18.9 C
New York
Thursday, April 25, 2024

Pasien Sembuh jadi Kebal Corona? WHO: Belum Ada Bukti

Jakarta, MISTAR.ID

Terkait apakah penyintas Covid-19 akan menjadi kebal virus corona, ilmuwan belum punya jawab pasti. Bahkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan pernyataan, belum ada bukti seseorang bisa kebal atau imun terhadap virus corona (Covid-19). Meskipun, orang yang pernah terinfeksi dan telah dinyatakan sembuh.

“Saat ini belum ada bukti bahwa orang yang telah sembuh dari positif Covid-19 dan memiliki antibodi [dalam tubuh] terlindungi dari infeksi selanjutnya,” demikian pernyataan WHO seperti dikutip dari AFP, Sabtu (25/4/20).

Sebelumnya, sejumlah negara mulai ingin mengembalikan kondisi seperti biasa kembali untuk memulihkan kondisi ekonomi. Beberapa di antaranya mendorong gagasan penerbitan surat tanda imunitas untuk warga dengan basis tes serologi yang menunjukkan keberadaan antibodi di dalam darah.

Atas wacana tersebut, WHO memperingatkan belum ada penelitian dengan hasil meyakinkan bahwa tak mungkin ada infeksi corona yang kedua pada seseorang.

“Penggunaan sertifikat dan sejenisnya seperti itu justru memungkinkan peningkatan risiko transmisi [virus] berlanjut lagi,” demikian peringatan WHO.

WHO juga meyakini tes serologi yang saat ini diaplikasikan sejumlah negara perlu lagi menambah validasi untuk meyakinkan akurasi dan reliabilitasnya.

Di tingkat global, berdasarkan data WHO yang diakses dari situs Covid19.who.int, angka kematian akibat virus corona per 25 April 2019 pukul 22.13 WIB adalah 187.705 jiwa, Tercatat hampir 2,8 juta jiwa terinfeksi virus corona di seluruh dunia, di mana kasus baru mencapai lebih dari 82 ribu.

Dunia, termasuk PBB, sedang mendorong pengembangan obat dan vaksin untuk menangkal Covid-19. Namun, titik terang masih belum terlihat.

Di satu sisi, data yang menunjukkan penurunan angka positif serta tingkat kesembuhan tinggi di sejumlah negara, telah membuat pemerintah sejumlah negara mulai memperingan pengetatan atau karantina yang dilakukan di dalam wilayahnya.

Amerika Serikat (AS) adalah negara yang paling besar dampak kesehatan Covid-19 saat ini. Data Covid-19 di negara paman Sam itu adalah lebih dari 860.772 kasus positif terinfeksi, di mana lebih dari 44 ribu di antaranya meninggal.

Masih Dalam Penelitian

Terkait apakah penyintas Covid-19 akan menjadi kebal virus corona, ilmuwan belum punya jawab pasti. Mereka menduga imunitas dalam tubuh orang yang pernah terinfeksi SARS-CoV-2 akan membuatnya kebal selama beberapa tahun, bukan seumur hidup.

Sistem imun kuat sejauh ini baru ditemukan pada orang-orang yang pernah terinfeksi virus polio dan campak. Berbeda dengan antibodi yang dihasilkan sebagai respons terhadap infeksi keluarga virus corona secara keseluruhan. Daya tahan tubuh terhadap infeksi selanjutnya hanya berlangsung sementara.

Keluarga virus corona ini menyebabkan penyakit ringan seperti pilek biasa hingga penyakit mematikan macam SARS, MERS, dan Covid-19 yang kini tengah mewabah. Laporan The New York Times menyebut, antibodi virus penyebab pilek biasa hanya bertahan satu sampai tiga tahun.

