12.9 C
New York
Wednesday, April 24, 2024

See You Soon

Kurasa hati ini belum siap – Part 2
Oleh : Vina Perdana Kesuma

Jujur saja, sebenarnya aku sama David dulu pacaran, tapi karena ada sedikit masalah, dan dia akan berangkat melanjutkan study, kita break dulu. Kita milih break dulu, biar saling intropeksi diri, biar bisa mendewasakan diri dan bisa membiasakan diri. Ternyata lain, tapi aku masih sayang sama David, walaupun banyak rumor yang beredar dia sudah punya pengganti ku dalam hatinya. Jujur saja, sakit sekali. Walaupun aku sebenarnya tahu, sebelum kita break, David juga sudah bermain-main dalam hubungan kami, dengan alasan “Dia itu teman aku, Tin”. Alasan klasik yang tidak pernah hilang dalam masa nya.
Beberapa hari kemudian, aku menerima pesan dari David.
“Visaku sudah keluar”
Aku menerima pesan itu dengan jantung yang berdegup kencang. Antara perasaan senang atau sedih. Semua campur aduk. Perasaan senang, akhirnya dia akan melanjutkan studinya. Perasaan sedih, karena kami harus berpisah dengan jarak yang cukup jauh, dan dengan waktu yang lama.
Cukup lama aku pandangi pesan yang dikirim David kepada ku.Dengan jari bergetar aku membalas pesannya.
“Hah? Baguslah. Kapan berangkat?”
“Belum tahu hari apa aku berangkat.”
“Oke deh. Nanti kabarin aku ya.”
“Oke”
Sudah. Aku mengakhiri pesan kami. Dan benar saja,air mata mengalir membasahi pipi ku, mulut ku terkunci rapat sampai tidak bisa berkata-kata, dan hati ku bergetar begitu hebatnya sehingga membuat seluruh badan ku berguncang. Lutut kaki ku begitu ngilu rasanya, dan langsung saja badan ini langsung rubuh dengan cepatnya dan aku terduduk.
Sejak aku menerima pesan dari David kemarin, aku menjalani hari-hari ku dengan langkah yang berat, hati yang gundah, sedih bercampur bangga.
Aku tidak tahu perasaan apa ini namanya. Yang ku tahu perasaan seperti ini sungguh sangat menyiksa.
Dimana aku kembali lagi mengingat masa lalu kami begitu indahnya. Dari awal pertama jumpa, menjalin cinta sampai harus berpisah. Aku ingat dulu. Aku merasa bangga dengan diri ku saat itu. Aku merasa aku adalah wanita paling bahagia kala itu. Semua yang aku terima lebih-lebih dari wanita kebanyakan yang aku tahu. Ternyata salah. Sakit. Jatuh dari ketinggian itu sakit sekali. Sekarang aku merasakan kebalikannya. Aku terhanyut lagi dalam diam disertai air mata yang terus mengalir.
Tuhan, sudah siapkah hati ini?
Tok.. Tok.. Tok..
Lamunan ku buyar saat itu. Ada yang mengetuk pintu. Aku buka pintu, ternyata David. Senangnya dalam hati. Dia mengantarkan aku sarapan. Aku persilahkan dia masuk.
“Silahkan masuk ,Vid.”
“Iya. Terimakasih”
“Hari apa kamu berangkat?”
“Lusa”
Aku saat itu mencoba menahan tangis dan memberikan senyuman.
“Cepat sekali ya. Aku sedikit terkejut”
“Iya. Aku tahu ini sedikit berat, tapi bagaimana lagi? Aku tidak mungkin membatalkannya. Betulkan, Tina?”
“Iya memang.”
“Sudah, Kamu di sini baik-baik. pandai-pandai dalam berteman. Kerja yang bagus, selesaikan kuliah”
Aku tertunduk berusaha menahan tangis dan cuma bisa menjawab, “iya, Vid”.
Dia berdiri dan mengelus lembut kepalaku dan pamit untuk pulang. Aku mengantarnya sampai depan pintu dengan menahan air mata yang sedikit lagi akan menetes, dan ku berikan senyuman supaya dia tidak melihat aku sedang sedih sebenarnya. Ketika dia sudah berlalu dari pandangan ku, aku berlari masuk kekamar dan menumpahkan tangis ku.
Ya Tuhan.. Sedih sekali rasanya. Lusa dia sudah berangkat, dan aku tidak sanggup melihatnya.Aku berdoa untuk menenangkan diri.

Bersambung …..

Related Articles

Latest Articles