10.3 C
New York
Tuesday, March 26, 2024

Terkait Kawasan Hutan di Buntu Bayu Jadi Kebun Sawit, Abdi Purba SH: PT SIA Membeli Tanah yang Memiliki SHM

Simalungun, MISTAR.ID

Permasalahan ratusan hektar kawasan hutan produksi yang berubah menjadi perkebunan kelapa sawit di Buntu Bayu, Kecamatan Hatonduhan, Kabupaten Simalungun sepertinya akan menyerempet ke sejumlah instansi termasuk pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Kemungkinan ini bisa saja terjadi mengingat perkebunan sawit yang berada di kawasan hutan itu ternyata sudah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Surat Keterangan Tanah (SKT).

Kasus perubahan fungsi kawasan hutan itu kini sedang ditangani pihak penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Simalungun setelah adanya laporan pengaduan dari pengurus Kelompok Tani Hutan (KTH) Teratai Hijau, Mangasa Hutagaol selaku Ketua dan Pahala Sihombing selaku Sekretaris KTH Terai Hijau.

Baca Juga: Kawasan Hutan Diduga Berubah Jadi Kebun Sawit dan Miliki SHM, Kasusnya Ditangani Kejari Simalungun

Namun persoalan kawasan hutan ini, ditanggapi dengan santai oleh Abdi Purba SH selaku kuasa hukum dan Humas PT Sawit Indah Abadi (SIA).

“Dari awal, PT SIA tidak mengetahui, apakah lahan tersebut berada di kawasan hutan atau tidak,” ungkap Abdi Purba SH menjawab konfirmasi mistar.id di ruang kerjanya, Selasa (11/1/22) siang.

Lahan itu dulunya, kata Abdi Purba dibeli PT SIA karena sudah memiliki sertifikat hak milik.

“Yah, karena sudah ada sertifikatnya makanya dibeli PT SIA. Kalau mengenai kenapa bisa terbit sertifikat, dalam hal ini PT SIA tidak mengetahuinya,” tegasnya.

Baca Juga: Petani Simalungun Laporkan Soal Lahan TORA ke Ombudsman

Menurutnya, permasalahan lahan milik PT SIA itu jadi ribut sejak tahun 2014, dan sudah beberapa kali organisasi berbentuk kelompok tani ingin mengambil alih lahan tersebut dengan alasan bahwa lahan itu adalah kawasan hutan. “Hal inilah kemudian yang membuat PT SIA menjadi gerah,” ujarnya.

Bahkan pada 25 Februari 2020 pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI melalui Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, ujar Abdi Purba, sudah membalas surat dari pengurus KTH Teratai Hijau yang mengajukan permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm).

Dan permohonan KTH Teratai Hijau tersebut sambung Abdi Purba, tidak dikabulkan, karena di lokasi yang dimohonkan sudah diusahai PT SIA. “Ini surat balasan dari kementerian itu,” ujarnya sambil memperlihatkan surat tertanggal 25 Feburari 2020 itu kepada mistar.id.

Baca Juga: Kades Marjandi Tongah Akui Istrinya Punya Lahan di Kawasan Hutan Lindung Deli Serdang

Seharusnya, sambung Abdi Purba, mereka juga mematuhi peraturan sebagaimana diatur dalam Perma RI No 2 tahun 2019, yaitu dengan menggugat mengenai apa yang sudah diterbitkan oleh pemerintah.

Abdi Purba menjelaskan, bahwa Perma (Peraturan Mahkamah Agung) RI No 2 tahun 2019 adalah mengenai Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintah dan Kewenangan untuk Mengadili Perbuatan yang Melanggar Hukum oleh Badan dan Atau Pejabat Pemerintah (Onrechtmatige Overheidsdaad).

Dia juga menjelaskan, seluruh sertifikat yang dibeli PT SIA jumlahnya 164 SHM dan 4 Surat Keterangan Tanah (SKT). Luas lahan seluruh SHM sekitar 253 hektar dan lahan SKT seluas 29 hektar.

“Lagian, sampai sekarang seluruh SHM dan SKT itu masih atas nama orang-orang itu, bukan atas nama PT SIA,” paparnya.

Abdi juga menjelaskan, kronologis asal lahan, sebelum dibeli PT SIA dari pemilik SHM dan SKT, lahan itu dulunya diusahai oleh PT Aren.

Dikasih Waktu Sampai 2024

Sementara pihak Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara (Dishut Provsu) melalui Tigor Siahaan selaku Kepala Seksi Perlindungan Hutan dan Pemberdayaan Masyarakat, UPT.KPH Wilayah II Pematangsiantar, menanggapi permasalahan di kawasan hutan produksi itu harus diselesaikan sesuai aturan yang berlaku.

Adapun peraturan itu, menurut Tigor, mewajibkan pihak pengusaha di kawasan hutan itu untuk mematuhi UU Cipta Kerja, PP 23 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan dan PP 24 tahun 2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif.

Di dalam peraturan perundang-udangan itu sebut Tigor Siahaan ada dijelaskan, bahwa kawasan hutan yang terlanjur diusahai maka diwajibkan oleh Kementerian Kehutanan untuk mengurus izin pemanfaatan hutan, batas waktunya kata dia 3 tahun.

“Kalau nanti sampai batas waktu tahun 2024 tidak selesai juga izin berusahanya, maka akan dikenakan sanksi,” ujarnya.

“Di kawasan yang sudah diusahai, perkebunan misalnya akan dikenakan sanksi administrasi dalam hal pengawasan perizinan berusaha pemanfaatan hutan,” sambungnya mengakhiri.(maris/hm02)

 

Related Articles

Latest Articles