9.2 C
New York
Saturday, April 20, 2024

Terdakwa Kasus Korupsi, Heru Hidayat Dituntut Hukuman Mati

Jakarta, MISTAR
Heru Hidayat, terdakwa kasus korupsi PT Asabri (Persero) dituntut hukuman mati oleh jaksa penuntut umum (JPU) Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Jaksa berkeyakinan, Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) itu disebut secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi bersama mantan Direktur Utama Asabri Adam Damiri dan Sonny Widjaja, yang menyebabkan negara mengalami kerugian senilai Rp22,7 triliun.

Tuntutan tersebut dibacakan JPU dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Kelas IA Khusus, kemarin. Dalam pertimbangannya, jaksa membeberkan alasan pemberatan pidana dengan pertimbangan sebagai berikut:

Pertama, perbuatan terdakwa dalam perkara ini telah berakibat pada kerugian keuangan negara sangat besar seluruhnya sebesar Rp 22.788.566.482.083,00 di mana atribusi dari kerugian keuangan negara tersebut dinikmati terdakwa sebesar Rp.12.643.400.946.226.

Baca Juga:Tiga Terdakwa Korupsi Dana Hibah Pilkada Sergai Diadili

Nilai kerugian keuangan negara dan atriubusi yang dinikmati oleh terdakwa sangat jauh di luar nalar kemanusiaan dan sangat mencederai rasa keadilan masyarakat.

Ke dua, sebelumnya, terdakwa juga telah dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) dengan nilai kerugian keuangan negara yang juga sangat fantastis yaitu telah merugikan keuangan sebesar Rp.16.807.283.375.000,00 dengan atribusi yang dinikmati oleh terdakwa seluruhnya sebesar Rp.10.728.783.375.000.,00.

Ke tiga, bahwa skema kejahatan yang telah dilakukan oleh terdakwa baik dalam perkara a quo maupun dalam perkara korupsi sebelumnya pada PT. Asuransi Jiwasraya, sangat sempurna sebagai kejahatan yang complicated dan sophisticated, karena dilakukan dalam periode waktu sangat panjang dan berulang-ulang, melibatkan banyak skema termasuk kejahatan sindikasi yang menggunakan instrumen pasar modal dan asuransi, menggunakan banyak pihak sebagai nominee dan mengendalikan sejumlah instrumen di dalam system pasar modal, menimbulkan korban baik secara langsung dan tidak langsung yang sangat banyak dan bersifat meluas.

Baca Juga:Tujuh Terdakwa Korupsi Rp22 Triliun ASABRI Dituntut Hari Ini

Secara langsung, akibat perbuatan terdakwa telah menyebabkan begitu banyak korban anggota TNI, Polri dan ASN/PNS di Kemenhan yang menjadi peserta di PT. ASABRI, hal ini juga termasuk dalam perkara korupsi pada PT. ASABRI termasuk pula korban-korban yang meluas terhadap ratusan ribu nasabah pemegang polis pada PT. Asuransi Jiwasraya yang tentu juga berdampak sangat besar dan serius bagi keluarganya.

Ke empat, perbuatan terdakwa telah mencabik-cabik rasa keadilan masyarakat dan telah menghancurkan wibawa negara karena telah menerobos sistem regulasi dan sistem pengawasan di pasar modal dan asuransi dengan sindikat kejahatan yang sangat luar biasa berani, tak pandang bulu, serta tanpa rasa takut yang hadir dalam dirinya dalam memperkaya diri secara melawan hukum.

Ke lima, terdakwa tidak memiliki sedikitpun empati dengan beriktikad baik mengembalikan hasil kejahatan yang diperolehnya secara sukarela serta tidak pernah menunjukkan bahwa perbuatan yang dilakukannya adalah salah, bahkan sebaliknya dengan sengaja berlindung pada suatu perisai yang sangat keliru dan tidak bermartabat bahwa transaksi di pasar modal adalah perbuatan perdata yang lazim dan lumrah.

Baca Juga:3 Terdakwa Korupsi Proyek Peningkatan Ruas Jalan Lingkar Tanjung Balai Dituntut Bervariasi

Ke enam, terdakwa dalam persidangan tidak menunjukkan rasa bersalah apalagi suatu penyesalan sedikitpun atas pebuatan yang telah dilakukannya, telah jelas mengusik nilai-nilai kemanusiaan kita dan rasa keadilan sebagai bangsa yang sangat menjunjung nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.

Ke tujuh, mengacu pada pengertian umum sebagaimana misalnya dalam KBBI, yang mengartikan “pengulangan” sebagai proses, cara, perbuatan mengulang”.

Ke delapan, selanjutnya terkait dengan dakwaan tidak menyebut Pasal 2 ayat (2), menurut penuntut umum frase “Keadaan tertentu” sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (2) adalah pemberatan pidana dan bukan sebagai unsur perbuatan, hal ini dicantumkan secara tegas dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (2) dalam UU Nomor 20 Tahun 2001, yaitu “Yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi…”(cnbc/hm10)

 

Related Articles

Latest Articles