11.3 C
New York
Tuesday, April 16, 2024

Diancam Demo Besar, 6.000 Personil Polisi Thailand Disiagakan

Bangkok, MISTAR.ID

Rencana aksi besar-besaran yang akan menggoyang kota di Bangkok membuat pemerintah siaga. Massa pro-demokrasi Thailand berencana untuk kembali menggelar aksi demonstrasi besar-besaran pada Rabu (25/11/20). Hal ini ditanggapi pemerintah dengan menyiagakan tak kurang dari 6.000 personil kepolisian.

Aksi demo kali ini dilakukan seiring dengan meningkatnya ketegangan pasca polisi Thailand pekan lalu menembak enam pedemo dan melepaskan meriam air (water cannon) di jalan-jalan Bangkok. Selama empat bulan aksi unjuk rasa, suasana kian terasa panas. Para pemimpin protes memperingatkan jika mereka tidak siap untuk berkompromi terkait tuntutan yang selama ini disuarakan.

Slogan dan penghinaan terhadap monarki kian berkembang biak, sementara polisi anti huru-hara sejak pekan lalu menyatakan siap mengambil tindakan tegas terhadap aksi unjuk rasa.

Baca juga: Massa Pendemo Thailand Bentrok Dengan Polisi, 41 Terluka

Dilansir media, gerakan yang dipimpin oleh mahasiswa tersebut telah mendapatkan basis yang kuat di jalan-jalan dan media sosial. Para ahli mengatakan kelompok “Red Shirts” yang pernah gencar memimpin aksi protes besar satu dekade lalu dapat bergabung dalam massa unjuk rasa kali ini.

Para demonstran menyerukan pengunduran diri Perdana Menteri Prayut Chan-O-cha yang telah berkuasa sejak 2014 melalui kudeta, menuntut perubahan konstitusi, dan reformasi monarki. Pekan lalu, PM Prayut telah menginstruksikan agar petugas keamanan di lapangan untuk menindak pedemo.

Profesor Ilmu Politik di Universitas Chulalongkorn, Siripan Nogsuan Sawasdee mengatakan kepada media bahwa massa perlu memprioritaskan tuntutannya dan memfokuskan kepemimpinannya pada beberapa tokoh terkemuka jika ingin membuat kemajuan.

Tapi dengan tuntutan mereka yang sangat tabu untuk mereformasi monarki, kata Siripan, para demonstran telah “membiarkan munculnya budaya politik baru, mendorong kebebasan berekspresi yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah kerajaan”.

Sejauh ini, pihak berwenang setempat telah menanggapi aksi protes dengan hati-hati. Pihaknya sempat menangkap para pemimpin protes kemudian membebaskannya lagi. Tidak seperti gerakan protes Thailand sebelumnya, mayoritas demonstran adalah pemuda penghuni kota kelas menengah.

Baca juga: Demonstran Thailand Jadikan Bebek Karet Simbol Perlawanan

Pihak berwenang mungkin waspada untuk tidak menodai citra internasional Thailand dengan mengulangi insiden pada 2010, ketika mereka bersikap keras terhadap gerakan Red Shirts yang menewaskan 90 orang di jantung kawasan wisata dan perbelanjaan Bangkok.

Namun dalam beberapa hari terakhir, pihak berwenang mulai bersikap keras dengan menggaungkan ancaman pasal 112, yakni undang-undang pencemaran nama baik kerajaan yang terkenal ketat. Pelanggarnya dapat dikenakan hukuman hingga 15 tahun penjara.

Dalam sejarah Thailand, gerakan protes kerap berakhir dengan pertumpahan darah, dua kali pada 1970-an, 1992, dan pada 2010. Para ahli telah memperingatkan insiden kelam tersebut dapat terulang kembali.

Ribuan Polisi Thailand Disiagakan

Polisi Thailand akan mensiagakan hampir 6.000 petugas pada Rabu untuk mengamankan demonstrasi di kantor yang mengelola kekayaan kerajaan, oleh para pemrotes yang mendesak Raja Maha Vajiralongkorn melepaskan kendali pribadi atas aset-aset.

Polisi mengatakan pada Selasa bahwa pemrotes tak akan diizinkan berada dalam jarak 150 meter dari Biro Properti Kerajaan, di mana para pendukung kerajaan mengatakan berencana untuk berkumpul dan membela monarki yang tengah menghadapi tantangan terbesar dalam beberapa dekade terakhir.

Baca juga: Bentrok, Demonstran Thailand Kontra Pendukung Raja

Piya Tavichai, wakil kepala polisi Bangkok, mengatakan kedua kelompok itu akan dipisahkan. “Tergantung bagaimana para pemrotes bersikap, kami akan mengambil langkah yang sesuai,” katanya dalam sebuah konferensi pers. Lebih dari 50 orang terluka pekan lalu saat polisi menggunakan tembakan air (water cannon) dan gas air mata terhadap ribuan pemrotes di parlemen dalam hari yang paling dipenuhi kekerasan dalam empat bulan jalannya demonstrasi.

Para pemrotes mendesak penurunan mantan pemimpin junta militer, yang sekarang menjadi Perdana Menteri, Prayuth Chan-ocha, dan meminta konstitusi baru, namun juga mendobrak tabu dengan meminta reformasi guna membatasi kekuasaan raja. Di antara sejumlah permintaan para demonstran, adalah pembatalan perubahan yang telah memberikan raja kendali pribadi atas kekayaan kerajaan senilai puluhan miliar dolar.

Grup protes FreeYouth mengatakan dalam cuitan di Twitter bahwa mereka akan berdemo pada Rabu untuk “merebut kembali properti yang seharusnya menjadi milik masyarakat”. Istana Kerajaan belum memberikan komentar sejak protes dimulai, meski raja telah mengatakan para pemrotes dicintai “dengan sama rata” ketika dimintai komentar terkait demonstrasi.

Prayuth telah menolak permintaan pemrotes untuk mengundurkan diri dan mengatakan pada pekan lalu bahwa semua hukum akan digunakan terhadap para pemrotes yang melanggarnya. Pernyataan itu menimbulkan kekhawatiran di kalangan aktivis terkait penggunaan hukum penghinaan terhadap kerajaan, yang belum pernah digunakan sejak tahun 2018. (ant/cnn/hm09)

Related Articles

Latest Articles