7.3 C
New York
Tuesday, March 26, 2024

Kampung Matfa, Kampung Kasih Sayang di Langkat yang Jauh dari Kemewahan

Medan, MISTARA.ID

Kami disambut hangat saat tiba di Kampung Majelis Ta’lim Fardhu Ain atau yang dikenal dengan sebutan Kampung Matfa yang berada di Langkat. Tawa riang anak-anak yang sedang berlarian juga sempat menjadi pusat perhatian saat menginjakkan kaki di Kampung Matfa.

Usai melaksanakan shalat zuhur, Harian Mistar diperkenalkan dengan juru bicara Kampung Matfa bernama Kholiqul Ritonga, akrab dipanggil Kholiq yang didampingi sang istri Prasuta Citra sering dipanggil Cici yang kini menjadi tenaga kesehatan di kampung kasih sayang ini sebagai dokter gigi.

Kampung ini bernama asli Kampung Darussalam dan terletak di Dusun III Darat Hulu, Desa Telaga Said, Kecamatan Sei Lepan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

Baca Juga: Pemkab Langkat Terima Hibah, Koleksi Museum dari Balai Arkeologi Sumut

Usai berkenalan, awak media Harian Mistar langsung diajak menuju dapur umum yang tak jauh dari tempat kami mengobrol. Kebetulan karena dibulan puasa kami tiba saat ibu-ibu di kampung ini sedang asik di dapur. Tampak puluhan ibu-ibu mengaduk sayur dan lauk di atas tungku api seperti akan ada hajatan besar di esok hari.

Terlihat, ada juga yang membungkus kue untuk takjil berbuka. Sebagian juga tampak membungkus nasi dan dimasukkan ke rantang plastik. Ada ratusan rantang yang tersusun di sana.

“Setiap hari ibu-ibu yang memasak disini ada 20-30 orang 1 kelompok, ada 7 kelompok dan kita buat sistem piket. Jadi dalam piket ini 20-30 orang secara bergantian setiap hari. Biasanya mereka ini memasak mulai dari sarapan, makan siang, dan makan malam. Namun karena puasa maka masakan yang dibuat hanya sahur dan berbuka,” terang Cici.

Baca Juga: Pemkab Langkat Berkomitmen Aktif dalam Pemulihan Ekonomi Nasional

Masakan yang dibuat sudah diperhitungkan untuk 260 KK atau sekitar 1.200 jiwa yang tinggal di Kampung Matfa ini. Uniknya, bahan masakan mulai dari sayuran, lauk pauk seperti ayam dan ikan sudah tersedia dari kampung ini. Sebab sudah memiliki peternakan, perikanan dan juga pertanian yang dikelola sendiri di kampung tersebut.

“Setiap keluarga di sini mengantarkan rantang ke dapur untuk diisi. Itu sudah ada label jumlah keluarga, jadi disitu ada nasi dan lauknya. Kalau makanan pokok tidak perlu khawatir dan semua bahwa bahan baku tersedia disini kecuali beras atau bawang kita beli,” sebutnya.

Dikatakan Cici, setiap Ramadan para ibu-ibu sudah mulai memasak menu sahur sejak pukul 22.00-03.00 WIB yang nantinya akan diambil oleh warga.

Sedangkan untuk menu berbuka, para ibu-ibu yang mendapat tugas piket akan mulai memasak sejak pukul 09.00-15.00 WIB atau sesuai kesepakatan.

Baca Juga: Bupati Langkat Tandatangani MPP Tahun 2021

Namun jika diluar Ramadhan, para ibu-ibu sudah mulai turun memasak sejak pukul 04.00 dan selesai usai Subuh.

Dikatakan Cici, para ibu-ibu akan mulai mempersiapkan makanan satu hari sebelum jadwal piket.

“Orang dapur yang milih. Menunya disesuaikan dari sektor pertanian apa yang bisa dipanen seperti misalnya bayam, ya udah kita olah bayam ini mau buat apa. Jadi dituliskan menu sarapan, makan siang, makan malam di malam sebelumnya jadi ibu-ibu tinggal masak aja,” sebutnya.

