17 C
New York
Thursday, May 16, 2024

Netanyahu Kembalikan Mandat PM ke Presiden Israel

Tel Aviv, MISTAR.ID

Gagal membentuk pemerintahan koalisi setelah memenangkan pemilu Israel, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu kembalikan mandat kepada Presiden Reuven Rivlin setelah tenggat waktu pada Rabu (5/5/21) tengah malam gagal dipenuhi.

Dengan kondisi ini, Netanyahu memberikan kompetitornya kesempatan untuk mengambil alih kekuasaan. Dikutip dari media, Presiden Reuven diduga kuat bakal memberi tugas membentuk koalisi kepada anggota parlemen lainnya, Yair Lapid (57). Partai sentrisnya, Yesh Atid, menempati posisi kedua setelah Partai Likud-nya Netanyahu dalam Pemilu Israel yang keempat kalinya, 23 Maret.

Kantor Presiden Reuven Rivlin, dikutip dari media, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Netanyahu telah “memberi tahu [pihak kepresidenan] bahwa dia tidak dapat membentuk pemerintahan dan mengembalikan mandat kepada presiden.”

Baca juga: Israel Memanas, Puluhan Ribu Warga Tolak Netanyahu

Dia mengaku akan menghubungi para pemimpin politik pada Rabu (5/5/21) pagi “mengenai kelanjutan proses pembentukan pemerintahan.” Pada pemilu terakhir, Likud, partai sayap kanan yang berusia 71 tahun tersebut, memang memenangkan kursi mayoritas. Namun, Netanyahu dan sekutunya tidak mendapatkan mayoritas mutlak, yakni setidaknya 120 kursi di parlemen Israel Knesset.

Mayoritas pemilih tidak tertarik dengan kesuksesan program vaksinasi virus corona Netanyahu. Kasus korupsi yang tengah menjeratnya disebut jadi batu sandungan. Setelah melewati waktu 28 hari untuk mengamankan koalisi pasca-pemilu pada 23 Maret, atau yang keempat di Israel dalam rentang kurang dari dua tahun, Netanyahu, yang berkuasa dari 1996-1999 dan 2009 hingga kini, tetap gagal membentuk pemerintah.

Kubu Netanyahu, yang terdiri dari partai-partai sayap kanan dan keagamaan Yahudi, gagal memenangkan mayoritas lantaran tak bisa merangkul kursi tambahan dari pihak lawan. Senada, kubu oposisi tetap harus menyertakan saingan sayap kanannya itu serta sayap kiri dan sentris tradisional untuk bisa berkuasa.

Kedua belah pihak telah meminta dukungan dari partai-partai yang mewakili sekitar 20 persen minoritas Arab Israel. Jika gol, ada potensi kubu ini punya kursi di Kabinet untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade terakhir.

Pemimpin Partai Raam, yang merupakan partai Islam di Israel, Mansour Abbas mengaku terbuka untuk bergabung demi meningkatkan standar hidup 20 persen minoritas Arab Israel. Namun, pemimpin Zionisme Religius Bezalel Smotrich, yang berulang kali menyebut Raam sebagai “pendukung teror”, enggan mengajak mereka bekerja sama.

Baca juga: Ritual Keagamaan Kacau 44 Orang Tewas di Israel

Terpisah, Naftali Bennett (49), kepala Partai Yamina yang berhaluan ultranasionalis, mengaku memilih bergabung dengan Netanyahu. Namun demikian, dia akan mencari kemitraan dengan pihak lawan untuk menghindari pemilu kelima.

Bennett sendiri dijagokan sejumlah pihak untuk mengisi kursi perdana menteri selain Lapid, atau setidaknya bergantian. Kebuntuan pembentukan koalisi ini sendiri sebagian besar berasal dari masalah hukum Netanyahu. Beberapa calon sekutu berkomitmen untuk tidak mengabdi kepada perdana menteri yang sedang diproses hukum.

Jika saja calon baru yang dipilih oleh Rivlin gagal membentuk koalisi dalam 28 hari, presiden dapat meminta parlemen untuk menyetujui calon dalam waktu tiga minggu. Jika tidak bisa, Israel akan menggelar pemilu lagi untuk kelima kalinya. “[Peluang] kami 60 persen pemilu berikutnya dan 40 persen memiliki pemerintahan baru,” kata Yoav Krakovsky, koresponden urusan politik radio publik Kan. (cnn/hm09)

Related Articles

Latest Articles