15.2 C
New York
Thursday, May 16, 2024

Presiden Filipina Tolak Mahkamah Internasional

Manila, MISTAR.ID

Perang narkoba yang dilancarkan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte beberapa tahun telah menimbulkan masalah serius di Filipina. Pasalnya, ribuan nyawa melayang dalam operasi penggerebekan hingga akhirnya warga sipil langsung menyerah kepada polisi setiap kali ada razia.

Persoalan tersebut ternyata mengundang perhatian Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) dan berencana menyelidiki tentang perang terhadap narkoba tersebut. Namun, Duterte menyatakan tidak akan bersikap kooperatif dengan ICC dalam penyelidikan praktik antinarkoba pemerintahannya selama ini.

“Presiden Duterte tidak akan pernah bekerja sama sampai akhir masa jabatannya pada 30 Juni 2022,” kata juru bicara Duterte, Harry Raque, kepada wartawan pada Selasa (15/6/21), seperti dikutip media.

Baca juga: Perang Narkoba Ala Duterte Tewaskan 8.000 Orang

Roque menegaskan ICC tidak memiliki yurisdiksi di Filipina karena negara Asia Tenggara itu telah menarik diri keluar dari anggota mahkamah tersebut. Filipina keluar ICC pada 2019 setelah mahkamah meluncurkan investigasi awal terhadap operasi antinarkoba Duterte.

Pada awal menjabat sebagai Presiden Filipina pada pertengahan 2016, Duterte meluncurkan penangkapan besar-besaran terhadap para pengedar dan pengguna narkoba. Dalam operasi antinarkoba itu, Duterte memberi kewenangan polisi untuk membunuh setiap anggota kriminal dan pengguna obat-obatan terlarang.

Hingga kini, operasi antinarkobanya itu disebut telah menghilangkan nyawa ribuan warga sipil antara 2016-2019 tanpa melalui proses peradilan jelas. ICC sudah meminta penyelidikan sejak 2018 lalu. Kepala Jaksa ICC, Fatou Bensouda, baru-baru ini kembali meminta hakim pengadilan untuk mengesahkan penyelidikan terhadap perang antinarkoba Duterte.

Baca juga: Presiden Filipina Duterte Setujui UU Anti Teror yang Mengerikan

“Informasi yang tersedia menunjukkan bahwa anggota Kepolisian Nasional Filipina, dan lainnya yang bertindak bersama-sama dengan mereka, telah membunuh secara tidak sah antara beberapa ribu dan puluhan ribu warga sipil selama periode penyelidikan,” kata Bensouda sebelum mengundurkan diri pekan ini.

Namun, selaku juru bicara Duterte, Raque membantah temuan pihak Bensouda tersebut. Menurutnya, permintaan investigasi itu bentuk “penghinaan bagi semua warga Filipina” karena berarti sistem peradilan negara itu dianggap tidak berfungsi.

“Kami akan dibandingkan dengan negara-negara seperti Darfur, daerah-daerah di mana tidak ada pemerintahan yang berfungsi. Ini tidak benar,” katanya. “Jika pembunuhan terjadi, kekuatan, dan kekerasan yang sesuai akan diamati.” (cnn/hm09)

Related Articles

Latest Articles