7.4 C
New York
Thursday, April 25, 2024

Istri Mendiang Presiden Haiti Ungkap Peristiwa Mencekam Pembunuhan

Jakarta, MISTAR.ID
Untuk kali pertama, istri mendiang Presiden Haiti Jovenel Moise buka suara usai kematian sang suami. Martine Moise mengurai peristiwa mencekam yang terjadi pada Sabtu (6/7/21) lewat pesan audio di Twitter resminya.

“Saya hidup, terima kasih pada Tuhan,” kata Moise dalam bahasa Creole seperti dikutip dari AFP. “Dalam sekejap mata, tentara bayaran memasuki rumah saya dan menembaki suami saya dengan peluru…bahkan tanpa memberinya kesempatan untuk mengatakan sepatah kata pun.”

Sejak peristiwa penembakan, dalang dan motif penembakan masih jadi tanda tanya. Namun Moise memberikan berbagai kemungkinan alasan. Dia berkata para pembunuh bisa saja dikirim oleh orang-orang yang mungkin tidak sedang dengan rencana sang suami untuk menyediakan “jalan, air dan listrik, referendum (konstitusional) dan pemilihan yang ditetapkan di akhir tahun.” Mungkin, lanjutnya, dalang di balik penembakan tidak ingin melihat transisi Haiti.

Baca juga: Presiden Haiti Tewas Dibantai Kelompok Bersenjata di Rumahnya

“Saya menangis, itu benar, tapi kita tidak bisa membiarkan negara kehilangan arah. Kita tidak bisa membiarkan darahnya…tumpah dengan sia-sia,” imbuhnya.

Menurut pihak berwenang Haiti, kelompok pembunuh sebanyak 28 orang terdiri dari 26 orang Kolombia dan 2 orang Haiti-Amerika. Mereka menyerbu dan menembaki pasangan itu di rumah mereka. Sejauh ini sebanyak 17 orang telah ditangkap dan sebanyak 3 orang tewas. Sedangkan lainnya masih buron.

Kemudian terkait transisi kekuasaan, Perdana Menteri sementara Claude Joseph mengatakan dirinya masih memegang kendali. Namun sekelompok senator didukung beberapa kelompok oposisi berencana untuk mengangkat pemimpin Senat Joseph Lambert sebagai presiden sementara dan Ariel Henry yang sudah ditunjuk Moise di awal pekan sebagai perdana menteri baru.

Baca juga: 28 Orang Terlibat Penembakan Presiden Haiti, 2 Warga AS

Akan tetapi untuk saat ini, Joseph mungkin masih memiliki polisi dan pasukan keamanan di pihaknya. “Konstitusinya jelas: saya harus menyelenggarakan pemilu dan benar-benar menyerahkan kekuasaan pada orang lain yang terpilih,” ungkapnya dalam wawancara yang disiarkan CNN.

Sementara itu, Port-au-Prince perlahan kembali ‘hidup’. Bisnis dibuka dan orang-orang kembali ke jalan-jalan ibukota. Namun tak bisa dimungkiri, kematian tragis sang presiden membuat rakyat diliputi rasa ketakutan.

“Jika presiden dapat dibunuh di sini, saya –yang warga biasa– tidak akan terhindar. Saya harus meminta suaka, untuk mencari kehidupan yang lebih baik di tempat lain,” kata Louise Limage. (cnn/hm06)

 

Related Articles

Latest Articles