7.3 C
New York
Friday, March 29, 2024

80 Anggota AU Myanmar Membelot

Naypyidaw, MISTAR.ID

Tak setuju militer terlibat politik, sebanyak 80 anggota korps Angkatan Udara Myanmar memilih membelot dan kabur dari kesatuan (desersi) serta bergabung dengan kelompok anti-junta militer.

Dilansir media, menurut salah satu anggota AU yang membelot, Aung Zay Ya, mantan kesatuannya sudah menerbitkan nama-nama anggota korps yang desersi. “Mereka mencetak nama dan foto seluruh anggota yang membelot dan dipajang di markas,” kata Aung.

Aung yang terakhir menyandang pangkat sersan dan sempat bertugas di Komando Wilayah Yangon saat ini memilih bersembunyi. Dia beralasan membelot karena tidak setuju dengan sikap militer yang terlibat politik.

Baca juga: Pemerintah Tandingan Myanmar Disebut Teroris

“Sejujurnya saya tidak suka sejak awal. Saya lebih suka mengerjakan tugas saya saja. Saya tentara, maka bekerja sesuai tugas tentara. Sangat menjengkelkan melihat para tentara seolah bisa menjadi apa saja yang mereka inginkan dengan dalih ingin memperbaiki kondisi negara dan berpolitik,” ujar Aung.

Pembelotan itu dilaporkan terjadi sejak Maret lalu. Di sisi lain, alasan anggota AU membelot karena mereka merasa tidak diberi tugas yang sesuai.

“Saya tidak tahan. Saya lulusan Institut Teknik Pemerintah dan masuk Angkatan Udara, tetapi saya cuma ditugasi menyapu dan membuang sampah,” kata seorang eks anggota AU yang identitasnya dirahasiakan.

Selain itu, para anggota AU Myanmar yang berpangkat rendah mengeluhkan mereka selalu ditindas atasan. “Tidak ada keadilan di militer, seluruh prajurit ditindas. Lihat saja rumah di barak, semua atapnya bolong,” ujar sang serdadu.

Baca juga: Pemerintah Tandingan Bentuk Sayap Militer Lawan Junta Myanmar

780 Pengunjuk Rasa Tewas

Menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) Myanmar, hingga kini, sebanyak 780 orang terbunuh sejak kudeta berlangsung. Sementara itu warga yang ditahan lantaran menolak kudeta mencapai 3.826.

Tindakan represifitas tak hanya dirasakan pemerintahan oposisi. Warga sipil juga merasakan dengan adanya tindakan pelarangan melalui satelit. Junta menganggap siaran berita internasioal mengancam keamanan negara. Jika ada penduduk yang ketahuan melanggar, junta tak segan menjebloskannya ke dalam penjara.

Barangsiapa yang melanggar Undang-Undang Televisi dan Video, termasuk mereka yang menggunakan parabola, maka akan dihukum penjara selama satu tahun dan denda 500 ribu Kyat Myanmar (sekitar Rp4.6 juta) demikian isi pernyataan junta Myanmar yang disiarkan melalui saluran televisi MRTV.

Krisis politik di Myanmar menjadi sorotan pihak internasional. Salah satunya dari Uni Eropa. Mereka menunggu tindak lanjut dari hasil konsensus ASEAN usai terselenggaranya konferensi tingkat tinggi, pada 24 April lalu.

Baca juga: Junta Militer Brutal, 250 Ribu Warga Myanmar Mengungsi

“Kami akan melihat pemimpin dan utusan khusus yang berjanji akan ke Myanmar untuk terlibat langsung dalam dialog konstruktif dengan pihak terkait,” ujar Duta Besar Uni Eropa untuk ASEAN Igor Driesmans dalam konferensi pers via daring baru-baru ini.

Sebagai bentuk kepedulian terhadap penduduk Myanmar, ratusan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) juga mendesak Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengembargo senjata ke negara yang tengah dilanda kudeta itu.

Ratusan LSM tersebut, termasuk Human Rights Watch dan Amnesty International, menyampaikan desakan itu melalui pernyataan bersama pada Rabu (5/5/21).

Namun, desakan ini langsung dimentahkan oleh para diplomat di PBB. Menurut mereka, sangat sulit meloloskan embargo seperti itu karena China dan Rusia yang memegang hak veto selama ini dikenal selalu melindungi Myanmar. (kompas/hm09)

Related Articles

Latest Articles