10.4 C
New York
Saturday, April 20, 2024

Kisah Penulis Wuhan yang Dicap Sebagai Pengkhianat

MISTAR.ID-Buku harian seorang penulis China bernama Fang Fang yang mendokumentasikan kehidupannya di Wuhan pada hari-hari awal wabah virus corona melanda kota itu diterjemahkan ke bahasa Inggris.

Hanya saja buku harian itu memicu kemarahan China dan menempelkan cap pengkhianat kepada penulisnya.

Fang Fang, yang berusia 65 tahun, semula menuliskan pengalamannya awal Januari lalu melalui online, saat wabah itu masih diyakini sebagai krisis lokal.

Buku harian itu semula banyak dibaca orang lantaran memberikan sekilas gambaran kepada jutaan orang di China tentang sebuah kota, tempat virus itu pertama kali muncul.

Wuhan kemudian menjadi tempat pertama di dunia yang terkunci secara penuh. Kota ini tak hanya terputus dari China, tetapi juga seluruh dunia.

Ketika kebijakan lockdown berlanjut, popularitas Fang Fang makin menanjak. Pihak penerbit kemudian mengumumkan bahwa mereka akan menyiapkan pemesanan terbatas dan mempublikasikannya dalam beberapa bahasa.

Namun pada saat pengakuan internasional terhadap Fang Fang semakin meningkat, ada pergeseran cara pandang atas dirinya di China, ditandai banyak orang marah terhadap laporannya, bahkan menyebut dia sebagai pengkhianat.

Apa Isi Buku Hariannya?

Pada akhir Januari, setelah China memberlakukan lockdown di Wuhan, Fang Fang, nama aslinya Wang Fang, mulai mendokumentasikan berbagai peristiwa di kotanya melalui situs media sosial China, Weibo.

Dalam buku hariannya, dia menulis tentang segala sesuatu, mulai aneka tantangan dalam kehidupan keseharian hingga dampak psikologis dari isolasi yang dipaksakan.

Penerbit HarperCollins mengatakan dia “menyuarakan ketakutan, frustrasi, kemarahan, dan harapan jutaan rekan warganya”.

Disebutkan, Fang Fang “juga berbicara perlawanannya terhadap ketidakadilan sosial, penyalahgunaan kekuasaan, dan masalah-masalah lain yang menghambat upaya terhadap epidemi dan membuat dirinya terlibat kontroversi secara daring”.

Dalam satu kolom yang ditulisnya dan diterbitkan Sunday Times, dia merinci sebuah contoh ketika dirinya pergi menjemput putrinya dari bandar udara.

Bagaimana warga Wuhan menjalani kebijakan lockdown?

“Nyaris tidak ada mobil atau para pejalan kaki di jalan-jalan. Pada hari-hari itu saat kepanikan dan ketakutan mencapai puncaknya di kota. Kami berdua mengenakan penutup wajah,” ujarnya.

Bagaimana kisahnya menjadi perhatian internasional?

Ketika penyaringan berita diberlakukan secara ketat dan pemberitaan independen langka, Fang Fang dengan cepat muncul sebagai sumber informasi yang dapat diandalkan, apalagi didorong oleh latar belakangnya sebagai penulis peraih penghargaan.

“Negara ini membutuhkan penulis dengan hati nurani seperti Anda. Masyarakat telah kehilangan kepercayaan dengan banyak media resmi, menurut laporan seorang pengguna di Weibo, seperti dikutip situs berita The Independent.

Reputasinya, seperti halnya kata-katanya, dengan cepat menyebar dan tidak lama sebelum China menemukan jalan keluarnya dari masalah wabah.

Mengapa China menyerang Fang Fang?

Sikap nasionalisme di dunia siber adalah hal biasa di media sosial China. Ribuan warganet di negeri itu yang marah siap membungkam siapa pun setiap kali China dikritik, dihina, atau menjadi tindakan pelecehan oleh pihak asing. Dan Fang Fang awalnya bukanlah penulis China pertama yang menjadi sasaran serangan di dunia maya.

Dalam kasus ini, ketika virus terus menyebar ke seluruh dunia, orang-orang mulai menjadi lebih kritis atas respons China terhadap wabah tersebut. Pengawasan dan kritik yang keras membuat banyak orang bersikap defensif.

Pada iklim seperti inilah karya-karya Fang Fang akan dijual di dunia Barat.

Menurut situs berita What’s di Weibo, opini publik berbalik menentangnya, setelah “diketahui edisi internasional buku hariannya sedang memasuki tahap pemesanan awal melalui Amazon”.

“Di mata banyak para pengguna media sosial di China, versi terjemahan kritis Fang tentang wabah Wuhan hanya akan memberi lebih banyak amunisi bagi musuh China,” ungkap laporan itu.

Dengan cepat, Fang Fang dilihat bukan lagi sebagai pembawa kebenaran, namun sebagai pengkhianat bagi China, dan sebagian menganggapnya memanfaatkan ketenarannya – walaupun itu mungkin sebuah tragedi.

“Dia memanfaatkan krisis nasional kali ini dan mengambil keuntungan darinya,” kata seorang pengguna di Weibo. “Ini penghinaan.”

Kemarahan terhadapnya tidak terbantu oleh fakta bahwa buku itu diterbitkan oleh penerbit Amerika Serikat (AS) HarperCollins, pada saat AS dan Cina berada di tengah-tengah perselisihan diplomatik.

Media pemerintah China juga telah memperjelas posisi mereka terhadap sosok Fang Fang.

“Kenaikan globalnya yang didorong oleh media asing telah membunyikan alarm bagi banyak orang di China bahwa penulis kemungkinan telah menjadi alat praktis lainnya bagi Barat untuk menyabotase apa yang sudah dilakukan rakyat China,” tulis sebuah artikel dari Global Times.

“Buku hariannya hanya mengungkap sisi gelap di Wuhan sementara mengabaikan upaya yang sudah dilakukan masyarakat setempat dan dukungan meluas di seluruh negeri.”

Bagaimana bukunya diterima?

Sulit dikatakan karena buku itu baru tersedia pada Jumat (15/5/20) lalu.

The New York Times memuji kekuatan kejujurannya, dengan mengatakan “dia mungkin hidup lebih tenang selama lockdown, tetapi dia menulis kalimat-kalimat yang berani”.

Sebuah tinjauan oleh NPR mengatakan buku harian itu merupakan “dokumen sederhana, tragis dan absurd selama 76 hari lockdown Wuhan”, namun menyesalkan terjemahan dalam bahasa Inggris yang tidak dapat “menangkap aspek multidimensi” yang ditemukan dalam buku harian yang berbahasa China.

Namun di Amazon, buku itu mendapat beberapa ulasan negatif, salah satunya ada yang menyebut buku itu berisi “informasi yang benar-benar palsu”.

Namun, pengulas lain memuji buku itu, dengan mengatakan buku hariannya “memberikan gambaran bagaimana rasanya hidup di kota yang disaksikan dari seluruh dunia”.(bbcindonesia/hm01)

Related Articles

Latest Articles