12.8 C
New York
Wednesday, May 1, 2024

Gugatan Budi Utari di PTUN Medan, Marim Purba: Kalau Melanggar Harus ada BAP

Medan, MISTAR.ID

Wali Kota Pematangsiantar periode 2000-2005, Drs Marim Purba hadir sebagai ahli dalam persidangan lanjutan gugatan TUN yang diajukan Budi Utari Siregar kepada Wali Kota Pematangsiantar, Hefriansyah. Gugatan diajukan karena ada SK Pemberhentian Budi Utari Siregar sebagai Sekda Kota Pematangsiantar.

Marim dihadirkan sebagai ahli, karena punya pengalaman pernah memimpin Kota Pematangsiantar. Diterangkan, bahwa Sekda mempunyai peran penting dalam kebijakan strategis di setiap dinas atau OPD terutama dalam mendukung program yang telah dicanangkan oleh kepala daerah. Terkait gugatan ini, ia pun mengatakan seharus tidak seperti ini, karena sebelum pengangkatan tentu ada seleksi calon Sekda.

“Karena selain harus mengikuti ketentuan, orang yang diangkat haruslah bisa diajak bekerjasama dalam mendukung program kebijakan langkah strategis selaku kepala daerah,”ungkapnya.

Begitu juga dengan teguran hingga pemanggilan haruslah berdasarkan bukti pelanggaran. “Harus berdasarkan proses pemeriksaan yang kemudian dilengkapi dengan Berita Acara Pemeriksaan yang kemudian disampaikan kepada Gubernur. Dan bila ditemukan ada pelanggaran kemudian ditindak lanjuti dengan putusan, maka ini bisa menjadi pertimbangan untuk mengeluarkan SK Pemberhentian oleh kepala daerah baik itu Walikota/Bupati,”ungkapnya sembari menyebutkan tentang aturan yang ada di PP53 Tahun 2010.

Sempat Memanas 

Sementara itu, dua ahli dari Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Sumardi dan Reniasari yang dimintai keterangan secara terpisah, sempat ‘memanas’. Hal ini dipicu atas keberatan yang diajukan Dame Pandiangan selaku Penasehat Hukum Budi Utari Siregar. Dame menyebutkan Ahli selalu berpatokan pada asumsinya tanpa referensi pendukung.

Bahkan anggota majelis hakim TUN Medan, Tirta menanyakan tentang UU No.5 Tahun 2014 dan PP 53 Tahun 2010, menyebutkan ada beberapa pasal di dalamnya menyebutkan soal penyeleksian dan pengangkatan Sekda, namun kedua Ahli yang dimintai keterangannya menyatakan bahwa itu berkait dengan UU 34 Tahun 2004.

Namun saat ditanyakan ketua majelis, tentang penindakan terhadap pelanggaran oleh Sekda/ASN, keduanya juga mengakui bahwa dalam aturan tidak menjelaskan tentang tata caranya. Tapi keduanya, menyatakan dalam asumsi yang mereka pahami adalah kepala daerah sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK). Dengan asumsi bahwa mereka yang melakukan pengangkatan dan mereka pula yang berhak memberhentikannya dari jabatan.

Mendengar itu, Dame kembali mengkritik kedua ahli, soal kebijakan Wali Kota, Hefriansyah yang dianulir keputusannya dalam pemutasian sejumlah kepala OPD oleh KASN. Menjawab itu, Sumardi pun tidak menampiknya dan bahkan mengakui ada prosedur yang belum dijalani. Akan tetapi ketika dipertanyakan soal pemberhentian Budi selaku Sekda, justru mengatakan sudah tepat dengan dalih UU dan PP yang mengaturnya. Namun ia pun tidak menjelaskan terlalu detail apa dasar Wali Kota bisa memberhentikan, sebab ada klausul bahwa seharusnya ada prosedur pemanggilan, tanya jawab, serta BAP. “Jadi kalau hanya dipanggil, lalu ditanya-tanya dan kemudian ditinggalkan serta tanpa BAP, pemberhentian apakah bisa dilakukan?, “tanya Dame.

Sumardi hanya terdiam dan kemudian berusaha mengalihkan jawaban. Kalau itu sudah memenuhi prosedur. Dari pantauan wartawan, saling debat antara Ahli dan penggugat beberapa kali menjadi perhatian hakim. Bahkan hakim mengingatkan Ahli untuk menjawab apa yang ia ketahui dan juga referensi sebagai data pendukung.

Reporter: Amsal

Editor: hm08

Related Articles

Latest Articles