7.5 C
New York
Friday, April 19, 2024

Kisah Pembuat Gitar di Tengah Pandemi, Eli Instrumen Asal Siantar Pasarkan Produk Lewat Online

Pematangsiantar, MISTAR.ID

Dalam menumbuhkan ekonomi kreatif, kiprah anak muda Pematangsiantar tak perlu diragukan. Seperti dilakoni Eli Instrumen, gigih bergerak di bidang galeri yang memasarkan hasil karya sendiri berupa alat musik akustik gitar dan cajon.

Hasil dari kerajinannya pun memiliki kualitas tak kalah dengan produk terkenal, bahkan harganya sangat terjangkau alias murah.

Beralamat di Jalan Bahkora, Gang Ramos, Kecamatan Siantar Marihat, Kota Pematangsiantar, di situlah ratusan gitar berbagai bentuk dan corak diciptakan, Alvon Bernando Luasanda Panjaitan (34) selaku pendiri Eli Instrumen.

Dalam usaha pembuatan gitar, Alvon Panjaitan adalah alumni USU jurusan Etnomusikologi, ia sempat menjadi guru les privat gitar sebelum membuka usaha sendiri.

Baca Juga: Cerita Lansia Lumpuh Korban Banjir Simpang Karang Sari, Pasrah Tenggelam Saat Air Masuk Rumah

Niat membuat gitar yang kini digelutinya, tergerak dari kegelisahan hati atas dominasi produk luar. Awalnya ia mencoba mengurangi dan sekaligus menghapus produk impor, digantikan produk sendiri yang diciptakan anak-anak negeri.

“Kita ingin masyarakat luas itu memakai gitar produk dalam negeri, tentu dengan kualitas tinggi dan harga murah. Kita tahu, masih banyak masyarakat yang membeli gitar di toko-toko dengan harga mahal. Dari situlah tergerak hati ini. Intinya kita coba mengurangi dan sekaligus perlahan meninggalkan produk impor,” inginnya Alvon.

Alvon yang ditemui di kediamannya, Minggu (6/12/20) sekira pukul 13.00 Wib, menjelaskan, kualitas gitar hasil produksinya dibantu dua karyawannya, hasilnya sama dengan buatan luar negeri.

Baca Juga: Kemenhub dan Dekranas Gelar Pelatihan Wirausaha Digital Kepada Pengrajin di Toba

“Awalnya kita sedih ya bang. Di awal kita membuat gitar ada yang tidak suka. Dari situlah mulai berbenah mendatangi tukang kayu jenis rosewood, mapel dari Kota Solo. Ilmu membuat gitar dapat dari teman dan mata kuliah waktu di kampus. Kalau dari kampus, ilmunya dapat 20 persen. Nah, yang lebih banyak itu dari teman, 80 persen ilmunya dapat. Di kampus kan ada bengkel gitar. Teori buat gitar tahu di kampus,” ujar Alvon seraya merinci harga gitarnya dibanderol mulai harga Rp550 ribu hingga Rp900 ribu per buah.

Dikatakan Alvon lagi, untuk dapat atau memiliki gitar karyanya sendiri, pembeli dapat memesan lewar media sosial instagram @eliinstrumen. Selain itu juda dapat langsung datang ke kediamannya.

“Banyak yang datang ke mari (ke kediamannya) untuk request bang. Paling lama dua bulan, paling cepat satu bulan. Itu kita pengerjaannya pakai target, untuk sebulan bisa selesai 15 hingga 20 gitar,” ungkap Alvon saat mengecat gitar yang baru diproduksinya.

Baca Juga: Gara-gara Impor, Omzet Perajin Pacul Anjlok

Bertarung di Tengah Pandemi

Sekarang Alvon Panjaitan lebih banyak memasarkan produknya via online, 80 persen katanya pasar online. Sejak pendemi ini, tren belanja orang berubah. Mereka gunakan Gojek online, gunakan aplikasi facebook, instagram.

“Sekarang kita rutin promosi produknya via online. Beberapa bulan ini kita juga tawarkan via online, sampai-sampai kita buat blueprinnya orang vianya online. Baik itu video call baik iti chating. Saat ini kita tetap memperoduksi gitar dan cajon. Gitar ini banyak jenisnya, baik yang besar dan yang kecil. Ada juga yang jumbo. Ada yang 12 senar, ada juga yang tanpa head. Banyak macamnya. Untuk warna juga banyak, ada warna theredy, adayang bisa diusap berubah warna, malam berubah warnanya,” ujar Alvon seraya pandemi cepat selesai.

Untuk pemesan karyanya di masa pandemi saat ini, banyak dari luar kota termasuk dari Surabaya, Belitung, Jakarta, Pekan Baru, Jambi. Rata rata sudah luar kota pemesannya.

“Mereka semua via online dan video call memesan. update kita kasi tahu sudah sejauh mana produksinya kepada pemesan,” katanya.

Kesulitan jualan online, ujarnya, karena tidak dilihat mata langsung. Produk harus dijadikan terlebih dahulu, kemudian difoto dan posting ke pasar online. Kalau konvensional, orang bisa datang langsung dan memesan.

“Itulah bedanya online sama penjualan yang seperti biasa. Idealnya enaknya itu paar konvensoinal saja. Karena mereka bisa liat langsung, dan kalau online agak ribet sedikit dan cara paradikma mereka berbeda melihat gitar itu. Terkang dari HP yang tidak bagus, dilihat kok kayak gini, ternya dilihat langsung bagus hasilnya,” imbuh Alvon.

Masa pandemi ini membuat Alvon ketimpangan, dirinya berharap pandemi cepat berakhir. Sekarang bersama pegawai dirinya mengatasi pandemi ini yang mana seharusnya mereka pulang ini tidak pulang dan saat ini mereka diberi tempat tinggal dan makan.

“Sekarang kita kasi tempat tinggal dan kita kasi makannya. Sedapat mungkin ini kita atasi dan dengan lingkungan masyarakat juga dibatasi. Kalau sempat mereka bergabung dengan masyarakat mereka lalai (terpapar virus corona) itu jadi masalah. Itu juga yang membuat oprasional bertambah, hampir dua kali lipat hanya untuk mengtasi masalah seperti itu. Selama ini kita hanya membiayai makan siang, saat ini untuk makan pegawai termasuk sarapan, makan siang dan malam harus kita tanggulangi,” ungkapnya.

Untuk penjualan, tidak terlalu jatuh, kalau pun menurun bisa diatasi. Yang jadi masalah utama, lanjut dia, bukan karena penurunan penjualan, tapi pengeluaran yang bertambah.

“Saat ini hampir 80 dan 90 persen penjualan kita itu via online, kalau penjualan biasa itu 20 persen,” pungkasnya.

Sempat Dianggap Gila

Diawal meniti usahanya, Alvon Bernando Luasanda Panjaitan sempat dianggap gila oleh teman-temannya.

Dikatakan Alvon, usahanya yang kini menghidupinya itu sudah berjalan selama lima tahun. “Di awal meniti karir, saya sempat dibilang gila. Selama dua tahunlah meniti karir dan membuat gitar sendiri,” ujarnya.

Dari usahanya tersebut, Alvon belajar dan belajar terus. Pada tahun ketiga, karyanya mulai dikenal kalangan luas, hingga kini yang sudah memasuki lima tahun.(hamzah/hm02)

 

 

 

Related Articles

Latest Articles