11.1 C
New York
Sunday, April 28, 2024

Junta Myanmar Semakin Beringas

New York, MISTAR.ID

Polisi di Myanmar kembali menembaki pengunjuk rasa penentang kudeta dan menewaskan satu orang. Utusan Khusus PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener, mendesak Dewan Keamanan (DK) PBB mengambil tindakan untuk menghentikan kekerasan dan memulihkan demokrasi di negara Asia Tenggara itu menyusul kudeta militer 1 Februari 2021 lalu.

“Sangat penting bahwa dewan ini tegas dalam memberi tahu pasukan keamanan serta berdiri teguh dengan rakyat Myanmar, untuk mendukung hasil pemilu November yang jelas,” katanya kepada dewan yang beranggotakan 15 negara itu dalam pertemuan tertutup.

“Ada urgensi untuk aksi kolektif. Berapa banyak lagi yang bisa kita biarkan militer Myanmar lolos?” katanya menambahkan bahwa harapan yang ditanamkan di Perserikatan Bangsa-Bangsa oleh orang-orang di Myanmar “memudar,” seperti dikutip dari media ini, Sabtu (6/3/21).

Baca Juga:Demo Anti Kudeta Myanmar, Remaja Putri Tewas Tertembak di Kepala

Schraner Burgener kembali memperingatkan bahwa tidak ada negara yang harus mengakui atau melegitimasi junta Myanmar. Dia mendesak Dewan Keamanan untuk memberikan dukungan penuh kepada Duta Besar Myanmar untuk PBB Kyaw Moe Tun.

Kyaw Moe Tun dipecat oleh junta pada hari Sabtu lalu, sehari setelah dia mendesak negara-negara di Majelis Umum PBB yang beranggotakan 193 negara untuk menggunakan segala cara yang diperlukan untuk menggagalkan kudeta.

Junta Myanmar kemudian menunjuk wakil Duta Besar PBB Tin Maung Naing untuk menggantikannya. Namun dia telah mengundurkan diri dan misi Myanmar di PBB mengatakan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa, dalam sebuah catatan yang dilihat oleh Reuters pada hari Kamis (4/3/21) lalu, Kyaw Moe Tun tetap menjadi utusan negara itu.

Baca Juga:PBB Laporkan 50 Tewas Sejak Demo Tolak Kudeta Militer Myanmar

Schraner Burgener juga mengatakan kepada dewan bahwa situasi di Myanmar bergerak menuju krisis kemanusiaan yang akut. “Kudeta secara fundamental berdampak pada angkatan kerja, investasi, stabilitas, prediktabilitas, konektivitas dan keamanan. Ini hampir seperti menyaksikan ekonomi Myanmar memasuki keadaan sepsis,” tukasnya.

Myanmar berada dalam kekacauan sejak tentara merebut kekuasaan dan menahan pemimpin pemerintah sipil Aung San Suu Kyi dan sebagian besar politisi partainya, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), setelah militer menuding telah terjadi kecurangan dalam pemilihan umum November lalu.

Sementara itu polisi di Myanmar kembali menembaki pengunjuk rasa penentang kudeta pada hari Jumat, menewaskan satu orang. Dewan Keamanan PBB telah menyuarakan keprihatinannya atas keadaan darurat yang diberlakukan oleh militer Myanmar, tetapi tidak mengutuk kudeta tersebut karena adanya tentangan dari Rusia dan China. (sindonews/hm12)

Related Articles

Latest Articles