16 C
New York
Wednesday, May 1, 2024

Thailand Dituduh Tolak Eksodus Ribuan Warga Myanmar

Bangkok, MISTAR.ID

Pihak berwenang Thailand dituduh memulangkan paksa lebih dari 2.000 warga Myanmar yang eksodus ke negara itu ketika ribuan penduduk desa di negara bagian Karen, Myanmar, kabur ke Thailand pada Minggu (28/3/21) untuk menghindari serangan Angkatan Udara kepada kelompok milisi. Jet tempur Myanmar menyerang desa-desa di dekat perbatasan yang dikuasai pasukan dari kelompok etnis Karen sebagai balasan atas serangan ke pos militer.

Kepala Burma Campaign UK Mark Farmaner mengatakan kepada media bahwa ribuan orang telah dipaksa untuk kembali ke kamp pengungsian Ee Thu Hta di sisi perbatasan Myanmar. Video yang direkam oleh seorang penduduk desa Karen dan diterbitkan oleh media menunjukkan para pengungsi naik perahu di bawah pengawasan tentara Thailand.

“Lihat, tentara Thailand menyuruh penduduk desa untuk kembali. Di sini, lihat orang tua harus kembali. Lihat di sana, ada banyak tentara Thailand,” kata suara seorang penduduk desa Karen terdengar. Pihak berwenang menghentikan wartawan media mengakses daerah tersebut.

Baca juga: Eksodus Warga Myanmar Meningkat

Namun, Gubernur Provinsi Mae Hong Son Thailand Thichai Jindaluang membantah. Dia mengaku pihaknya tidak mengusir para pengungsi tersebut. Kata dia, para pengungsi berada di tempat yang aman di pinggiran perbatasan di distrik Mae Sariang dan Sop Moei.

“Pihak berwenang Thailand akan terus menjaga mereka yang berada di pihak Thailand sambil menilai situasi yang berkembang dan kebutuhan di lapangan,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tanee Sangrat menambahkan.

Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-ocha juga mengatakan akan memperhatikan HAM soal eksodus warga Myanmar, dan menepis tuduhan negaranya mendukung junta.”Kami tidak ingin eksodus, evakuasi ke wilayah kami, tetapi kami akan memperhatikan hak asasi manusia,” kata Prayut kepada wartawan di Bangkok.

Baca juga: Thailand Bersiap Hadapi Arus Ribuan Pengungsi Myanmar

Menurut catatan Lembaga Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) hingga kini jumlah korban tewas mencapai 510 orang. Sementara 2.500 orang lebih ditangkap. Tindak kekerasan aparat terhadap para demonstran juga membuat frekuensi kontak senjata antara militer dan sejumlah kelompok milisi di negara itu meningkat.

Pelapor Khusus PBB untuk Myanmar Tom Andrews mengatakan tentara sedang melakukan “pembunuhan massal”. Amerika Serikat mengutuk penggunaan kekuatan mematikan untuk membunuh warga sipil sebagai hal yang “menjijikkan.” Mereka juga memperbarui seruannya untuk pemulihan demokrasi di Myanmar. Sementara Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mendesak para jenderal Myanmar untuk menghentikan pembunuhan dan penindasan demonstrasi. (cnn/hm09)

Related Articles

Latest Articles