10.1 C
New York
Wednesday, April 24, 2024

Gawat! Putusan Perkara Cabul Diwarnai Perbedaan Pendapat Antara Hakim

Medan, MISTAR.ID

Putusan perkara cabul dengan terdakwa Ebiet alias ENS diwarnai perbedaan pendapat (Dissenting Opinion).

Tiga dari dua majelis hakim sependapat bahwa Ebiet merupakan pengurus Panti Asuhan Simpang Tiga dibebaskan karena tidak terbukti melakukan tindakan asusila terhadap korban berinisial WL (14), seperti dalam dakwaan jaksa penuntut umum.

Sebagaimana pembacaan putusan diketuai majelis hakim Ahmad Sumardi dan Sapril Batubara, dalam persidangan di ruang Cakra 5 Pengadilan Negeri Medan, Jumat (23/10/20) mengatakan, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan tidak bersalah melakukan tindak pidana sesuai dakwaan jaksa penuntut umum.

Sementara itu, sebelum pembacaan putusan, hakim anggota Sri Wahyuni Batubara menyatakan, dissenting opinion (tidak sependapat). Sebab, terdakwa bersalah melakukan pencabulan, dan kekerasan terhadap anak di bawah umur, dengan cara tipu muslihat.

Baca Juga:Ini Tanggapan Pengacara Terdakwa Kasus Cabul di Toba

“Sehingga dari perbuatan terdakwa, korban kehilangan masa depan, dan mengalami trauma. Maka terdakwa harus dihukum 13 tahun penjara karena dianggap melanggar Pasal 81 ayat 1 Undang-Undang No 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagai dakwaan primer,” kata hakim anggota, Sri Wahyuni Batubara.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Robert Silalahi meminta kepada majelis hakim agar menjatuhkan terdakwa Ebiet dengan pidana penjara selama 11 tahun. Usai persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Robert Silalahi saat dikonfirmasi langsung menyatakan, mengajukan kasasi terkait vonis bebas tersebut.

“Kami melakukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung melalui pengadilan negeri, karena putusannya bebas,” ujar Robert Silalahi. Sementara itu, penasihat hukum terdakwa, Sri Palmen Siregar mengatakan, terhadap putusan bebas tersebut sudah sesuai dengan nota pembelaan pledoi.

“Karena dalam persidangan tidak terbukti sama sekali klien kita melakukan perbuatan tersebut dan saksi-saksi gak semua dihadirkan, kemudian kita juga sudah menghadirkan ahli, yakni ahli obgyn dan ahli spesialis klinis. Jadi kalau dissenting opinion itu sudah dibantahkan dengan keterangan ahli,” ujar Palmen.

Baca Juga:Miris! Siswi SMP Dicabuli Bapak Tuanya Hingga Hamil

Kata ahli, sambung Sri Palmen, dalam persidangan, anak-anak berusia 3,5 tahun sudah bisa berbohong apalagi korban sudah belasan tahun, kemudian banyak juga saksi-saksi lain yang dihadirkan seperti satu teman tidur korban, satu teman kamar korban yang mengatakan bahwa korban sering berbohong.

“Jadi putusan ini sangat adil bagi klien kami, karena hakim tersebut jeli dalam memutuskan perkara yang dituduhkan kepada klien kami,” pungkasnya.

Sebelumnya JPU Robert mengatakan, terdakwa ENS merupakan kepala panti asuhan di Medan, di panti asuhan tersebut mempunyai anak asuh sebanyak 25 orang berasal dari keluarga miskin yang dibiayai dan di sekolahi oleh terdakwa.

Baca Juga:Keterangan Terdakwa Berbelit-belit, Hakim Berang

Selain itu, terdakwa ENS juga merupakan seorang guru di salah satu sekolah yang berada di Kota Medan.

“Pada bulan Desember 2019,  korban mengadukan kejadian yang dialaminya kepada teman sekolahnya, selanjutnya teman korban melaporkan hal ini ke kepala lingkungan (Kepling) dan dilanjutkan ke Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,” pungkas JPU Robert Silalahi.(amsal/hm10)

 

Related Articles

Latest Articles