10.1 C
New York
Wednesday, April 24, 2024

Ekonomi Sumatera Utara Terus Melambat

Medan | MISTAR.IDAkselerasi pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara terus melambat, dalam beberapa tahun terakhir. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada kuartal III tahun ini, ekonomi di daerah ini hanya mampu tumbuh di level 5,11%. Meski lebih tinggi dibanding nasional yang berada di level 5,02%, ekonomi Sumut tetap saja melambat dibanding kuartal-kuartal sebelumnya.

Tercatat, pada kuartal III tahun lalu, ekonomi Sumut sempat tumbuh 5,38%. Setelah itu, pertumbuhan terus melambat. Memasuki kuartal I 2019 hanya mampu tumbuh 5,31%, kemudian pada kuartal II 2019 hanya mampu berakselerasi ke level 5,25%.

BPS juga merilis, pertumbuhan ekonomi Sumut yang melambat itu disebabkan perlambatan di dua sektor lapangan usaha utama pendorong ekonomi. Sektor itu yakni pertanian dan industri pengolahan. Pada kuartal III tahun ini, sektor pertanian hanya tumbuh 4,07% (yoy) lebih rendah dibanding tahun lalu yang tumbuh 4,98%. Sementara, sektor lapangan usaha industri pengolahan tumbuh melambat dari 4,68% pada kuartal III tahun lalu menjadi 1,2% tahun ini.

Dua lapangan usaha lainnya, perdagangan dan konstruksi berhasil menunjukkan kinerja percepatan. Perdagangan mampu tumbuh 8%, sementara sektor usaha konstruksi tumbuh 7,19%.

Menanggapi hal itu, Gubernur Sumut Edy Rahmayadi mengungkapkan, kondisi ini diakibatkan perekonomian global yang belum pulih. “Ini akibat dari, (kondisi ekonomi) baik itu internasional, regional maupun global (yang belum pulih),” katanya, Selasa (5/11/19).

Kondisi ini, kata dia, membuat pertumbuhan ekonomi di seluruh provinsi di Indonesia mengalami perlambatan. “Sumut di urutan, kalau tidak salah keempat yang menurunnya,” ungkap Edy.

Ekonomi global yang belum terlalu pulih ini yang membuat dua komoditas unggulan Sumut, sawit dan karet mengalami penurunan harga. Kondisi ini masih terus berlangsung dalam beberapa tahun terakhir.

Belum lagi dengan realisasi investasi di Sumut yang masih jauh dari target. Hingga kini, realisasi investasi di Sumut baru sebanyak Rp11 triliun, dari target Rp33 triliun. “Tapi kita lihat, rencana investasi kita, yang rencananya Rp33 triliun, yang baru terjawab Rp11 triliun,” sebutnya.

Ke depan, kata dia, pihaknya akan mengenjot potensi lain untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi, sehingga tak terlalu bergantung pada dua komoditas tadi, yakni sawit dan karet. Sektor pariwisata dan pertanian, termasuk meningkatkan kinerja BUMD menjadi fokus.

“Kita akan mengelola pertanian kita, BUMD kita, ini akan kita pacu untuk menyelesaikan itu,” tambahnya.

Tahun 2019 tinggal dua bulan lagi. Edy masih optimis, ekonomi Sumut tumbuh lebih baik. “Nah, ini yang kita antisipasi ke depan, yang tahun 2019 ini tinggal dua bulan lagi. Kita antisipasi, bahwa ini nanti tidak memengaruhi perkembangan perekonomian ke depan yang sudah kita siapkan,” tandasnya.

Sudah Diperkirakan

Ekonom Sumut, Gunawan Benjamin mengungkapkan, perlambatan pertumbuhan ekonomi Sumut sudah diperkirakan sebelumnya. Hal ini terjadi karena gejolak ekonomi global akibat perang dagang, brexit, serta terpuruknya ekonomi sejumlah negara berkembang.

“Inilah yang memicu melambatnya pertumbuhan ekonomi nasional, termasuk Sumut,” katanya.

Tahun depan, kata dia, ekonomi Sumut masih sulit keluar dari jebakan pertumbuhan 5%. Sejak tahun 2018 silam, tekanan laku pertumbuhan ekonomi Sumut terus terjadi seiring dengan memburuknya harga komoditas. Belanja rumah tangga terus mengalami penurunan, padahal kontribusinya masih berkisar 55% dalam membentuk PDRB Sumut.

“Tren daya beli yang turun mengakibatkan secara kualitas kontribusinya terus turun. Efek perang dagang sangat terasa bagi Sumut, saat harga komoditas unggulan di wilayah ini mengalami penurunan,” jelasnya.

Dengan begitu–ke depan–diperkirakan kondisi ekonomi Sumut masih akan berhadapam dengan ketidakpastian. Isu perang dagang masih akan menghantui pertumbuhan ekonomi. Ancaman resesi juga tengah menghantui sejumlah negara yang bisa berakibat buruk bagi ekonomi nasional.
“Namun, saya tetap optimis pertumbuhan ekonomi Sumut bisa dipertahankan di level 5%,” tambahnya.

Yang penting ada akselerasi atau penyerapan anggaran. Ada kerangka kebijakan untuk menstabilkan harga pangan. Ada program perlindungan bagi rakyat menengah ke bawah atau miskin, serta ada upaya untuk menekan inflasi.

“Semuanya itu perlu dipersiapkan, agar di tahun depan, sekalipun kita tetap terjebak dalam pertumbuhan di angka 5%, namun tidak serta merta masyarakat kesulitan mengakses kebutuhan dasarnya,” pungkasnya.

Reporter: Daniel Pekuali
Editor: Luhut Simanjuntak

Related Articles

Latest Articles