9.4 C
New York
Friday, March 29, 2024

Grace Siregar Perempuan dari Tanah Batak Yang Mendunia

MISTAR.ID– Tidak banyak yang mengenal perempuan ini di negerinya sendiri. Atau bahkan di tanah kelahirannya. Hanya sebagian besar para seniman tanah air yang tahu tentang dia. Padahal ia telah malang melintang mengelilingi dunia untuk pameran karya-karya seninya di Eropa dan di Afrika. Ia dikenal sebagai seniman seni rupa kontemporer, diakui oleh seniman dunia, bahkan banyak mendapat penghargaan dari pemerintahan di sana. Perempuan ini tidak sekedar memahami seni rupa, tetapi kegigihannya mendalami seni membuat ia tidak mau berhenti belajar. Usai mendapatkan gelar SH, dan bekerja selama dua tahun, Ia pun melanjutkan pendidikan seninya di Belanda. Mendalami sejarah seni, membuat ia memahami ruh dari seni tersebut.

Dia adalah Grace Siregar. Grace Siregar boleh dibilang hanya numpang lahir di tanah Batak. Tepatnya lahir di Tarutung, Tapanuli Utara. Hanya 4 bulan tinggal ditanah kelahirannya, setelah itu ia bersama orangtuanya pun mandah ke Bangka Belitung. Tetapi jangan tanya soal kebanggan dan kecintaannya dengan tanah Batak. Bahkan dialeg Batak pun tak ingin ia lepaskan dari kehidupannya sehari-hari, walau ia telah lama meninggalkan tempat kelahirannya dan menjelajahi banyak negeri. Ia bangga dengan Batak, hingga terkadang dalam pameran seninya, nuansa Batak turut menjadi inspirasinya.

“Aku tidak bisa melupakan Batak. Masa kecilku, meski kami tidak lagi di tanah Batak, tetapi kami masih menggunakan bahasa batak dan masih memakai tradisi Batak.” Ujar perempuan itu dengan bangganya. Grace saat ini tinggal di Isle of Bute, Skotlandia. Suaminya Alexander Davey, seorang NGO di Afrika Timur. Udara dingin 3 derajat celcius di Scotlandia tempat ia tinggal, mampu dia hangatkan dengan tawa dan candanya. Responnya terhadap karya seni begitu luar biasa.

“Banyak media luar yang telah mempublikasiku. Tetapi ketika aku diwawancarai harian Mistar, Media lokal dari tanah airku sendiri, bangganya luar biasa.” Ujar Grace bahagia. Salah satu Pameran Tunggal berjudul Paralysed Mood di the bank Of Ideas di Rothesay, Isle of Bute, Scotlandia. Pameran itu begitu diapresiasi masyarakat setempat. Poster-poster pameran tersebut sampai sekarang masih ada di setiap kapal ferry CallMac dari Bute je wymess Bay .

“Kepercayaan masyarakat setempat itu begitu luar biasa.” Ujar Grace.

Kerinduan Grace tentang tanah Batak memang tidak candaan. Ia pernah bayar Tonding ke tanah kelahirannya. Ini bukan sekedar “mulak tondi tu badan” pulang ke tanah kelahiran. Ia sengaja pulang kampung selama dua tahun. Gairahnya meluap untuk menghidupkan seni di tanah air. Grace mengumpulkan para seniman Sumatera Utara dan membuat rumah perkumpulan para seniman dengan nama Galeri Tondi.

Selama dua tahun ia hidupkan Galeri Tondi . Semua seniman boleh menunjukan karya seninya di sana. Para seniman memerlukan ruang untuk memamerkan karya karyanya.

Satu hal yang masih menjadi kerinduan Grace saat ini, selain ingin pulang kampung. Yakni memunculkan seniman perempuan di Indonesia, apa lagi dari daerah. Menurut Grace, sebenarnya kita punya banyak potensi seniman perempuan yang terpendam. Tetapi budaya patriarki sering menghambatnya. Keluarga masih menjadikan perempuan sebagai pelayan domestik, sehingga ia sulit berkarya di luar. Apalagi, menjadi seniman dianggap belum memiliki masa depan.

Seni itu sederhanannya adalah sebuah ungkapan rasa yang dituangkan pada media yang dikelola menjadi indah dan bisa menyentuh jiwa. Bisa melalui lukisan, fotografi, patung, puisi, cerita, vidio, tarian , nyanyian dan lainnya. Karya seni rupa kontemporer Grace yang sempat menghantarkan ia keliling dunia adalah foto seorang anak yang pertama kali mendapatkan gawai dari orangtuanya.

Objek itu adalah Rakhel, anaknya sendiri. Ia baru memberikan gawai kepada anaknya setelah beberapa tahun menahannya, sementara teman-temannya telah memiliki. Ekspresi – ekspresi anak itu ia ambil, mulai ekspresi kebahagiaan, ekpresi ketudakpedulian dengan sekitar, ekspresi keasyikan dia menggunakan gadget.

“Sederhana memang, tetapi ekpresi anak itu dirasakan banyak orang tua. Dan foto itu membuat banyak yang hadir di pameran tersebut terpukau melihat bidikan bidikan foto, karena mereka mengalaminya.Ini hanyalah kesehari-harian di lingkungan kita yang diekspresikan dalam karya seni” Ujar Grace.

Grace tidak pernah berhenti berkarya, dan tidak pupus untuk mengajak seniman lain untuk terus berekspresi dengan karya-karyanya. Harapannya, sistem pendidikan memberikan ruang , agar muncul seniman muda. Dan harapan itu ia titipkan pada mentri pendidikan Indonesia yang baru. (rika)

Related Articles

Latest Articles