “Dokter cari-cari urat di tangannya untuk infus. Tapi tak dapat. Dapatnya justru di kaki,” kata Husor.

Anak itu bernama Daud Alfaro Gultom. Dia genap berusia dua tahun pada 31 Desember mendatang. Tapi nahas, bocah lucu ini harus bolak-balik ke rumah sakit karena penyakit yang dideritanya.

Sebelum ke RS USU, pasangan ini sempat mengecek kondisi anaknya di Rumah Sakit Khusus Mata SMEC Medan dan didiagnosa mengalami Retinoblastoma Intra Oculi OS alias tumor mata. Penyakit yang sama, yang diderita tiga kakaknya yang sudah meninggal. Pasangan ini memiliki lima orang anak, tiga diantaranya meninggal dunia di usia rata-rata dua tahun sejak tahun 2014 hingga 2017. Kini, satu anaknya lagi mengalami sakit yang sama dengan kakak dan abangnya.

Anak yang sakit di mata sebelah kirinya itu mengisap dot di pangkuan ibundanya. Sesekali dia menangis, lalu mereda setelah diberi dot berisi air putih. Mata kirinya diberi perban. Mata kanannya melihat-lihat sekeliling seperti ketakutan. Dia mendelik ke pelukan ibundanya.

Husor kemudian bercerita. Kemalangan ini bermula pada 2014 silam. Saat itu, anak pertamanya bernama Putri Delima Gultom menginjak usia 2,5 tahun, mengeluh sakit pada mata kirinya. Dia mengobati dengan sekedarnya saja ke Puskesmas. Dia sempat mengira sakit yang diderita anaknya seperti katarak. Namun ternyata tidak.

“Seperti mata kucing. Di bagian tengah bola matanya itu bening, kalau dipandang bisa tembus ke dalam,” ungkapnya.

Karena keterbatasan biaya dan mungkin juga pengetahuan, anaknya dibawa ke Puskesmas hanya sekali dalam sebulan. Selain ke Puskesmas, dia juga membawanya ke pengobatan alternatif karena tidak memiliki biaya. Tak lama setelah itu dia diberitahu oleh temannya untuk mengurus BPJS Kesehatan.
“Baru sekali pakai, anak saya sudah meninggal. Di matanya ada benjolan, sebesar bola kasti,” katanya.

Kali ini bibirnya mulai bergetar dan tak lama kemudian mulai berbinar. Dia menghalau kesedihannya dengan menatap ke arah Apoy Manahan Gultom, anak keempatnya yang tadi mengintip di pintu. Apoy cukup beruntung.

Dia tak terkena penyakit sama seperti keempat saudaranya. Tangan mungilnya asik mengutak atik mobil-mobilan di ujung tempat tidur yang ada ibu dan adiknya.

Di saat Daud menangis karena kedatangan tiga orang asing di sekitarnya, Apoy Manahan Gultom asyik bermain mobil-mobilan. Menurut Husor, mainan itu dibeli Apoy di sebuah minimarket dengan uangnya sendiri.

“Itu mainan semalam dibelinya, dengan uang yang ditabungnya. Dia masih TK, kalau sekolah dia minta uang, bukan untuk jajan. Dia tak suka jajan. Uang itu dikantonginya,” katanya.

Kini, dia hanya bisa bermain sendiri setelah adiknya, Daud sakit di bagian matanya dan membutuhkan perawatan. “Semua anak kami aktif. Apalagi Daud, dia aktif kali. Istilahnya, sudah bisa bermain lah sama abangnya,” ujar Husor saat Apoy tengah membongkar pasang mobil-mobilannya.

Husor kemudian melanjutkan kisahnya. Saat Putri meninggal dunia, anak keduanya, Renaldi Gultom sudah berumur 1,5 tahun. Mengalami gejala yang sama, mata kucing di mata sebelah kirinya.

Aldi, panggilan anak keduanya itu, sakit di usia 2 tahun. Pengalaman anak pertama membuatnya sigap dengan langsung membawanya ke rumah sakit. Berbagai proses dilewatinya.

