8.3 C
New York
Wednesday, March 27, 2024

Kisahku : Terjerat Hutang Demi Suami

Dulu, aku mungkin dianggap gadis yang paling beruntung, karena memiliki wajah yang cantik, pandai bergaul, dan di sekolah walau tidak juara tapi disayang banyak guru.

Tamat SMA aku pun menikah. Menambah catatan keberuntunganku dimata orang lain. Seorang Bintara, gagah dan tampan melamarku. Pesta meriah pun berlangsung. Yah, aku bilang meriah, untuk standar di kampungku. Tapi kurasa, itulah awal dari rentetan penderitaanku yang panjang.

Setelah perkawinan, bukan bulan madu yang aku terima, tapi rentetan beban yang harus aku tanggung. Suamiku turut membawa dua adik perempuannya ikut bersama kami. Kufikir… yah sudahlah. Mungin ia ingin membuktikan kepada orangtuanya, bahwa ia tetap menjadi anak laki-laki yang mengabdi kepada orang tua, dan tetap menjadi penanggungjawab keluarga, setelah ayahnya sakit-sakitan. Rentetan berikutnya datang setelah satu bulan perkawinan. Gaji suamiku hanya separoh yang bisa kami terima. Ia menunjukan slip gajinya kepadaku. Pinjaman uang puluhan juta dari koperasi harus ia cicil selama 2 tahun. Oh my God ! Tangis pertamaku pecah saat itu. Bagaimana mungkin, gaji itu bisa memenuhi kebutuhan keluarga ditambah beban dua adiknya yang ikut kami sekolahkan. Alasannya begitu sangat menyakitkan, ia bilang, uang itu adalah untuk biaya perkawinan.

Aku tak bisa berbuat banyak, biarlah semua menjadi beban yang harus ikut aku tanggung dengan kemewahan semu, yang kini menjadi air mata. Terbayang betapa banyak teman sekolah yang saat itu berdecak kagum. Akh !

Untuk memenuhi kebutuhan hidup, setelah potongan hutang setiap bulan, aku mencoba menambah penghasilan dengan menjual pakaian. Beruntung, temanku mempercayakan dagangannya untuk aku jual, sehingga aku tidak membutuhkan modal. Tapi, aku kebablasan. Keuntungan bahkan modal jualan habis termakan olehku, hingga akhirnya aku kembali terjerat dalam hutang, hampir Rp20 juta. Jujur, uang itu aku gunakan untuk kebutuhan hidup dan kemewahan yang terkadang dituntut suami.

Hutang suami telah habis, kedua adik suamiku pun sudah tamat sekolah. Aku boleh bernafas lega. Kini perlahan, aku mencoba untuk membayar hutang kepada sahabatku, hutang yang menyebabkan hubunganku menjadi merenggang, bahkan sempat memanas. Baru saja hemdak membayar hutang kepada sahabatku, aku kembali terdesak kebutuhan suami untuk sekolah perwira. Suamiku kembali meminjam uang koperasi. Yah, Tuhan,,, maka bila dihitung, setelah kebutuhan anak-anak sekolah, makan apa adanya, maka tidak sedikitpun aku bisa memegang uang.

Saat suami sekolah ke jawa, aku banting stir kerja di rumah makan. Beberapa kali kawanku menagih hutang, tapi aku belum bisa membayar, karena pada saat ia sekolah, selalu saja ia memohon untuk kirimkan uang. Aku sudah kebal, berulang kali dicaci si hutang busuk. Tidak hanya pada temanku, beberapa warung pun sering menagih hutang-hutangku. Anak-anakku ikut menanggung malu.

Selesai menamatkan sekolah perwira, keinginan suamiku bertambah, ia ingin mobil. Katanya, sebagai seorang perwira akan gengsi bila ia hanya mengendarai sepeda motor. Perasaanku berkecamuk, belum selesai mebayar hutang-hutangku, sudah muncul hutang yah baru. Herannya, suamiku tidak merasa bahwa itu semua disebabkan keinginan suamiku.

Sekali lagi, di luar, orang lain mungkin melihat aku bergelimang kemewahan, tetapi tak mampu membayar hutang. Aku seperti mengenakan topeng, berdiri dalam sebuah kepalsuan. Dan yang paling menyakitkan, suamiku main gila dengan perempuan lain. Di luar sana, dengan keluarganya, ia mengeluarkan fakta buruk padaku yang suka menghamburkan uang, hingga ia terlilit hutang. Bahkan anakku pun ikut terhasut olehnya. Yang paling kejam, ia tidak punya lagi hati untukku, aku dicerainya !

Maka babak baru pun terungkap, aku bukan lagi sosok yang beruntung. Kini aku adalah sosok yang hina. Dicampakan oleh seorang suami yang tengah berada di puncak kariernya. Yah, tidak tahan dengan perih itu, aku melarikan diri ke negeri jiran. Dari awal aku tahu, tidak satu orang pun anak-anak ikut padaku. Aku tahu, suatu saat mereka akan mengerti sesungguhnya yang terjadi. Aku ingin tenang, aku ingin fokus bekerja, mengumpulkan uang dan menyelesaikan semua hutang piutangku. Memulai langkah baru.

Related Articles

Di Ujung Sepi

Rambut Hitam Panjang Terurai

Latest Articles