Puas melihat-lihat dapur umum di kampung Matfa ini, Mistar diajak berkeliling kampung untuk melihat peternakan, perikanan dan pertanian yang ada.

Baca Juga: Launching Etle Tahap I, 12 Polda Terapkan Tilang Elektronik

Dikatakan Kholiq sejak tahun 2012 penduduk Kampung Matfa bertambah. Awalnya hanya ada 9 KK saja karena lokasi yang jauh atau pelosok dan tidak ada masyarakat yang membangun bangunan di sana. Kecuali keluarga Tuwan Imam yang saat ini menjadi pemimpin di Kampung Matfa menggantikan almarhum ayahnya Tuwan Guru.

Lulusan Ilmu Teknik Sipil dari perguruan tinggi swasta di Medan ini, memutuskan pindah ke Kampung Matfa bersama keluarganya pada tahun 2012.

Sebelumnya, Kholiq aktif mengajar seni beladiri Aikido. Dia membuka enam Dojo atau perguruan. Kini ia memilih mengabdi di kampung Matfa bersama sang istri karena bertemu dengan Tuwan Imam, yang membuatnya terkesima setelah menemukan jawaban yang ia cari selama ini.

“Warga kampung ini berasal dari segala penjuru, ada yang hijrah dari Batam, ada pula yang dari Dumai, Aceh, Padang, Binjai dan sekitarnya. Karena serius ingin menetap di sini kita tentu harus berpikir ke depan tentang kehidupan. Maka kita bentuk beberapa sektor yang menunjang perekonomian kita. Jadi ada sektor peternakan, pertanian, peternakan dan kesehatan dan sektor perdagangan yang merupakan hasil pertanian, peternakan dan perkebunan yang kita hasilkan disini dijual. Kalau sektor perlautan kita juga ada dari Tapak Kuda. Nah, hasil dari sektor perdagangan akan masuk ke kas kita yakni Baitul Mal yang menjadi sentral perekonomian dan administrasi kita lah di kampung,” jelasnya.

Baca Juga: Bupati Langkat Serahkan LKPD Kepada BPK RI Sumut

Bahkan untuk tempat tinggal saja warga menetap di bangunan semi permanen yang sama bahan dan ukurannya.  Mereka menyebutnya barak, yang masing-masing berukuran 4×10 meter. Konstruksinya berbahan dasar anyaman bambu, kayu dan daun rumbia. Selain dinding tepas, tidak ada lagi pemisah antar tiap rumah.

“Ada 9 persyaratan bagi warga yang bisa tinggal di kampung ini. Biasanya 9 persyaratan nanti akan dijelaskan Tuwan Imam bila baru pertama kali bertemu.

Salah satunya tidak ada kemewahan di sini. Melatih diri untuk bisa menerima kesederhanaan. Jadi semua yang ada disini bisa digunakan untuk oleh semua warga. Bahkan setiap hari kita kita melakukan musyawarah untuk membahas kemajuan sektor, saling bergotong royong. Maka tak heran kampung ini disebut dengan Kampung Kasih Sayang,” pungkasnya.

Baca Juga: Seluruh OKP Negeri Bertuah, Dukung Bupati Langkat Perangi Narkoba

Kampung ini juga memiliki sektor pendidikan yang lebih ke Kementrian Agama mulai dari Madrasah Ibtidaiyah-setara Sekolah Dasar, Madrasah Tsanawiyah-setara Sekolah Menengah Pertama, serta Madrasah Aliyah-setara Sekolah Menengah Atas.

Ada rencana juga ingin mendirikan perguruan tinggi tapi karena pandemi kita tahan. Tuwan Imam itu berpikir begitu kalau ada di satu kampung itu ada sektor pendidikan, sektor kesehatan sektor ekonomi sendiri di desa pasti luar biasa.

Itu pasti bisa, tapi masalahnya kita mau atau tidak, jujur akan penggunaan dana atau tidak, lebih ke situ. Jadi kenapa kita bisa bertahan disini hingga saat ini karena kita punya komitmen mencukupkan bersama, apapun semuanya kita lakukan bersama,” tukasnya. (Anita/hm13)

 

 

 

Related Articles

Latest Articles