Aldi sempat menjalani kemoterapi. Menurutnya, penanganan Aldi tidak terlambat walaupun dengan rawat jalan, sebulan sekali. Diakuinya perawatan Aldi sempat satu kali tidak dilakukan.

Terakhir kali, Aldi bermain di kolong rumah, kepalanya terbentur dan benjol. Dia pun langsung mebawanya ke rumah sakit di Medan. Saat itu, kepala anaknya sempat dironsen.

Saat itu dokter mengatakan dapat mengatasinya dengan penyedotan. Pada saat hari H akan dioperasi, dokter mengatakan tidak bisa sedot.

“Tiga hari kemudian, kubawa pulang. Istilahnya, daripada meninggal di rumah sakit, lebih baik di rumah bisa dilihat. Bisa bersama dulu untuk sementara. Kata dokter , sudah menjalar. Tumor, kata dokter. Sudah berserat,” katanya.

Saat Aldi meninggal di tahun 2015, Apoy Manahan Gultom sudah berumur setahun. Saat ini sudah berumur 5 tahun. Pada diri Apoy, tidak ada ditemukan gejala sakit pada matanya.

Setelah meninggalnya Aldi, dia sekeluarga pindah ke rumah keluarga istrinya di Desa Parhitean, Kecamatan Pintu Pohan, Toba Samosir dengan harapan tidak ada lagi anaknya yang sakit.

Namun kemalangan itu belum berhenti. Adik Apoy, Sefania Gultom yang baru berumur 2 tahun juga terkena sakit yang sama. Dengan pengalaman dua anak sebelumnya–yang sudah dibawa ke Puskesmas dan rumah sakit–dia pun memutuskan penanganan Sefania dengan pengobatan tradisional. Di tahun 2017, pria ini kehilangan anaknya untuk yang ketiga kali.

Sudah tiga anaknya meninggal dunia karena sakit yang sama. Derita Husor belum berhenti. Anaknya yang paling kecil, Daud Alfaro Gultom saat ini harus dirawat di rumah sakit. Mata sebelah kirinya diperban karena membengkak diawali dengan mata kucing.

“Daud ini, mata kucingnya kadang hilang, kadang muncul. Pertama kali muncul pada umur 7 bulan lalu menghilang. Umur 10 bulan muncul lagi,” katanya.

Di rumah sakit ini, dia berharap agar anaknya bisa sembuh. Kedatanganya di RS USU, kata dia, tidak lepas dari campur tangan Bupati Simalungun, JR. Saragih yang datang ke rumahnya pada Selasa pagi kemudian menyuruh stafnya mengantarkannya ke rumah sakit dan memberikan bantuan Rp10 juta untuk keperluan selama perawatan di rumah sakit.

“Mudah-mudahan ini yang terbaik untuk anak saya. Tanpa orang itu (JR Saragih), mungkin sekarang kami belum di sini. Saya cuma bisa mengucapkan terima kasih banyak. Mudah-mudahan anak kami sembuh. Ini rejeki Daud, ini mukjizat untuk dia,” pungkasnya.

Pihak rumah sakit sendiri telah mengobservasi penyakit yang diderita Daud. Hanya saja, belum dipastikan apakah Daud mengalami tumor atau tidak. “Pasien berdasarkan observasi awal, ada benjolan di mata sebelah kiri dan sedang dalam pemeriksaan awal dulu melalui pihak polimata,” kata Humas RS USU, Muhammada Zeini Zen.

Menurutnya, penanganan pasien ini juga berdasarkan konsultasi pihak poli anak–sebagaimana prosedurnya–mengingat pasien masih di bawah umur. “Penanganan awalnya masih tetap di bawah tanggung jawab poli rawat anak. Nanti poli rawat anaklah yang akan melanjutkannya ke polimata untuk mengetahui indikasi apa yang terjadi pada pasien,” katanya.

Reporter: Danie Pekuali
Editor: Luhut Simanjuntak

Related Articles

Latest Articles