Sedangkan pasien yang terinfeksi virus penyebab SARS, yang disebut SARS-CoV, tubuhnya bisa menghasilkan imunitas dalam jangka waktu lebih panjang, yakni delapan hingga 10 tahun. Hal itu menurut catatan selama epidemi SARS pada 2003, sebagaimana diungkapkan oleh Vineet D. Menachery, ahli virologi di University of Texas Medical Branch di Galveston, AS.

SARS-CoV menyebabkan sindrom pernapasan akut berat dan disebut-sebut sebagai “sepupu” terdekat virus SARS-CoV-2 karena kemiripan karakteristiknya.

Sementara mereka yang pulih dari MERS punya sistem perlindungan dalam periode lebih singkat lagi. Namun kisaran jangka waktunya belum bisa diprediksi oleh ilmuwan. Virus corona penyebabnya, MERS-CoV, juga baru teridentifikasi pada 2012. Unta menjadi inang tempat MERS-CoV bersarang sebelum menginfeksi manusia.

Menachery menjelaskan, orang yang terinfeksi virus corona jenis baru, SARS-CoV-2, mungkin memiliki sistem imun yang kuat setidaknya satu hingga dua tahun. Estimasi tersebut memang masih perlu kajian lebih lanjut, mengingat virus baru muncul empat bulan belakangan. Inang yang menjadi sumber penularan virus pun masih belum terungkap.

“Selain itu, kami tidak dapat memprediksi,” tutur Menachery, dikutip The New York Times.

Menurut Dr. Florian Krammer, ahli mikrobiologi di Icahn School of Medicine di Mount Sinai, New York, menyebut perlindungan antibodi terhadap virus corona yang berlangsung singkat memungkinkan pasien kembali tertular.

Kendati begitu, ia mengatakan pertarungan imun tubuh penyintas dalam melawan virus yang sama akan jauh lebih ringan dari infeksi pertama.

“Anda mungkin akan menunjukkan respons kekebalan yang baik sebelum muncul gejala lagi, dan (bahkan) mungkin benar-benar menumpulkan jalannya penyakit,” ujar Krammer.

Tak hanya itu, sistem kekebalan tubuh yang terbentuk dalam tubuh pasien juga bermanfaat dalam pengembangan vaksin. Badan Pengawas Makanan dan Obat AS pada Selasa (24/3/20) lalu telah menyetujui penggunaan plasma darah pasien yang telah pulih untuk mengobati pasien dengan kondisi lebih parah. Bagian trombosit darah ini digunakan karena mengandung antibodi terhadap virus.

New York akan menjadi negara bagian AS pertama yang memulai terapi eksperimental untuk menyembuhkan pasien Covid-19 yang kritis.

“Ini adalah uji coba untuk orang-orang yang berada dalam kondisi serius, tetapi Departemen Kesehatan Negara Bagian New York telah mengerjakan hal ini dengan beberapa agensi perawatan kesehatan terbaik New York, dan kami pikir itu menjanjikan,” kata Gubernur New York, Andrew M. Cuomo.

Garis pertahanan pertama tubuh terhadap virus menular adalah antibodi bernama imunoglobulin M atau IgM. Tugas IgM sebagai petarung yang selalu waspada di dalam tubuh dan mengingatkan seluruh sistem imun terhadap kedatangan penyusup asing seperti virus dan bakteri.

Berhari-hari setelah kuman menginfeksi, sistem imun secara alami memurnikan antibodi IgM menjadi tipe kedua, yang disebut imunoglobulin G atau IgG. Antibodi jenis ini dirancang untuk mengenali dan menetralkan virus tertentu.

Proses penetralan akan turut memperbaiki kerusakan sel akibat serangan virus, memakan waktu setidaknya hingga satu minggu. Durasinya berbeda-beda pada setiap orang. Beberapa orang menghasilkan antibodi penawar yang kuat terhadap infeksi, sementara yang lain merespons dengan lebih lambat.*

Sumber : CNN Indonesia/Kumparan
Editor : Herman

Related Articles

Latest Articles