15.7 C
New York
Tuesday, April 23, 2024

Mantan Rektor UINSU Saidurahman Terpidana 2 Tahun Akhirnya Akui Jejak DP Rp2 M

MEDAN, MISTAR.ID

Sidang lanjutan perkara korupsi pembangunan Kampus Terpadu Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) dengan 3 terdakwa, Selasa (11/5/2022) di Cakra 8 Pengadilan Tipikor Medan sempat berlangsung panas.

Giliran mantan Rektor UINSU Prof Dr Saidurahman ketika ditanya tim JPU dari Kejati Sumut dimotori Hendri Edison Sipahutar dihadirkan secara virtual sebagai saksi atas nama 3 terdakwa.

Terpidana 2 tahun penjara (pembangunan Kampus Terpadu UINSU-red) tersebut bersikukuh ia dikorbankan dalam perkara ini. Menurutnya, sejak dari awal di BAP ia tidak pernah mengakui adanya kerugian negara Rp10,3 miliar. Namun oleh Polda Sumut kemudian mengundang tim dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).

Baca juga:Diduga Beri Keterangan Palsu, Hakim Perintah Jaksa Laporkan Oknum Bendahara UINSU

Demikian juga hasil perhitungan kerugian keuangan negara didatangkan Polda Sumut dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sumut katanya Rp10,3 miliar.

Alasan saksi, dirinya sebagai Kuasa Pengguna Anggaran sudah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) pengangkatan Syahruddin Siregar sebagai Pejabat Pembuat Komitmen pembangunan Kampus II UINSU TA 2018 lalu.

“PPK-nya sudah meninggal di penjara. Dia lah (Syahruddin Siregar) yang mengangkat personel lainnya seperti konsultan pengawas, Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (P2HP).

Banyak kasus pembangunan (dananya bersumber dari anggaran pemerintah) yang mangkrak tapi tidak sampai menyeret KPA-nya.

Hal-hal teknis pekerjaan Saya gak paham Pak jaksa. Itu makanya berdasarkan aturan main PPK diangkat. Saya (waktu itu) Rektor. Bukan itu saja yang saya urusi,” kata Saidurahman.

Ketika dicecar Hendri Edison Sipahutar didampingi Junita Pasaribu dan Desi Situmorang, Saidurahman memimpali, sumber masalah mangkraknya pembangunan Kampus Terpadu tersebut dikarenakan almarhum Syahruddin Siregar sebagai PPK mendelegasikan pekerjaan kepada terdakwa Marudut Harahap.

“Ada memang keterlambatan pekerjaan dari rekanan PT Multikarya Bisnis Perkasa (MBP) sebagai pemenang tender dan sudah dikenakan sanksi. Hasil rapat dengan tim, ditambahlah waktu pekerjaan (addendum). Ternyata (terdakwa Direktur PT MBP) Marhan Suaidi Hasibuan juga tidak mampu menyelesaikan pekerjaannya. Tetap mangkrak,” kata Saudirahman.

Namun ketika ditanya seputar jejak Rp2 miliar yang diminta saksi kepada rekanan melalui stafnya terdakwa Marudut, mantan orang pertama di UINSU itu sempat mengatakan, haram berhubungan dengan rekanan.

Sementara fakta di persidangan lalu menyebutkan bahwa saksi sebagai rektor ada meminta ‘fee’ Rp2 miliar sebagai uang muka atau Down Payment (DP) yang diminta Saidurahman melalui stafnya kepada Direktur PT MBP Marhan Suaidi Hasibuan, saksi menimpali, tidak tahu menahu soal itu.

Hakim ketua Immanuel Tarigan didampingi anggota majelis Eliwarti dan Rurita Ningrum pun mengkonfrontir keterangan Saidurahman kepada terdakwa Marudut.

“Atas perintah pak Saidurahman lah makanya Saya dan menyuruh staf lainnya meminta uang Rp2 miliar kepada Bendahara UINSU Moncot Harahap.

Sudah dikembalikan Yang Mulia setelah disomasi. Sebelumnya Saya difasilitasi (terdakwa) Rizki Anggraini bertemu dengan pak Saidurahman di Tuntungan tentang pengembalian uangnya ke rekanan,” kata Marudut.

“Fakta di persidangan memang saksi lainnya menerangkan ada saudara memerintahkan terdakwa Marudut meminta uang Rp2 miliar kepada Bendahara Moncot Harahap dengan iming-iming PT MBP nantinya yang mengerjakan proyek lainnya di UINSU. Sudah saudara kembalikan? Ada kwitansinya?” cecar Immanuel.

Baca juga:Mahasiswa UINSU Minta Poldasu Usut Dugaan Penggelapan Uang Ma’had

Saksi Saidurrahman kemudian membenarkan tentang adanya jejak aliran dana Rp2 miliar yang diterimanya dari rekanan namun tanpa kwitansi. Persidangan pun dilanjutkan, Jumat (13/5/2022) mendatang.

Diberitakan sebelumnya, di ‘Jilid I’ akhir November 2021 lalu, baik mantan Rektor UINSU Saidurahman, PPK Syahruddin Siregar maupun Direktur PT MBP Joni Siswoyo juga di Pengadilan Tipikor Medan, masing-masing dinyatakan terbukti bersalah terkait pembangunan Kampus Terpadu tersebut.

Hasil audit BPKP Provinsi Sumut, bukan hanya terjadi kelebihan pembayaran kepada rekanan (PT MBP) dibandingkan dengan fakta pekerjaan sebenarnya. Estimasi progress pekerjaan yang telah selesai di lapangan adalah sebesar 74,17 persen. (iskandar/hm06).

 

Related Articles

Latest Articles