18.4 C
New York
Sunday, May 19, 2024

Skandal Pelecehan Anak, Para Uskup Perancis Berlutut di Lourdes Mohon Pengampunan

Paris, MISTAR.ID
Para Uskup Perancis, sebagai anggota senior hierarki Katolik, berlutut sebagai bentuk pertobatan dan permohonan pengampunan atas dosa, di Goa Lourdes pada Sabtu (6/11/2021). Upacara ini dilakukan sehari setelah para uskup menerima tanggung jawab gereja atas skandal pelecehan anak selama beberapa dekade.

Hal ini berkaitan dengan laporan penyelidikan komisi independen menemukan adanya kasus pelecehan seksual terhadap sekitar 216.000 anak di bawah umur dari 1950 hingga 2020 dalam Gereja Katolik Perancis. “Fenomena besar” disebut ditutupi selama beberapa dekade oleh “tabir keheningan”.

Tetapi beberapa korban pelecehan, dan anggota awam yang mendukung mereka, mengatakan masih menunggu rincian kompensasi dan reformasi gereja yang komprehensif. Di Lourdes, tempat ziarah bagi umat Kristen di seluruh dunia, sekitar 120 uskup agung, uskup, dan orang awam berkumpul pada pembukaan gambar yang menunjukkan patung kepala seorang anak yang menangis.

Baca juga:Paus Hapus Kerahasiaan Kepausan Untuk Penyelidikan Pelecehan Seksual

Atas permintaan para korban pelecehan seksual, para imam tidak mengenakan pakaian keagamaan mereka untuk upacara tersebut. Dinding yang menampilkan gambar itu akan berfungsi sebagai “tugu peringatan” bagi para korban. Gambar itu sendiri diambil oleh salah satu korban pelecehan, dan penderitaan yang dialaminya dirinci dalam sebuah bagian yang dibacakan oleh penyintas lainnya.

“Kami ingin menandai tempat Lourdes ini sebagai kesaksian visual pertama yang memperingati begitu banyak kekerasan, drama dan serangan,” kata Hugues de Woillemont, juru bicara Konferensi Wali Gereja Perancis, pada upacara Sabtu (6/11/2021) melansir AFP

Sehari sebelumnya, setelah pemungutan suara di konferensi tahunan mereka, para uskup Perancis akhirnya secara resmi menerima bahwa gereja Katolik memikul “tanggung jawab institusional” dalam ribuan kasus pelecehan anak.

Konferensi itu juga mengakui bahwa gereja telah membiarkan pelanggaran menjadi “sistemik”, kata Eric de Moulins-Beaufort, presiden Konferensi Uskup Perancis (CEF). Penegakkan keadilan Salah satu korban pelecehan, Veronique Garnier, mengatakan dia tersentuh oleh upacara tersebut.

Garnier, yang telah bekerja erat dengan CEF, mengatakan bahwa keadilan harus ditegakkan bagi para korban. Tetapi Pastor Jean-Marie Delbos, yang sewaktu kecil menjadi korban pelecehan, dengan marah menolak upacara tersebut.

“Pertobatan, itu palsu,” kata imam berusia 75 tahun itu tentang upacara tersebut. Berbicara kepada wartawan, dia menyerukan agar imam yang telah melecehkannya dihukum dan dipecat. Sekitar 20 umat awam, dengan pita ungu diikatkan di lengan atau leher mereka, berkumpul di bawah spanduk menyerukan “The Four Rs” (pengakuan, tanggung jawab, perbaikan dan reformasi) dari Gereja.

Baca juga:Pelecehan Anak, Penceramah Divonis 1,075 Tahun Penjara

“Kami memiliki peran untuk dimainkan,” kata salah satu dari mereka, Anne Reboux, 64, dari barat daya kota Toulouse. Semakin banyak anggota awam mengambil peran aktif di gereja, semakin sedikit hierarki akan tergoda untuk menyalahgunakan kekuasaan mereka, katanya.

Di Paris, beberapa lusin orang, beberapa di antaranya mengidentifikasi diri mereka sebagai korban pelecehan, berkumpul di luar markas CEF.

“Kami berharap, kehadiran kami … diperhitungkan dalam penjabaran rencana aksi dan periode yang harus disiapkan untuk menghasilkan kompensasi,” salah satu penyelenggara, Yolande Fayet de la Tour, kepada AFP-TV. Keputusan tentang kompensasi bagi para korban pelecehan diharapkan pada hari terakhir konferensi CEF, pada Senin (8/11/21). (kompas/hm06)

Related Articles

Latest Articles