10.7 C
New York
Wednesday, April 24, 2024

Buruh dan Petani Masih Sulit Dapatkan Perlindungan Hak, Ini Kata LBH Kota Medan

Medan, MISTAR.ID

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Medan menyebutkan, selama tahun 2020 pihaknya menerima 169 pengaduan dari masyarakat. Jumlah tersebut menurun dari pengaduan tahun 2019 yang berjumlah sebanyak 236 kasus.

“Sebenarnya jumlah orang yang merasa haknya dilanggar bisa lebih banyak. Namun karena masa pandemi Covid-19, banyak pengadu yang mewakili korban lain,” tutur Direktur LBH Medan Ismail Lubis melalui Divisi Buruh dan Miskin Kota Maswan Tambak, kepada wartawan, Sabtu (2/1/21).

Dikatakannya, beberapa isu yang dirangkum LBH Medan dalam tahun 2020. Soal perburuhan diterima 23 pengaduan. Sementara itu, ada 3 isunya yang merugikan buruh, yakni pengesahan Undang-undang Omnibus Law, buruh yang dirumahkan dan di PHK, dan tidak naiknya UMP Sumut 2021.

“Omnibus Law telah merenggut hak buruh yang sebelumnya diatur dalam Undang-undang Ketenagakerjaan. Seperti status kerja yang tidak jelas, penerapan Outsourcing, mempermudah tenaga kerja asing dan lain sebagainya,” katanya.

Baca juga: Refleksi 2020 di PN Medan, dari Jumlah Perkara, Dampak Covid hingga Vonis Bebas

Ia juga menyebutkan, terkait buruh yang dirumahkan, ada 8 pengaduan yang masuk ke LBH Medan dengan korban 162 orang. Dalam hal tersebut, sejauh ini pemerintah tidak memberikan kebijakan untuk melindungi hak-hak buruh selama pandemi.

“Perihal UMP Sumut sampai saat ini masih setara dengan UMP 2020. Padahal kebutuhan hidup terus meningkat sehingga membuat kehidupan buruh semakin sulit dan terpuruk,” ujarnya.

Selanjutnya adalah persoaalan konflik agraria. Ia menjelaskan banyak tindakan okupasi terharap lahan masyarakat. Setidaknya, ada 5 kasus penggusuran dan okupasi selama 2020.

“Semisal okupasi PTPN II terhadap Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia (BPRPI) di desa durian Selemak dan di desa Pertumbukan. Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat,” sebutnya.

Baca juga: Ingat! Malam Tahun Baru, Tempat Keramaian di Medan Hanya Boleh Sampai Jam 9 Malam

Kemudian, kasus penggusuran oleh Kodam I/BB terhadap masyarakat pedagang di Jalan Soekarno Hatta, Kecamatan Binjai Timur. Pihak Kodam I/BB mengklaim tanah tersebut adalah haknya. Namun alas haknya tidak pernah ditunjukkan.

“Selain itu, ada juga kasus perlindungan Marinir atas keberadaan Sawit Ilegal di kawasan hutan mangrove. Padahal kawasan itu dikelola Kelompok Tani NIPAH. Serta penggusuran yang dilakukan oleh Yon Zipur I/BB dengan menggunakan excavator terhadap tanaman sawit masyarakat petani seluas 46 Hektar di Desa Bingai,” ungkapnya.

“Melihat 3 kasus tersebut LBH Medan mencatat ada 454 Kartu Keluarga (KK) korban penggusuran,” sambungnya.

Lebih lanjut, Maswan mengungkapkan, soal kebebasan berpendapat. LBH Medan mencatat penolakan terhadap undang undang Omnibus Law yang terdapat di 4 tempat, yakni Kabupaten Batu Bara, Asahan, Padangsidimpuan dan Kota Medan.

Baca juga: Wah! Banyak Usaha Kuliner di Medan Langgar Jam Operasional

“Terkhususnya di kota Medan, massa aksi mendapat tindakan represifitas dari aparat kepolisian. Misalnya pembubaran paksa sampai penangkapan. Kami melihat itu sebagai pembungkaman terhadap suara kritis masyarakat,” terang Maswan.

Selain itu, kata Maswan, isu kekerasan aparatur negara. LBH mencatat kekerasan yang diduga dilakukan oleh oknum-oknum aparat penegak hukum. Misalnya pengamanan massa aksi dalam bentuk pembubaran dengan gas air mata, penangkapan secara serampangan dan pemukulan.

“Selian itu ada 11 kasus tahanan meninggal di Polda Sumut. Mereka meninggal dengan alasan sakit, bahkan ada yang kita duga karena dianiaya seperti di Polsek Sunggal. Ini jadi catatan kepolisian agar mengevaluasi kinerjanya,” ungkapnya.

Maswan juga menyebutkan tentang isu kekerasan seksual, terkhusus yang menimpa anak-anak. LBH Medan menerima 2 pengaduan. Pengaduan pertama menyangkut 1 korban dan didampingi sampai proses peradilan selesai. Sedangkan lainnya masih di tahap konsultasi.

Baca juga: TMP Medan, KBSS dan Rotari Club Laksanakan Baksos

“Dari kasus-kasus tersebut buruh dan petani masih sulit mendapatkan perlindungan dan pemenuhan atas hak-haknya. Maka dari itu, ke depan penting kiranya bagi pemerintah untuk melaksanakan kewajibannya. Terkhususnya penghormatan, pemenuhan dan perlindungan HAM masyarakat Sumut,” pungkasnya. (Saut/hm07)

Related Articles

Latest Articles