9.4 C
New York
Friday, March 29, 2024

Kisah Sultan Siak Sumbangkan Harta Kekayaan untuk Indonesia yang Mencapai Rp1.000 Triliun

Riau, MISTAR.ID

Siak adalah sebuah kesultanan yang kaya raya di tanah Riau. Kala itu, sewaktu Indonesia baru merdeka, Syarif Kasim Abdul Jalil Saifuddin atau Sultan Syarif Kasim II, pemimpin muda Kesultanan Siak menyatakan bergabung. Saat itu ia masih berusia 21 tahun.

Sultan Syarif Kasim II yang dikenal sebagai pemimpin tegas dan menyayangi rakyatnya rela memberikan sumbangan 13 juta Gulden dan menyerahkan ladang-ladang minyak kepada Indonesia. Sebuah angka yang sangat besar dan diperkirakan mencapai lebih dari Rp1.000 triliun pada saat ini.

Usai memutuskan bergabung dengan Ibu Pertiwi, Sultan yang kala itu masih berusia 21 tahun mengajak raja-raja yang memimpin Pulau Sumatera bagian timur, agar bergabung bersama dan mewujudkan cita-cita para pejuang bangsa, menjadikan Indonesia sebagai negara yang besar, berdaulat, adil dan makmur.

Baca Juga:Keragaman Budaya di Indonesia, Dari Upacara Adat Hingga Alat Musik dan Lagu

“Dia menjamin pendanaan Indonesia dengan menyerahkan mahkota-mahkota emas bertaburan intan berlian, untuk mendukung kemerdekaan Republik Indonesia. Tak sekedar itu, ia memberi uang pribadinya 13.000.000 Gulden Belanda. Suatu jumlah yang sangat besar,” ujar Budayawan Riau, Taufik Ikram Jamil, baru-baru ini.

Sultan bukan sembarangan menyerahkan tahtanya ke negara. Dia memegang teguh dan mengamalkan wasiat sang ayah Sultan Syarif Kasim. Pesannya, jika tidak ada lagi keturunannya yang memerintah, benda-benda dan harta kerajaan harus diserahkan kepada pemerintah yang sah.

Terbukti, ketika Syarif Kasim II tidak memiliki keturunan, wasiat ayahnya dijalankan. Dia kembali menjadi rakyat biasa dan menyerahkan harta serta tahtanya ke pemerintahan.

Tak hanya itu, Syarif Kasim II juga memotivasi masyarakat di bawah kepemimpinannya secara langsung untuk kemerdekaan RI. Bahkan dia bersama permaisuri meresmikan tentara rakyat Indonesia di Siak pada bulan pertama kemerdekaan. Peresmian itu dilaksanakan di depan Istana Siak.

Baca Juga:Gim Interaktif Kenalkan Budaya Indonesia Ciptaan Mahasiswa UGM

“Kalau soal berperang menentang penjajah, orang Riau melakukannya sejak abad ke-16. Setelah Malaka ditaklukkan Portugis, orang-orang dari Gasib Siak memerangi Portugis tahun 1512. Ini disusul oleh Narasinga II tahun 1516 dan 1520. Abad ke-18, Tengku Buang Asmara menyerang Belanda di Siak, sedangkan Tuanku Tambusai abad 19, seangkatan dengan Diponegoro dan Imam Bonjol. Pada saat bersamaan, Riau juga menyerang Belanda di Indragiri di bawah pimpinan Panglima Sulung,” ujarnya.

Di masa kepemimpinannya, Sultan sangat perhatian di bidang pendidikan. Dia mendirikan sekolah dan termasuk pendidikan awal pribumi di Indonesia. Dia dikenal taat, selalu menjalin silaturahim dengan kerajaan tetangga seperti Inderagiri dan Gunung Sahilan.

Sewaktu Syarif Kasim II memerintah, wilayahnya meliputi Riau bagian pesisir sekarang termasuk Pekanbaru. Ada 12 wilayah yang disebut Provinsi saat itu. Pekanbaru misalnya, dinamai Provinsi Pekanbaru yang dipimpin oleh orang bergelar Datuk Bandar.

Sedangkan wilayah luar Riau yang sempat masuk dalam wilayah kekuasaannya itu sebagian daerah Sumatera Utara seperti Deli, Langkat, Asahan dan Sambas di Kalimantan Barat. Namun ketika Syarif Kasim II berkuasa, bagian itu sudah lepas dari wilayahnya.

Baca Juga:Budaya ‘Manortor’ di Acara Pesta Dilarang di Toba

Sultan Syarif Kasim II lahir di Siak Sri Indrapura, 1 Desember 1893 dan meninggal di Rumbai, Pekanbaru, Riau pada 23 April 1968 pada umur 74 tahun.

Dia adalah sultan ke-12 Kesultanan Siak Sri Indrapura yang mendapat gelar/penghargaan sebagai Pahlawan Nasional (Keppres No. 109/TK/1998, tanggal 6 November 1998). SSK II diangkat jadi penasihat Soekarno usai kemerdekaan, di tahun 1946 hingga 1950-an. Mendapat tawaran itu, Sultan bersedia, namun dia tidak mau menerima gaji.

“Dia banyak dikenang orang karena selama menjadi Sultan, selalu bersedekah tiap hari Jumat. Bahkan, dia memberikan beasiswa kepada pelajar sampai 70 persen. Jadi dari total biaya pelajar, 70 persennya dibantu SSK II, tentunya sangat membantu,” ucapnya.

Baca Juga:Agar Perda Cagar Budaya Siantar Tak Jadi Pajangan, Tim Ahli Bakal Direkrut Juni 2021

Setelah menyerahkan tahta dan harta Kesultanan Siak ke negara, SSK II akhirnya menikah. Istrinya sudah memiliki sejumlah anak. Namun anak tersebut tidak mewarisi kerajaan karena bukan keturunan langsung. Dia menikah setelah berstatus sebagai rakyat, bukan lagi raja yakni setelah ia menyatakan bergabung dengan RI.

“SSK II menikah sebelum kemerdekaan saat masih sultan, lalu cerai waktu setelah Indonesia merdeka. Beberapa waktu kemudian, dia menikah lagi dengan wanita yang telah memiliki anak,” pungkasnya. (merdeka/hm12)

Related Articles

Latest Articles